AdSense Page Ads

Friday, May 27, 2011

Dan Hasil Tes Saya Adalah....

Adakah diantara para pembaca budiman yang sudah melakukan tes HIV? Eits, tunggu dulu. Sebelum anda menutup jendela blog dengan emosi sambil ngomel "Saya bukan gay atau pemakai! Ga pernah seks bebas juga!", mungkin ada baiknya ngeh kalau HIV bisa kena ke siapa saja lho, termasuk tenaga medis dan orang yang "bersih". Tapi tenang, tesnya gampang kok :)



Waktu saya membulatkan hati untuk mengikuti VCT (konseling dan tes HIV sukarela) rasanya berat banget. Padahal wajar banget saya tes, karena saya pun pernah di bidang medis dan dengan demikian memiliki resiko terkena HIV tersebut. Bolak-balik saya berpikir, lebih baik pura-pura nggak tahu atau mending nekat cari tahu. Lalu saya memutuskan, saya tidak mau nanti keluarga saya tahu belakangan dari dokter atau surat kematian saya (lebay.com), jadilah saya mencari konseling.

Saat saya mencari konseling pun saya merahasiakannya benar-benar. Mulai dari e-mail yang saya buat khusus, nomor telepon yang saya beli khusus, sampai mengganti nama saya. Entah kenapa saya parno sekali dan tidak bisa lepas dari pikiran "Orang HIV/AIDS itu dianggap 'kotor'". Karena satu dan lain hal, saya terus tidak bisa melakukan konseling face-to-face, cuma bisa lewat telepon dan e-mail. Ini ga berguna sama sekali, pikir saya. Namun dengan berkat Tuhan saya akhirnya bertemu dengan konselor yang tepat. Yipeee!



Konselor saya menjelaskan bahwa tertular HIV dan terkena AIDS bukanlah akhir segalanya. Beliau menjelaskan bahwa AIDS memang penyakit yang mematikan dan membuat kita tergantung pada obat, namun bukankah diabetes atau kanker juga hal yang sama? Saya terdiam. It all makes sense. Saya pribadi pun lebih takut memiliki anak di luar nikah daripada AIDS, karena tanggung jawabnya baik ke Tuhan maupun keluarga akan lebih berat. Konselor saya lalu menjelaskan tentang kehidupan setelah didiagnosa tertular HIV, yang sebenarnya sama saja dengan kehidupan normal namun lumayan drug dependent, jadi ga ada bedanya dengan diabetes atau kanker.

Konseling normal biasanya berlangsung beberapa kali pertemuan, sampai klien merasa benar-benar siap. Terlepas dari fakta mengenai HIV/AIDS, orang tetap menganggap HIV/AIDS sebagai musibah, 'kotor', 'hukuman Tuhan', dan stigma ini yang sebenarnya lebih memberatkan dari penyakit itu sendiri. Karena saya sudah mengerti semua yang dipaparkan konselor saya, dan saya berpikir tidak ada bedanya saya tes sekarang atau 3 tahun lagi, jadilah saya dites hari itu juga. Saya siap, batin saya. (walaupun sempat terlintas berbagai rencana absurd/fantastis untuk menghilangkan jejak penyakit saya, termasuk kabur ke pedalaman pulau terpencil saat penyakit saya sudah parah agar tidak diketahui keluarga saya. Yeah, saya terlalu banyak baca buku LOL)

Keesokan paginya saya duduk manis di depan konselor saya, sementara jantung saya rasanya ingin melompat keluar dari dada saya. Beliau tersenyum dan membuka kertas tersebut. Hasilnya adalah..... positif.

Yup, saya positif tidak terkena HIV alias hasil tes saya adalah negatif ;). Maaf agak drama hehehe. Namun saya tetap diminta menjalani tes yang kedua 3 bulan kemudian, untuk meyakinkan bahwa saya benar-benar bersih.

3 bulan kemudian konselor saya mengucapkan selamat tinggal pada saya, karena hasil tes saya yang kedua pun negatif sehingga saya sudah dianggap "bersih". Saya nyengir bodoh dan berkata pada beliau, "Semoga saya akan bertemu dengan ibu lagi, namun tidak di ruang konsultasi ini." I've learn my lesson.

