AdSense Page Ads

Tuesday, June 28, 2011

Thanks, Love to Have You as My Client!

One of our clients has recently post photos of their wedding on her Facebook, and diligently put our company's name in all the caption. It's not an easy task, mind you, as she post more than 100 pictures that we took on her wedding. And I can't thank her enough for that.

Though it may look simple (a caption of our company's name in their photos/videos; a short post about us in Twitter/Facebook/any social media/forum that they could think of), their acknowledgement matters. In the era where it is easier to write bad reviews and/or comments than writing some short but nice comments (when did the last time you write a nice note for your hairdresser? Besides, harsh reviews gets more attention, right?), in the time period where you were expected to be treated nicely (and why not, you pay loads for it!), we sometimes forget that a simple thanks means a lot.



What does the "thanks" and "kind words" means to me? It means I'm doing a good job, it means I did not work for nothing. Sure, I got paid for what I did. But knowing my work has not gone unnoticed give me even more satisfaction and pleasure. It gives me a reason to live and enjoy my (work) life to the fullest. But the snowball does not stops there.

In our little company we are expected to work and think as a team. This means when a client acknowledge our work, they also acknowledge the sales that assist them, the crew that give their service on the wedding day, the production department that assembled products that they order, even the driver that deliver their final products promptly. So what you may think as a simple note of thanks, a meager or unimportant mention of our work, it actually means a whole lot more as it affect so many people.

Of course, some might think our work is indeed mediocre (or plain lame) and choose not to give comments at all. It's completely their choice. But for those of you that have acknowledge our work (or anybody's work: your supermarket cashier, your taxi driver, all the people you met and assist you - I believe "thanks" should be universal), be it through written or verbal means, through countless recommendation or just a simple mentioning, this article is written. Thank you for letting us know our work is not done in vain, thank you for giving us reason to work harder and be proud of what we do. Thank you for acknowledging us.

Monday, June 20, 2011

Ramai-ramai ikut VCT: Tahu itu Aman!

Kabar burung terakhir dari Facebook: karena seorang siswi SMA tertular HIV, 40 siswa pria di SMA yang sama tertular HIV juga. Ouch.

Sebelum anda memanggil siswi ini dengan beragam sebutan kejam bin kreatif, tarik nafas dan ingat: ini kabar dari Facebook lho. Facebook yang sama yang memberikan informasi kreatif tentang "Father make daughter suicide!!" (padahal isinya cuma virus) dan sebagainya, sangat tidak bisa dipercaya. Namun penyebaran HIV itu memang fakta, bukan fiksi. Sudah saatnya kita sadar dan mengakui hal itu.

Menurut anda angka 40 itu kecil? Tidak juga lho. Mari berhitung bersama: bila ada 1 pria HIV melakukan hubungan seks tanpa pengaman dengan 5 wanita, lalu 5 wanita tersebut masing-masing berhubungan dengan 5 pria lainnya, dan tiap pria tersebut berhubungan lagi dengan 5 wanita lainnya, itu saja berarti sudah ada 125 orang (yup benar, 125 orang!!) yang tertular HIV. Ini baru hubungan seks tidak aman. Coba ganti pria HIV tersebut dengan sebatang jarum narkoba/tato, hasilnya juga kurang lebih sebanyak itu.

Tunggu dulu, jangan terburu-buru menyalahkan wanita. Seringkali wanita hanya jadi korban dari perilaku beringas pasangannya yang hobi jajan kanan-kiri. Itulah yang sedemikian mencemaskannya dari HIV: orang-orang memilih bungkam karena adanya stigma negatif (terutama terhadap wanita) sehingga penyebarannya tidak terdeteksi. Beberapa teman saya berpendapat mereka lebih baik tidak tahu, daripada tahu dan dicap jelek oleh masyarakat. HIV/AIDS telah menjadi "lepra" masa kini, ditakuti dan dicap sebagai "Hukuman Tuhan". Tapi masyarakat sekarang sudah tahu lepra itu bukan "hukuman Tuhan", jadi sebenarnya kita mampu mengubah stigma tersebut.

