AdSense Page Ads

Monday, April 25, 2011

Bekerja untuk Hidup, Bukan Sebaliknya

"weekend dan hari2 biasa sama aja....tetep pulang KERJA jam 6..........ENEG!!!PINGIN MUNTAH KARNA KERJAAN!!!"

Ada yang ngerasa pernah post status FB kaya begini? Pasti banyak ya hehehehe.... Dengan segala masalah hidup saya (dari mulai ketidak-mampuan beli koleksi buku lengkap Lord of The Ring sampai kaos kaki yang dilarikan anjing tercinta) saya sungguh bersyukur saya belum pernah harus post status seperti itu :)).

Harus saya informasikan perusahaan tempat saya bekerja menerapkan standar tinggi, dan tahun pertama saya dihabiskan dengan bolak-balik kena celana pendek (brief-ing) plus mengulang proyek yang sama sampai benar. Tapi satu hal yang berbeda dengan perusahaan kebanyakan: I love this company :)



Kalau kata pepatah populer, "Jangan bekerja demi uang, biarkan uang yang bekerja untuk kita". Tapi yang dianut kantor saya yang sekarang adalah: "Bekerjalah dengan sungguh-sungguh, maka uang akan menghampiri". Sesuai dengan prinsip yang dianut,kantor saya menginginkan pegawainya bekerja dengan sungguh-sungguh, karena itu akan baik bagi perusahaan dan juga baik bagi kami. Dan pegawai akan dapat bekerja dengan sungguh-sungguh bila mereka bahagia. Dengan kata lain,kebahagiaan klien kami utama,namun kebahagiaan pegawai pun harus dijaga. Mulai sirik?

Pernah merasa malaaaaaas sekali berangkat kerja atau kepepet ada urusan penting? Di kantor saya yang sekarang saya punya hak mengambil jatah kelebihan jam saya, jadi kalau saya tiba-tiba ingin tidak masuk misalnya, atau datang terlambat/pulang cepat karena kangen kucing saya, semua bisa diatur selama tidak ada kerjaan yang harus diselesaikan. Sampai saat ini bos saya tak pernah bertanya kemana saya waktu saya kabur selama 2 minggu di akhir tahun kemarin :D.

2 minggu sekali kami selesai bekerja lebih awal dan duduk bersama menikmati snack sementara host yang terpilih (di undi tiap acara) menghibur dengan games atau kegiatan lain. Dan saat saya menyebutkan party, jangan membayangkan party yang penuh minuman keras atau music dance semalam suntuk. Party kita adalah ber-cosplay ria, barbeque bersama-sama, pokoknya melakukan hal-hal yang ga lazim atau istilah kerennya think outside the box. Pernah melihat mbok jamu pegang DSLR atau putri India motong bawang? Yup,that's our party LOL.

Saya ga akan bohong, terkadang bos saya bersikap sebagaimana bos lazimnya (menyebalkan dan ga bisa dibilangin,but hey, they paid me :p ), dan seringkali rekan kerja saya membuat saya ingin menbenturkan kepala saya (atau kepala mereka) ke tembok, dan belum lagi klien yang kadang bikin saya depresi berat. Namanya juga kerja,pastilah mengalami hal ini.Bedanya,saya hanya harus mengalaminya sampai jam 5 teng. Ok, kadang-kadang lewat dikit, tapi kami tidak pernah harus membawa pekerjaan kerumah, atau lembur sampai larut malam untuk mengerjakan. Aturan tak resmi kantor kami: "It's 5 o'clock. Now back to your own life and get off from mine."

Kebijakan dan kebebasan ini membuat saya bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan, menikmati kehidupan saya sendiri dan mengembangkannya semau saya,karena kantor ya kantor dan rumah ya rumah. Sementara prinsip general welfare (termasuk freebies dan fasilitas lain yang saya dapatkan) membuat saya bisa fokus pada pekerjaan saya. Life (at the office) is good.

Beberapa perusahaan internasional seperti Zappos menerapkan prinsip ini, bahwa kebahagiaan pegawai yang utama. Seorang karyawan Zappos menuturkan ia ditawari USD 3000 oleh Zappos untuk keluar dari perusahaan tersebut sebagai suatu bentuk tes. Dia menolak, kebahagiaan nya saat bekerja berharga lebih dari USD 3000. Saya berulangkali ditawarkan (dan dibujuk) untuk mencari pekerjaan yang, ahem, lebih bergengsi dan lebih menghasilkan. Saya masih di perusahaan ini sampai sekarang, dan ya,walau gaji saya tak setinggi teman-teman saya di kantor ternama tapi saya juga tidak berkekurangan. Uang akan datang seiring dengan pekerjaan yang kita lakukan :)

Apakah saya beruntung? Mungkin. Tapi mari jangan berpikir bahwa ini masalah keberuntungan semata. Poin disini adalah karyawan yang bahagia adalah karyawan yang loyal, yang produktif; dan sebenarnya tak perlu budget besar untuk membuat pegawai bahagia. Anda bisa membuat kehidupan kerja anda lebih nyaman dengan memperhatikan sesama rekan kerja anda, dan bila anda manajer/kepala/pemilik perusahaan yakinlah bahwa fasilitas-fasilitas ekstra yang anda berikan bisa lebih bermanfaat dalam jangka panjang daripada bonus melimpah.