Kenapa saya repot-repot menceritakan ini pada anda? Karena saya ingin lebih banyak orang yang tahu bahwa tes HIV itu luar biasa mudah. Ini penting karena anda sangat mungkin tertular HIV. Dengan tingginya tingkat hubungan seksual dewasa ini (baik dibawah umur maupun dewasa,pacar/pasangan resmi atau HTS atau TTM atau dengan pekerja seks laki-laki dan perempuan); serta rendahnya tingkat kesetiaan (terimakasih untuk sinetron dan lagu yang tidak mendidik), risiko seseorang terkena HIV menurut saya lumayan besar. Itu baru dari soal hubungan, belum lagi dari pemakaian narkoba, dari transfusi darah/organ, dari ibu melahirkan, dari berbagai faktor sebenarnya.



Paling aman tentunya bersikap setia pada pasangan, dan jujur pada diri masing-masing, plus melakukan tindakan pengamanan yang diperlukan. Bila merasa pernah memiliki faktor risiko (relawan untuk rehabilitasi narkoba, tenaga medis di pusat HIV, etc - ga cuma yang jelek jelek aja lho hehehe),lakukan tes HIV tersebut bersama-sama, dan ulangi lagi 3 bulan kemudian, lalu bila keduanya negatif jauhi faktor risiko tersebut. Ini bukan hanya demi anda sendiri, namun juga bagi orang lain. Bila anda tidak sadar terkena HIV, pasangan adna atau orang lain bisa tertular juga lho. FYI, ada kasus dimana seorang pasien tertular HIV dari organ yang didonorkan padanya. Ternyata donor organnya waktu dites memang HIV negatif, namun 10 bulan sebelum mendonorkan ia sempat melakukan kegiatan risiko tinggi dan tidak mengetes ulang. Menyeramkan sekali bukan?

Buat pembaca Denpasar yang ingin melakukan VCT, bisa menghubungi klinik Merpati di RSUD Wangaya, ataupun di RSUD Sanglah. Di tiap RSUD biasanya ada klinik VCT ini, atau coba kontak ke kantor BKKBN terdekat. Yang saya rasakan, kerahasiaan benar-benar terjamin dan kita memiliki hak untuk mundur dari terapi (bila anda merasa tidak cocok dengan konselor anda). Yang penting sih menurut saya kejujuran dari dalam diri kita sendiri, untuk menerima bilamana kita memang punya faktor risiko. Karena dalam kasus HIV/AIDS yang serba tertutup, penyebaran diam-diam ini jauh lebih membahayakan. Jadi kuatkan diri anda, dan selamat mencoba :)

Campaign poster by http://nicoledhughes.blogspot.com/
2015 awareness poster from Flickr.com
Aldoxtina campaign from adland.tv

Monday, May 23, 2011

Aturan 10,000 Jam

"The key to success in any field is, to a large extent, a matter of practicing a specific task for a total of around 10,000 hours."

Apa persamaan Beatles (band super terkenal dari Inggris) dan Bill Gates (pendiri Microsoft)? Selain sama-sama sukses dan sama-sama luar biasa kaya, dan sama-sama dianggap "dewa" di bidangnya?
Mereka sama-sama berjuang dan berlatih selama lebih dari 10,000 jam di bidangnya. Hal ini yang kemudian menentukan kesuksesan mereka dan tentunya, kekayaan mereka yang melimpah ruah.
Waktu belum terkenal, The Beatles bermain di Hamburg, Jerman selama lebih dari 1200 kali, selama kurang lebih 8 jam sekali manggung. Bill Gates sudah mulai memprogram komputer dari umur 13 tahun dengan komputer SMP nya, dan saat dia dropout kuliah untuk mendirikan Microsoft dia sudah mengerjakan program komputer selama 10,000 jam.



Ini boleh dipercaya atau tidak, namun sementara mari kita beranggapan bahwa ini benar adanya. Seperti kata pepatah, practice make perfect.
Bila kita berasumsi ini benar, maka apa yang bisa kita lakukan untuk menjadi master/ahli/sukses dibidang kita? Ya itu tadi, mengerjakan hal yang sama selama 10,000 jam. Berarti untuk jadi sales yang baik perlu 10,000 jam melayani customer, untuk jadi fotografer/videografer yang hebat perlu 10,000 jam menggunakan kamera, untuk jadi editor handal perlu 10,000 jam mengedit.