HIV/AIDS bukan cuma milik pemakai narkoba/pencinta seks bebas/pengguna tato. Tenaga/relawan medis pun rentan terpapar HIV. Ada seorang penerima donor ginjal yang mendapat HIV dari donornya. Apapun yang membuat anda memasukkan/kemasukan cairan (terutama darah dan mani) ke tubuh anda (bisa jadi dari luka yang terbuka, tidak harus selalu melalui jarum suntik/hubungan seks), akan membuat anda berisiko tertular HIV.

Sebenarnya sama saja dengan tetanus (atau septicemia/keracunan lewat darah lainnya), tapi saya tidak melihat orang tetanus/septicemia divonis "hukuman Tuhan". Begitu pula untuk masalah drug-dependent nya, diabetes dan kanker juga drug-dependent namun tidak dianggap sebagai "hukuman Tuhan". Kanker serviks dulu dianggap spesifik untuk wanita yang "nakal", namun dalam bukunya (What The Dog Saw) Malcolm Gladwell mengemukakan fakta bahwa kanker serviks sebenarnya adalah imbas dari gaya hidup masa kini yang memiliki sedikit anak. Kita bisa mengubah stigma tersebut.

Apa yang bisa anda lakukan? Yang paling utama adalah mengakui (bila) anda memiliki faktor risiko, dan melakukan VCT (tes HIV sukarela). Tes ini gratis dan dapat diperoleh di RSUD manapun. Bila anda tidak tahu dimana, minta rujukan ke dokter kulit&kelamin di RSUD anda atau ke BKKBN terdekat. Oh ya, tes ini juga RAHASIA, jadi jangan khawatir :). Bila anda dinyatakan negatif atau memang tidak memiliki faktor risiko, maka anda bisa aktif mendorong orang yang anda kenal (dan beresiko) untuk melakukan VCT. Seperti halnya gerakan "go green", walau tampak kecil namun kepedulian anda akan berdampak besar karena saat sesi VCT akan dijelaskan dan diberi pengertian mendalam tentang HIV/AIDS, sehingga peserta VCT dapat menjaga dirinya lebih baik setelahnya.

Kenapa anda harus repot-repot ikut VCT dan/atau mendorong kenalan anda untuk ikut VCT? Karena semakin banyak orang yang mau mengakui faktor risiko HIV, maka makin banyak orang yang sadar bahwa HIV itu tidak sebegitu menakutkannya, dan semakin berkurang pula stigma terhadap HIV tersebut. Menurut pengalaman saya, mengakui saya memiliki faktor risiko ini yang paling berat, konseling dan tesnya sih baik-baik saja. Dan amat mungkin teman/keluarga saya akan menjatuhkan cap jelek terhadap saya berkat tulisan saya ini. Tapi saya yakin kepedulian dan keberanian kita mengakui faktor risiko ini akan membuat perubahan, dan dengan pesatnya penularan HIV sekarang ini di Indonesia kita harus mampu mengubah stigma tersebut untuk menekan penularan terselubung. Bila anda tahu maka anda akan bisa menjaga diri, baik hasilnya negatif maupun positif. Jadi tunggu apa lagi? Hubungi dokter anda / BKKBN terdekat secepatnya. Anda bisa membuat perubahan.

Saturday, June 18, 2011

Pelajaran dari 20 bungkus nasi

My Mama rocks. Iya, pasti semua anak yang sayang ibunya akan berkata demikian, tapi ibu saya (menurut saya) benar-benar keren, dan saya sangat berterimakasih pada Tuhan masih diberi kesempatan untuk hidup bersama dan belajar dari beliau.



Karena suatu kesalahan pemesanan (yang bukan dikarenakan saya atau Mama), pagi ini kami harus membayar IDR 100rb untuk 20 bungkus nasi untuk sarapan lengkap dengan lauk. IDR 100rb itu lumayan berat lho untuk menebus kebodohan yang bukan salah kami; dan rumah kami hanya terdiri dari 6 orang, jadi mau diapakan sisa nasi tersebut??