Kebetulan kantor anda dan rekan kerja anda benar-benar neraka? Mungkin anda harus mencontek klien saya. Saya sangat shock saat tahu pasangan yang tampak seperti rockers tersebut bekerja di bidang keuangan. Saat saya mengutarakannya mereka tertawa dan berkata, "Kami hanya bersikap dan berpenampilan profesional saat kami dituntut untuk profesional, atau saat kami dibayar untuk itu. Selain itu, kami ya kami." Tahu nggak, mereka benar. Kerja itu untuk hidup, baik secara materil maupun rohani, dan bukan hidup untuk kerja. Selamat menikmati pekerjaan eh hidup anda ya....

Note:Picture taken from http://hr.ucsb.edu/worklife/

Sunday, April 17, 2011

Nilai Seorang Anak

Lashanda menaikkan ke-empat anaknya kedalam mobil, lalu dia menerjunkan mobil itu ke sungai Hudson di Amerika. Hanya anak sulungnya yang berusia 10 tahun yang berhasil menyelamatkan diri dan selamat. Lashanda dan ke-tiga anak lainnya tewas tenggelam. Baca cerita selengkapnya disini.

Apa yang bisa ditarik dari sini? Bahwa Lashanda adalah ibu yang kejam? Bahwa Lashanda simbol ke-"zionisan" Amerika? Bahwa Lashanda pantas masuk neraka? Buat saya yang bisa ditarik cuma satu: Lashanda perlu bantuan. Benar-benar perlu bantuan.

Lashanda memiliki 4 orang anak dari pasangan yang bukan "tipe ayah" atau "father material". Dengan kata lain ayah anak-anak tersebut peduli setan dengan anak-anaknya. Keluarga Lashanda sudah berusaha membantu mereka, membayarkan tagihan yang terlambat, membelikan popok dan peralatan yang lain, sampai menawarkan membuat acara ulang tahun untuk anak-anaknya. Sesaat sebelum ia menerjunkan mobilnya ke sungai Hudson, ia menelepon ayahnya untuk bilang ia minta maaf karena telah menjadi beban bagi ayahnya, bagi keluarganya.

Kondisi Lashanda jauh lebih baik daripada banyak wanita yang saya temui di sini, di Bali atau Jakarta. Setidaknya keluarganya masih rela dan tulus membantunya, setidaknya dia masih mendapatkan jaminan sosial, namun itu semua tetap tidak mampu membantunya menghadapi beratnya hidup. Lalu apa yang bisa membantu Lashanda? Jawabannya adalah kesadaran Lashanda dan orang-orang sekelilingnya bahwa anak itu bukan urusan main-main.

Seberapa sering kita mendengar anak muda yang hamil diluar nikah? Seberapa sering kita melihat seorang ibu dengan banyak anak, sementara suaminya tak sanggup (atau tak mau) menghidupi? Buat saya ini bukan karena seks diluar nikah, namun ketiadaan perencanaan kehamilan dan ketiadaan kesadaran bahwa anak merupakan tanggung jawab yang BESAR. Ingat seorang tokoh wanita yang dicerai suami nya, tanpa harta gono gini untuk menghidupi ketujuh anak mereka? Banyak yang bilang itu ibadah, tapi menurut saya itu kebodohan. Anak ga bisa memilih orangtua, tapi orangtua bisa memilih untuk memiliki anak/tidak DAN memiliki kewajiban untuk membesarkan anak mereka, bukan dengan entengnya pergi demi pasangan baru.