Kedengarannya banyak ya? Sebenarnya nggak juga. Andaikan kerja selama 8 jam perhari, 25 hari per bulan, maka hanya dibutuhkan waktu 4 tahun lebih sedikit untuk menjadi ahli di bidang pekerjaan anda sekarang.
Ok, mungkin anda tidak terlalu suka dengan pekerjaan anda yang sekarang karena lebih suka pekerjaan sebagai pesulap (misalnya). Tidak ada larangan bagi Anda bisa berlatih menjadi pesulap, dan saat mendekati 10,000 jam saya yakin anda sudah (nyaris) menjadi pesulap handal. Tapi bila anda masih stuck dengan pekerjaan anda skarang, kenapa tidak melakukannya dengan maksimal? Dalam 4 tahun lebih sedikit anda bisa menjadi ahli dan (sangat mungkin) sukses di bidang tersebut, plus ahli dalam bidang sulap (bila anda juga berlatih 8 jam/hari, 25 hari/bulan). Double Success ceritanya.

Sebaliknya, 10,000 jam melakukan hal yang "sedang-sedang" saja maka akan melakukan hasil yang "sedang-sedang" saja. 10,000 jam mengasah kemampuan bersantai anda maka akan menghasilkan "ahli bersantai" (terdengar seperti Nobita nya Doraemon hehehe). Jadi kenapa tidak melakukan yang terbaik di bidang pekerjaan anda dan mendapatkan hasil maksimal? Think big, aim high. Berpikirlah hal-hal yang besar, dan incarlah sesuatu yang hebat. Toh anda ga rugi apa-apa. Semakin ahli anda maka semakin mudah pekerjaan anda, dan semakin berharga "nilai diri" anda. Percaya deh, mutu kehidupan pun akan meningkat ;)

Seperti dalam General Meeting terakhir, anda "besok" adalah anda "sekarang", karena "besok" pada hari nya akan menjadi "sekarang". Jadi jangan buang waktu lagi. Mulai target 10,000 jam anda sekarang :).

NOTE: Many thanks to HRD kantor saya yang sudah mengijinkan saya share salah satu "internal employment motivation note" ini. It's a gem!

*Picture taken from acus.org

Monday, May 16, 2011

Perang (Komen) di Dunia Maya? Hare Gene...

Pernah ga balas-balasan komen sama orang yang anda ga kenal di twitter atau FB? Pasti pernah kan :)

Teman saya post status yang cukup mengundang untuk dikomentari. Ada yang pro, ada yang kontra (atau lebih tepatnya menganjurkan untuk tidak berpihak). Entah kenapa malah jadi panjang komen-komennya dan ketiga kubu (pro, kontra, tidak memihak)sibuk serang satu sama lain. Padahal yang komen (hampir) ga saling kenal sama sekali. Bingung? Oke, anggap anda teman kantor saya, anda pasti tidak kenal teman SMA saya, ataupun temannya pasangan saya. Tapi kalian semua berdebat (dengan komen) di status saya. Terdengar aneh kan?



Pasti ada beberapa yang bilang ini normal. Nggak juga sih, karena saya yakin kalau semua "teman" berkumpul, dan saya mengajukan pendapat yang, erm, provokatif, belum tentu "teman" saya akan berani menyatakan pendapatnya. Bukan ga mungkin, tapi lebih kecil kemungkinannya dan pasti akan dipikirkan dengan baik-baik daripada salah ngomong dan jadi ga enak akhirnya. Terus (sebenarnya) apa bedanya kalau menyatakan pendapat di internet?

Ini bukan hanya terjadi di status teman saya sih, saya juga pernah mendapat serangan dan cercaan di sebuah tweet saya yang cukup menusuk, walhasil saya dimaki-maki sama mbak-mbak yang saya ga kenal. Buat orang lain mungkin Internet dianggap "membebaskan" karena mereka jadi bebas menyatakan pendapat, buat saya it's plain chicken. Jangan pernah komen sesuatu yang ga akan sanggup anda katakan secara langsung/face to face.

Yang bikin saya jengah juga saling serangnya, kaya kenal aja. Pihak A terus menyatakan pendapatnya dan terang-terangan menuding pihak lain salah, pihak-pihak lainnya juga ikutan menuding dan seterusnya. Jadi perang deh. Jujur, saya sampai sempet menyesal ikutan komen. Kita kan sama-sama menyatakan pendapat, kenapa harus maksain bahwa pendapat mereka yang benar? "Benar" itu relatif lho, kalau ga percaya baca buku sejarah yang berubah tergantung siapa yang nulis. Cuma Tuhan yang tau benar atau salah yang mutlak. Lagipula, yang "benar" pun ga dapat hadiah kok, ga menang jalan-jalan keliling dunia, terdengar aneh untuk maksain hal itu :D.