Dalam situasi seperti ini orang biasanya memilih salah satu diantara ini:
a) Bersikeras kepada pedagang nasi tersebut bahwa terjadi kekeliruan dan menolak membayar pesanan tersebut
b) Membayar sambil mengamuk pada orang yang melakukan kesalahan pemesanan tersebut
c) Membayar namun sibuk menangisi nasib
Tindakan A secara logika memang mungkin yang terbaik, namun pedagang tersebut akan merugi dan amat mungkin jadi marah/hubungan baiknya rusak sudah. Tindakan B dan C tampak menyelesaikan masalah, namun biasanya karena masih mendongkol nasi-nasi yang malang itu akhirnya terabaikan. Sama-sama susah kan jadinya?

Apa yang Mama saya lakukan? Menjadikan nasi-nasi tersebut sebagai sarapan, tentunya. Dengan mudah 8 bungkus nasi menghilang (adik-adik saya adalah cowok-cowok abg dengan selera makan yang besar, eh maksud saya selera makan yang sehat). Lalu beliau memisahkan nasi dan lauknya, dan memasak sedikit sayur tumis. "Lumayan lah, Ibu ga masak lagi" kata beliau sambil nyengir. "Kalau ada sisa nasinya nanti malam kita bikin nasi goreng saja. Hitung-hitung kita justru hemat banyak. Cuma 100rb sudah buat makan seharian, plus buat pegawai di toko Ibu." You know, she's right.

Disaat biasanya orang berkutat pada suatu masalah dan mencari si kambing hitam, mama saya menunjukkan lebih banyak yang bisa dicapai dengan mencoba mengatasi masalah tersebut. Bukannya sibuk menyumpah dan menangisi uang 100rb yang hilang plus surplus nasi yang kelewat banyak, Mama mengubah pola pikir beliau dan kami, dan memberdayakan surplus nasi tersebut sambil menyadarkan bahwa uang tersebut memang sebenarnya tidak "hilang".

Jangan bayangkan Mama saya seperti "mama ideal" ala sinetron, yang menghela nafas dan berkata ala martir/orang suci, "Tidak apa apa anakku, ibu siap berkorban untukmu...". My Mama swears. Nggak benar-benar menyumpah sih, namun beliau sepenuhnya mampu mengekspresikan pendapatnya. Beliau otentik dan tidak fake. Inilah yang membuat Mama saya beda dengan yang lain, dan membuat saya sangat menyayangi beliau: Mama benar-benar manusia(wi) dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tapi sanggup "think outside the box". Life is so much easier with her by my side.

Lainkali kalau saya terbentur masalah, maka saya akan tahu bahwa saya harus menenangkan diri dan memprioritaskan pemecahan masalah, bukannya panik dan sibuk menyalahkan orang. Pasti jadinya akan lebih lancar dan lebih baik. Semua berkat Mama dan 20 bungkus nasi tersebut :).

Tuesday, June 14, 2011

Mantan? Santan? Sama-sama Basi!



Seberapa jauhkah 'mantan' mempengaruhi kehidupan anda? Buat kenalan saya, tampaknya AMAT berpengaruh. Dia request friend orang yang pernah dekat dengan tunangannya (which is moi), lalu nekat request friend lagi setelah saya remove friend, kali ini plus bersama tunangannya. Rasanya pengen jedukin kepala saya ke tembok.

Masalahnya, saya bisa dibilang cuma 'kenal' sama pria ini, dan temu muka cuma dalam rentang waktu 3-4 bulan, terakhir beberapa tahun lalu. Kalau boleh jujur, saya ngerasa hubungan saya saat itu konyol. Hampir seperti pulang dugem mabuk dan bangun2 di kamar orang, sambil berkata: Omigod, WHERE AM I?? Yup, sebegitu bodoh dan memalukannya. Saya rasa pria tersebut juga merasakan hal yang sama. Jadi kenapa saya masih di add mereka sebagai friend??