Jadi apa yang harus dilakukan? Yang paling utama adalah birth control, perencanaan kehamilan. Ini adalah sesuatu yang amat sangat penting. Pihak pria seringkali menolak wanita melakukan perencanaan kehamilan karena tidak menyenangkan (e.g kondom) atau tidak punya uang (e.g. spiral atau pil). Kalau anda sanggup nyisihin uang untuk beli rokok, maka anda akan sanggup nyisihin untuk beli pil KB. Berpendapat bahwa birth control itu dilarang agama? Oke, jadi pikirkan cara lain untuk menghambat kehamilan. Kalau perlu ga usah "main" sama sekali. Anak memiliki hak untuk diasuh dengan baik, mendapat pendidikan dan kasih sayang sehingga dia menjadi manusia berkualitas. Bila anda merasa sanggup mengasuh anak seperti itu, silakan saja. Namun bila anda ragu, atau dengan entengnya berkata "Tuhan pasti membantu.", hell no.

Yang kedua adalah parental support, dukungan kepada sesama orangtua (yang tak siap) atau yang berisiko menjadi orang tua (namun sebenarnya tak siap). Saya suka kesal sekali melihat teman-teman saya yang berada dalam abusive relationship menghibur satu sama lain dan berkata, "Pasti pasanganmu akan jadi lebih baik. Cintamu akan mengubahnya." Atau, "Kalau sudah punya anak pasti akan berubah." Pernah nonton Finding Nemo? Harapan demikian seperti mengharap Bruce (ikan hiu nya) berhenti makan daging. Dream on. Kalau bisa ya syukur banget, tapi kalau nggak? Teman anda yang akan terjebak di lingkaran setan itu, yang akan stres mental menghadapi pasangan ga benar plus anak yang mungkin ga sanggup dia urus. Lalu apa anda akan berani tanggung jawab sama saran anda tersebut?

Kalau anda merasa teman anda belum sanggup menjadi orang tua, atau pasangannya belum sanggup menjadi orang tua, beritahu dia. Saya kejam dalam hal ini, dan banyak teman-teman saya yang kabur karena sikap dan komen saya yang keras. Tapi saya ga mau ada lagi anak-anak yang tersiksa karena harus mengerti orang tuanya, atau orang tua yang membenci anaknya karena lahir saat kondisi orangtuanya belum siap. Ingat bahwa anak berhak mendapatkan yang terbaik, karena pastinya ia adalah yang terbaik yang Tuhan kirimkan ke dunia.

Tapi kalau sudah kejadian ya jangan malah sibuk men-judge: "Oh, siapa suruh jadi perempuan nakal!" atau "Lagian, nyari pasangan ga benar!". Anda juga belum tentu "benar" selalu kan. Shut your mouth and help her/him. Jujur, ada juga orang tua yang ga bertanggung jawab dan jadinya malah sepenuh hati menggantungkan diri sama bantuan kita. Bila ini yang terjadi, kasi tahu dia: dia yang berbuat, maka dia yang bertanggung jawab. Orangtua tidak berhak seenaknya melempar tanggung jawab terhadap anak ke orang lain. Help your friend(s), tapi lihat-lihat dan harus tahu kapan harus mundur.

Mungkin saya terdengar idealis sekali, dan juga sok tahu sekali. Mungkin iya. Yang saya tahu tanggung jawab untuk memiliki seorang anak amatlah besar. Punya anak bukan hanya masalah "membuat", namun juga "memberi makan", "memberi pendidikan", dan "membesarkan". Bukan hanya sampai ia sanggup menafkahi dirinya sendiri, namun juga agar membuatnya sanggup menafkahi keluarganya, membina keluarganya sendiri. Begitu banyak kehamilan tak terencana terjadi sekarang ini, baik diluar pernikahan maupun didalamnya. Dan kalau memakai logika kecil kemungkinan seorang anak dari orangtua yang tak siap (emosional maupun materi) akan sanggup membawa dirinya ke tempat yang lebih baik.

Lashanda dan anak-anaknya bisa selamat bila ia menyadari betapa berharganya anak-anaknya, betapa berharganya dirinya sendiri. Dia bisa selamat bila menyadari betapa besar kasih sayang orang-orang disekitarnya. Dia bisa selamat bila teman-temannya berhasil menyadarkan dia untuk memilih TIDAK memiliki anak dulu (setelah anak pertama nya). Dia bisa selamat bila ada yang mengulurkan tangan untuknya, dan dia mau menerima uluran tangan tersebut. Jadi ulurkan lah tangan anda. You owe your child(ren) that, you owe yourself that.

Tuesday, April 12, 2011

Tenang, Saya Bahagia Kok...