Terkadang saya merasa pake Internet sucks karena saya harus dealing sama hal ini: Komen-komen atau status-status yang ga jelas dan belum tentu berani dipertanggungjawabkan. Postingan-postingan negatif yang belum tentu ada maknanya (jadi buat apa di share coba??). Bener lho, saat saya merayakan Nyepi dan saat saya kehabisan pulsa merupakan saat yang amat membebaskan buat saya, karena saya tidak perlu melihat komen/status/postingan yang berpotensi merusak hari saya (walau tidak ditujukan buat saya). Tapi 90% teman saya cuma bisa saya kontak di FB, so be it :'(

Bukankah menyenangkan ya kalau kita bisa pakai Internet sebagaimana di dunia nyata. Kita akan bisa berinteraksi dengan lebih aman (kalau kita ga mau diajak ngobrol 2-3 jam oleh orang ga dikenal di dunia nyata, kenapa kita mau melakukannya di chatting?); Kita akan bisa berinteraksi dengan lebih beradab (kalau kita ga akan menyebut seorang wanita JELEK di depannya langsung, kenapa kita bisa melakukan hal itu di FB?); Kita akan bisa berinteraksi dengan lebih nyata (kalau kita mau menoba membaca bahasa tubuh lawan debat kita agar mengerti apa yang ia bicarakan, kenapa harus membabibuta tak mau mendengar penjelasan di forum internet?)

Kayanya yang paling aman buat saya adalah saya ga usah ikutan komen/post/share apapun lagi kalau berpotensi bikin orang ga enak dan/atau ga berguna bagi yang membaca. Easier said than done sih, bahkan bila saya post announcement tentang playboy berbahaya pasti banyak orang yang tetap akan tersinggung (e.g. pacar-pacarnya atau keluarganya). Saya cuma bisa berpikir masak-masak sebelum saya menulis/share sesuatu di Internet, dan berpikir lagi dengan matang sebelum saya menekan tombol "sent/share/post" tersebut. Dunia mungkin tempat yang menyebalkan, tapi bukan berarti saya harus ikutan menyebalkan kan?

*berharap postingan ini pun tidak (terlalu banyak) menyinggung orang dan sepenuhnya bisa berguna.

NOTE: cartoon image from http://www.cartoonstock.com, girl image from http://www.rebelliousarabgirl.net/2008/04/16/silent-until-further-notice/

Tuesday, May 10, 2011

Saya Bukan Supermodel, Terus Kenapa?

Sudah lihat iklan terbaru sebuah slimming product di TV Indonesia? Tag line (dan judul lagu pengiringnya): Live your dream.
Ermm... Maksudnya ada gitu yang Dream/Mimpinya cuma sekedar kurus? Wow. Sementara mimpi saya bisa keliling Indonesia dan mimpi teman saya bisa lebih kaya dari Soeharto. LOL yeah, i'm being quite a bitch here. Ga masalah pengen kurus dan langsing, tapi mungkin bisa lihat iklan Body Shop dibawah ini:



Yup, ada 3 Milyar wanita yang ga seperti supermodel dan hanya 8 yang memang supermodel. Jadi buat apa repot-repot?

Body Shop dan Dove adalah 2 company yang sangat saya sukai, karena sejauh ini iklan mereka sangat mendidik. Saya ga bilang anda salah atau absurd bila anda mati-matian ingin kurus/seperti supermodel, saya pengen anda menyadari bahwa anda ga seperti supermodel pun tidak apa-apa kok. Bila anda kelebihan atau kekurangan daging/lemak di bagian tertentu, it's perfectly fine selama itu masih kategori sehat bukan? Itu disebut normal :D

Masalah body image buat saya adalah masalah di dalam kepala kita, bukan badan kita. Kalau anda merasa nyaman dengan diri anda, dengan pribadi anda, saya berani taruhan anda tak akan repot-repot memikirkan berapa kalori yang anda habiskan saat makan siang hari ini. Sebaliknya, bila anda tidak merasa percaya diri dan benci diri anda, anda akan sibuk menghitung kalori, mengeluh, dan bahkan merencanakan operasi plastik/botox berikutnya. Why hurt yourself?