Saya terkadang benar-benar merindukan masa-masa tanpa facebook. Saat 'mantan' hanyalah 'mantan' dan bisa disingkirkan jauh-jauh. Kalau dulu ya, begitu pisah ya sudah. Nomor hape dibuang, foto-foto dibakar, tutup buku deh pokoknya. Penasaran sama 'mantan'? Nasib. Karena ga ada yang bisa anda lakukan kecuali minta ketemu langsung, yang belum tentu dia mau. Ga seperti sekarang yang data pribadi mudah banget dicari di internet, termasuk stalking di facebook.

Kalau dipikir-pikir, apa sih untungnya menggali-gali si 'mantan' ini? Dia sudah 'mantan' gitu lho, dan anda yang disisi pasangan anda sekarang. Percaya diri sedikit lah. Kalau pasangan anda punya puluhan 'mantan', masak anda akan screening satu-satu? Such a waste of time. Yang saya tahu kalau pasangan saya punya puluhan 'mantan' I'll say goodbye, bahaya bo'...

Mungkin saya harusnya tidak se-reaktif ini. Siapa tahu kenalan saya memang hobi koleksi teman di fb, atau ingin koleksi semua orang yang dikenal pasangannya, saking in love nya mereka. Apapun itu, saya berharap mereka hidup bahagia selamanya. Apapun asal saya ga terbawa urusan mereka. I had enough on my plate :p.

Tuesday, June 7, 2011

Uang, Wisata, dan Ketamakan



Keren banget kan fotonya.... Ini sudut Bali yang saya sukai, Waterblow di BTDC Nusa Dua. Ada ombak yang memecah karang, ada pantai yang luas, ada padang rumput dan pepohonan hijau. Perfect banget buat foto-foto berdua pasangan. Itu kalau anda punya uang lebih IDR 2.5 Juta untuk izin foto disana. WTF?!!!

Yup, BTDC selaku pengelola Waterblow baru-baru ini memutuskan untuk bergabung dengan hampir seluruh pengelola kawasan wisata/resort dan mengenakan fee untuk mengambil foto profesional disana. Ini berlaku untuk semua lokasi di BTDC dan semua pemotretan komersil, jadi kalau anda cuma iseng latihan foto dengan model pun sangat mungkin anda kena palak, ehm maksud saya kena fee tersebut.

Tempat lain yang saya tahu antara lain: Mangrove (IDR 150rb?); Bajra Sandhi (IDR 350rb); Art Centre (IDR 150rb); Taman Ujung Water Palace (IDR 350rb); rumah makan yang punya akses ke sawah berundak/berteras di Ubud (300rb); GWK (IDR 1.5 juta); dan tentunya semua resort di Bali. Beberapa resort/hotel "merelakan" kita berfoto profesional selama kita menginap minimal 1 malam disana, ada yang minta minimal 3 malam (Grand Mirage), ada juga seperti Ayana dan Conrad yang tidak memperbolehkan anda berfoto secara profesional bila anda tidak menikah disana. Plus biaya tambahan bila anda ingin berfoto di SIgnature Spot mereka (e.g. Rock Bar Ayana). Ouch.

Untuk kawasan intern resort saya rasa ini bisa dimengerti, begitu pula dengan kawasan wisata buatan manusia lainnya (misalnya GWK). Bagaimanapun juga, mereka memang keluar uang banyak untuk membuat kawasan tersebut. Tapi bagaimana dengan kawasan historis seperti Taman Ujung? Dan kawasan wisata alam seperti sawah tersebut dan pantai-pantai (termasuk Waterblow)? Bukankah saya selaku orang Bali dan juga warga negara Indonesia berhak menikmati dan mengabadikan keindahan negeri saya, warisan budaya saya? Logika nya kok ga masuk ya sama saya, trus faedahnya apa buat penduduk sekitar??