"Kamu tidak bahagia, kamu tidak bisa melepaskan kesedihanmu dan itu jadi seperti candu buatmu." Errm, say that again? (*bingung.com). "Kamu harusnya melepaskan semua itu, jauh dari segala yang negatif termasuk di koran atau TV. Percaya deh, hidupmu akan menjadi lebih baik..." Hhhuuuh??? (*serius tersesat jadinya)

Bener deh, seandainya saya ga tau teman saya orangnya amat-sangat serius maka saya pasti menuduhnya habis mengkonsumsi "mushroom"... Entah gimana perbincangan kami mengenai hal lain (yang tidak ada hubungannya dengan kebahagiaan) berakhir di kalimat diatas. Saya meningalkan dia dengan perasaan gundah. Apa iya saya tidak bahagia? Apa iya saya mencandu emosi negatif? Saya lama berpikir sampai saya teringat sebaris tulisan dari Kahlil Gibran:

"The deeper that sorrow carves into your being, the more joy you can contain.
Is not the cup that holds your wine the very cup that was burned in the potter's oven?
And is not the lute that soothes your spirit, the very wood that was hollowed with knives?"

The Prophet - On Joy and Sorrow

Tiap orang memiliki pandangan berbeda mengenai kebahagiaan, mengenai kesedihan. Ada orang, seperti teman saya, yang berpendapat bahwa berbahagia berarti jauh dari kesedihan, damai dan jauh dari segala yang negatif. Ada orang, seperti tokoh dalam bukan Da Vinci Code, yang berpendapat bahwa dalam kesengsaraan/kesakitan maka akan ada kebahagiaan sejati. Ada orang, seperti saya, yang ga terlalu perduli dan selalu bahagia dengan hal-hal kecil. Tidak ada kebahagiaan absolut, karena konsep kebahagiaan itu sendiri berbeda untuk tiap orang.

Buat saya, semua hal dalam hidup bisa membuat saya bahagia. Senyuman saya, tawa saya, tangisan saya, saya menikmati semua itu. Saat susah, saat senang, saat tenang, semua itu berharga buat saya. Mencium wangi kemuning saat menuju kantor membuat perasaan saya ringan, mengendarai motor menembus banjir di malam berbadai membuat saya tertantang, bahkan meeting "panas" di kantor pun saya nikmati sepenuhnya. Apa yang terjadi, terjadilah. Semua yang terjadi membentuk siapa saya, dan bagian yang tak terpisahkan dari diri saya. Tuhan sudah repot-repot memberikan pengalaman hidup, jadi terima dan nikmati saja. Seperti kata iklan, "I want to live my life to the absolute fullest." Apa itu membuat saya tidak bahagia?

Bohong kalau saya selalu bahagia, selalu tersenyum. Ada masa-masa dimana saya lagi depresi banget, tapi masa favorit saya justru saat depresi itu, atau tepatnya saat saya mengangkat kepala saya dan bilang, "What the hell. I'm gonna make it!". Ada masa-masa dimana saya bahagia banget, tapi justru masa itu yang saya takuti, karena setelahnya bila saya jatuh maka akan teramat menyakitkan.

Saya lalu jadi teringat tulisan dari kolumnis favorit saya (kolom Parodi di Kompas Minggu, really worth it!) :
"Bukankah bintang itu terlihat lebih jelas karena langit itu gelap? Dan perhiasan atau jam mewah selalu disandingkan dengan latar hitam agar terlihat mewah dan kilaunya menonjol?"
Iya juga, jadi hitam atau negatif itu tetap diperlukan toh, paling ga biar yang terang atau positif itu bisa tambah mentereng?

Apakah berarti saya tidak bahagia? Kalau perasaan yang benar-benar kuat, benar-benar hidup seperti ini dibilang bukan Bahagia, saya tidak tahu lagi Bahagia itu apa. Apakah berarti saya mencandu emosi negatif? Tidak tahu, yang saya tahu saya meng-embrace, menikmati segala hal yang terjadi baik buruk maupun baik. Orang boleh berpendapat apapun mengenai kebahagiaan, itu hak mereka. It's their life and not mine, it's my life and not theirs. Buat saya, hidup seperti kutipan iklan susu: Life is an Adventure!

Sunday, April 3, 2011

Song of a Beast

I wanna be free
With wind in my hair
Blowing through the window of my car
Laughing, smiling, enjoying life
Music throughout the journey
With sunshine pouring through
And clear greeneries around
While we're singing the songs to the top of our lungs
I wouldn't care about anything else
Just you and me and this wonderful journey
I wanna be free

I wanna let lose
With sand in my feet
And wave caressing me, crashing through the beach
I wanna toss my head gaily
I wanna laugh triumphantly
As I take you to dance on the beach
Dance together with the thumping music
Under the moonlight and stars
And the beautiful sea around us
I wouldn't care what the world would think
As long as I'm dancing with you
I wanna let lose

Instead of chained in this office
Locked in my room
Caught in my dead routines
One day the tiger will be free
Roaming through the green woods
Dancing on the sandy beach
One day I'll be free

Search This Blog