Mungkin anda berpikir bahwa saya cuma bisa ngomong saja, toh saya juga chubby dan penuh, ahem, lekukan :). Saya pernah lho kurus, jadi saya tahu memang mungkin untuk menurunkan berat badan dengan ekstrim. Yang diperlukan cuma jalan kaki kemana-mana, naik turun buanyak jembatan penyebrangan di Jakarta, regulasi porsi makanan, dan tekad balas dendam yang kuat. In the end saya turun hampir 10 kg hanya dalam 3 bulan, dan saya terlihat begitu sexy dan sehat. Lalu saya bosan, dan chubby lagi deh hehehe. It's ok, I'm a sensualist and enjoy my dining thoroughly ;)

Mau langsing atau berlekuk, itu bisa diatur dan benar-benar pilihan anda pribadi (walau ada beberapa tipe badan yang terlahir dengan tulang besar dan/atau dasarnya chubby). Namun selalu ingat, tidak apa apa kok untuk tidak memiliki bodi supermodel. Saya percaya orang yang pantas (baca: beradab) akan melihat diri kita dari hati kita, jiwa kita, dan hanya orang dangkal yang melihat dari penampilan kita. Bila anda suka dengan diri anda sendiri, tutup telinga anda dari omongan negatif dan nikmatilah hidup anda. Live your dream.

Monday, May 9, 2011

Sama, Seimbang, Setara

DISCLAIMER: Tulisan ini dibuat untuk wanita, namun bila anda bukan wanita dan mau membacanya sampai habis saya akan merasa sangat terhormat :)

Sebuah koran religius Amerika menghapus HIllary Clinton dan seorang wanita lainnya dari sebuah foto yang diambil saat pejabat Gedung Putih menyaksikan penyerangan Osama Bin Laden karena terlalu, ermm, provokatif.

Foto koran tersebut:

Foto aslinya:


Taraa….. (bunyi drum). Teman saya bilang saya "very sexual minded" (okay, I can be pretty lewd, happy?), tapi demi Tuhan saya ga bisa menemukan apapun yang provokatif dari gambar ini. What's so (dangerously) sexy about this pic??

Koran tersebut lalu mengeluarkan permintaan maaf, dan menjelaskan bahwa kebijakan koran tersebut adalah: tidak menampilkan wanita di dalam foto karena alasan agama yang mereka anut dan bukan karena menganggap wanita itu rendah. Read about it here.

Buat saya ini penjelasan ini punya 2 kelemahan:
1. Ini foto jurnalistik, dan etikanya adalah foto jurnalistik itu tidak boleh di"ubah".
C'mon, apa kita benar-benar pingin lihat Obama diedit jadi berkulit putih, atau presiden kita tercinta jadi tumbuh kumis? Nggak kan… LOL. Untuk buku/benda pribadi saya rasa terserah saja (walau White House dengan jelas menyatakan bahwa foto mereka SAMA SEKALI tidak boleh diubah), tapi ini untuk koran, untuk berita lho. Kemana semangat jurnalistik anda??
2. Kalau memang ga bole diedit, kenapa ga dicrop aja bagian yang ada wanita nya?
Emang sih itu berarti kehilangan beberapa pria di sekitar wanita-wanita tersebut, tapi katanya kesetaraan derajat, jadi harusnya ga masalah dong… :D

Agak "sakit" ya, di Amerika yang konon asal gerakan feminisme dan kesetaraan derajat masih saja terjadi hal seperti ini. Dan lagi-lagi "agama" yang dipakai. Bagaimana nasib wanita di negara lain, yang mungkin lebih kurang berkembang?



I'm a massive reader, saya begitu suka baca sampai hampir mendekati kondisi maniak. Dan dari berbagai cerita rakyat (spesialisasi saya) dari seluruh dunia, maupun dari kitab suci yang saya tahu, tidak ada satu agama atau kebudayaanpun yang menyatakan bahwa wanita diciptakan lebih rendah dari pria. Wanita dan pria setara. Secara biologis pun bedanya cuma Pria punya kromosom Y, itu saja. Tuhan itu maha adil. Kalau memang dianggap wanita lebih rendah dari pria, kenapa bentuk kita sama dan tidak berbeda seperti manusia dengan simpanse, misalnya?