Ada yang berpendapat kalau biaya tambahan itu wajar, karena kawasan wisata. Ok, terus pendapatan nya kemana? Apakah itu benar-benar disalurkan secara merata (Pancasila sila ke 5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia)? FYI ya, beberapa ratus meter dari hotel Nikko yang megah ada kelompok petani rumput laut yang hidup dibawah garis kemiskinan; dan beberapa ratus meter dari villa-villa mewah di Bukit, ada keluarga-keluarga yang bikin keripik bekicot (yup benar, BEKICOT!) untuk bertahan hidup. Ada yang bilang fee tinggi itu bagus karena memperkecil jumlah orang yang mondar-mandir disitu, jadi ga terlalu ramai/eksklusif. Ini buat saya konyol, karena saya seringkali diusir oleh satpam hotel saat saya jalan-jalan di kawasan pantai hotel tersebut walaupun secara hukum pantai tersebut milik umum. Bukankah itu hak saya selaku warga negara Indonesia dan keturunan Bali untuk berjalan-jalan di kawasan leluhur saya sendiri?

Jujur saya ga tahu harus berkata apa. Mau protes sama pengelola resort/wisata yang ngenain fee/"eksklusif" seenaknya itu percuma, karena toh mereka bukan orang Bali atau bahkan orang Indonesia. Mau negur pemerintah daerahnya percuma juga, karena jelas banget kebijakan pemerintah Bali saat ini adalah "demi Investor", bukan "demi masyarakat" (masih mau jualan pasir Bu Eka??).

Entah kenapa baik investor maupun pemerintah (dan sebagian masyarakat yang hidup dari wisata) tidak mampu berpikir bahwa saat semua lahan di Bali sudah habis, saat semua keindahan alamnya dikapling dan ditutup khusus untuk tamu hotel/resort, saat semua hal diberi label harga, tak kan ada lagi yang tersisa. Alam yang leteh/kotor dan rusak, turis yang menolak datang karena merasa jadi sapi perah, identitas diri kita sendiri yang menghilang beserta tanah warisan keluarga. Apa lagi yang tersisa bagi keturunan kita, atau bahkan bagi diri kita sendiri? Saya takut. Saya benar-benar takut.

Photos from: PhotoFactory Blog

Monday, June 6, 2011

The Gombals, oh The Gombals

Telepon berdering, gadis itu mengangkatnya sambil mengerutkan kening.
"Sayang..." sapa suara pria di ujung sana mesra. Gadis itu tersenyum, "here we go again", batinnya.
"Hey... tumben telpon..." jawabnya manis sambil otomatis merendahkan suaranya.
"I miss you, baby." jawab pria itu, suara gadis itu yang rendah mendesah selalu membuatnya bersemangat.
"Sibuk ga? Punya waktu untukku?" tanya pria tersebut,
"Ah... selalu ada waktu untukmu lah...." jawab gadis itu mesra.

Dan seterusnya.... :)

Ada orang yang hobinya mancing, ada orang yang hobinya main remote control. Salah satu hobi saya adalah flirting. Biasanya saya flirting untuk tujuan baik, yaitu kesejahteraan pasangan saya. Kalau anda tahu caranya, ga akan habis teknik-teknik flirting untuk membuat girang pasangan anda. Saat saya lagi single and good-looking begini, ahem maksud saya single and looking, barulah saya bertemu The Gombals and The Unfaithfuls ;)

Di era FB/SMS/smartphone ini pasti pernah dong ketemu paling ga salah satu dari mereka? The Gombals akan menggombali anda sampai anda takluk, dan The Unfaithfuls bakal selingkuh dibelakang anda atau justru menjadikan anda selingkuhannya. Bisa diduga, The Gombals biasanya tergabung dalam The Unfaithfuls, dan The Unfaithfuls sudah pasti salah satu The Gombals. Kedua tipe ini benar-benar bisa bikin mangsa yang lengah kelabakan.



Don't get me wrong, biar hobi saya flirting (yeah, I'm with The Gombals) prinsip saya adalah "ga boleh pasangan orang". Karena saya ga mau saya digituin juga, karma itu ada lho. Namun tampaknya itu tidak menghentikan usaha-usaha The Gombals (yang ternyata juga The Unfaithfuls) untuk mendekati saya. Karena dasarnya saya juga ga peduli sama mereka (it's a game, that's all), saya ga peduli kalau belakangan tau mereka punya orang, palingan saya langsung kabur. Yang menyebalkan kalau tiba-tiba saya dilabrak. Let me see, saya pernah dilabrak sama mantan tunangan, sama istri orang, sama pacar/pasangan resmi, sama tunangan orang, macam-macam deh. Dan saya cuma bisa bilang dalam hati, "Duh Bu/dek/tante, pasangan mu itu lho yang kudu diiket, jangan ngaku-ngaku single kemana-mana...."

Seingat saya dulu flirting itu perlu usaha, perlu modal. Gimana nggak: telepon nyaris tidak ada, kalau mau pdkt harus dirumah/sekolah, persaingan jelas dan terang-terangan. Jadi hubungan pun akan dipertahankan sebisanya. Susah payah dapatnya, man! Kalau sekarang: pulsa SMS/telpon nyaris ga ada harganya, bisa juga ngerayu lewat FB/Twitter/BBM, mau gombal apa aja ga ada yang bisa membuktikan (teorinya). Wajar banget sekarang semua orang sibuk merayu kanan-kiri, jadian kanan-kiri, dan putus secepat kilat juga. Saya kadang jadi miris, apa nggak ada lagi ya namanya "Kesetiaan" di jaman sekarang? Dan jadi lebih bingung lagi, serius nih orang-orang pada percaya dengan semua cyber gombal itu??

Seperti adegan telepon panas diatas (mungkin karena nelponnya dekat kompor), kita ga pernah tahu apa yang sebenarnya dilakukan lawan bicara/chat kita. Apa iya semua kata manis di wall/inbox FB kita itu spesifik buat kita dan ga diulang ke cowok/cewek lain? Apa iya semua SMS mesra itu ga di copy-paste dan di forward ke beberapa orang sekaligus? Apa iya chatting hangat bertaburan kata cinta itu benar-benar chatting berdua aja, dan bukannya chatting dengan beberapa orang sekaligus? We'll never know. Ga percaya? Percayalah :). A little secret: saya bisa flirting di telepon dengan mesra sambil ngerjain worksheet produksi saya di kantor. Ga romantis? Sangat. Teman saya sampai meledek saya, "Mending buka 0809 aja say, laku berat deh dikau..."



Pelajaran yang bisa kita tarik: Jangan percaya sama rayuan orang, terutama yang cyber (FB/tweet/call/sms). Kalau anda ga akan mau didekati dan dirayu oleh seseorang yang anda tidak kenal di jalan, maka kenapa anda mau dirayu orang yang anda tak kenal di internet? Sama-sama bahaya toh. Ingat juga bahwa banyak orang yang menganggap internet itu memberikan kebebasan untuk mengatakan apa yang ia ingin katakan, dan ia tak harus bertanggung jawab karenanya. Jadi jangan juga berharap semua kata-kata indah itu akan bisa dipertanggungjawabkan.

Cara paling gampang untuk ngecek: pantau selalu FB/tweet line nya. Saya nangkap beberapa Unfaithfuls karena clue-clue di FB mereka. Ada yang main aman, tapi begitu post status "saya sakit" langsung 20an cewek nanggapin; ada yang sama sekali ga punya foto tapi temannya perempuan semua; ada yang ga punya teman/saya di blok untuk tau isi FB nya (kenapa oh kenapa mas??? xixixixi). Pastinya yang paling berbahaya adalah yang ngakunya ga punya FB/bentuk sosial media lainnya. Saya ga pernah percaya alasan, "aku ga ngerti pakai FB/sos-med". Kecuali anda berkencan dengan orang diatas 60 tahun, alasan ini sama sekali ga valid. Yang sering saya temukan adalah ngakunya ga punya, padahal punya dan komplit dengan info pacar aslinya. Whooops.....

Buat The Gombals, saya tahu flirting itu menyenangkan (I'm one of you, remember?). Tapi lakukan dengan bijak ya: jangan flirting sama orang yang anda tahu akan serius menanggapi flirting-an anda; jangan flirting demi mencari mangsa/menambah trophy (I got 5 girlfriends now! or something idiot like that); dan jelas jangan flirting sama pasangan orang/bukan dengan pasangan anda. Safety (or should I say wisely) can be fun kok :D

Photo from 123rf.com
Cartoon from http://weheartit.com:8080/entry/3383554

Search This Blog