Saya tahu argumen anda, bahwa secara agama (dan dalam beberapa kebudayaan) pria lah pemimpin, kepala keluarga, jadi wajar saja kalau wanita dilindungi, diarahkan, patuh pada pria. Sure, got no problem with that. Selama wanita tersebut masih punya "free will" tentunya. Kalau wanita tersebut "dipaksa patuh" itu masalah dan ga adil namanya. Seperti yang saya bilang, kita diciptakan setara. Bila pria bisa punya "free will", kenapa wanita tidak?



Di buku "What the Dog Saw" nya Malcolm Gladwell (sangat recommended!!), diceritakan perang produsen cat rambut Clairol (dengan tag line "Does she or doesn't she?") dan L'Oreal (dengan tag line "Because I'm worth it"). Clairol memainkan kartu domestik, bahwa wanita akan memakai Clairol agar pasangan mereka senang; sementara L'Oreal memainkan kartu feminis, bahwa wanita akan memakai L'Oreal agar diri mereka sendiri senang. Beda banget kan? Yang satu kubu ibu-ibu rumah tangga yang berdedikasi pada suaminya, yang satu kubu wanita karir yang berdedikasi pada, errm, dirinya? LOL. Tapi jangan salah, ada satu persamaan kuat disini: mereka memutuskan cat rambut apa yang mereka pakai (dan keputusan untuk memakai cat rambut itu sendiri!) dari diri mereka, dengan "free will". Beat that, boys.

So yeah, pria dan wanita itu setara. Ga lebih tinggi, ga lebih rendah. Jadi wanita pun bisa memilih apa yang ingin ia lakukan tanpa harus kehilangan apa yang ia percayai. Bila anda merasa ingin manut pada pasangan (pria) anda karena itu yang anda percayai atau sesuai kebudayaan yang anda pegang teguh silakan saja. Bila anda ingin setara dalam semua hal dengan pasangan (pria) anda karena itu yang anda percayai silakan saja. Lakukanlah apa yang menurut anda terbaik buat anda, karena bagaimanapun juga pria dan wanita setara. Ingat, anda pun berhak dihargai :)

Friday, May 6, 2011

Mirip Vs Nyolong? Hmmm....

Waktu lagi browsing-browsing saya menemukan website dibawah ini:


Bagus banget ya fotonya... Kesan dan "feel" nya mirip banget sama photography company favorite saya. Warna langitnya, posisi orangnya, corak awannya... Hmm... Tunggu sebentar... Sampai corak awan bisa dimiripin??? Ini usaha miripin atau usaha nyolong foto orang neh???

Foto asli, maaf, foto satunya lagi (ceritanya asas praduga tak bersalah) bisa dilihat di sini.

Siapa tahu ini memang foto dia, ya nggak?? Yang dengan keajaiban bisa sedemikian miripnya sampai corak awannya pun mirip... Atau dia mau upload foto miliknya tapi dengan ga sengaja malah keupload foto orang. Tetep praduga tak bersalah ceritanya. Itulah kenapa saya hide alamat websitenya :D

Saya pribadi sepenuhnya ngerti susah banget nyari makan sebagai fotografer sekarang. Seperti yang dibilang dengan penuh kesinisan oleh seorang WO salah satu wedding venue di Bali: "every monkey with DSLR thinks he's a photographer". Waktu saya mulai bekerja di wedding industry, jumlah photography company yang ada masih bisa dilacak. Kalau sekarang? Belum lagi para fotografer non-profesional (a.k.a tamu-tamu wedding) yang merasa, ahem, jago dan sibuk jeprat-jepret dan malah menghalangi fotografer yang ahli. Saat disuruh baik-baik untuk tidak menghalangi malah, "Hey, I'm a photographer too!" dan melambaikan Nikon/Canon seri terbaru mereka. Mas/Mbak, punya kamera bagus ga menjamin hasilnya bagus lho...

Tapi teuteup, sesusah-susahnya nyari makan sebagai fotografer mbok ya jangan pake foto orang sih. Nyebelin dan ga adil banget kan kalau hasil kerja kita yang susah payah malah diambil orang dengan enaknya. Tambahan lagi, ini menyesatkan banget. Kebayang ga kalau ada yang book dia karena naksir foto yang dia pasang di website padahal foto tersebut (mungkin) bukan foto dia sendiri?

Saya berharap semoga itu memang benar foto dia sendiri (ceritanya tetep praduga tak bersalah), tapi kalau bukan ya semoga
dia mau legowo (dan tahu malu) dan mengganti foto tersebut dengan miliknya sendiri :). Fotografer lain (atau yang hobi fotografi), jangan meniru ya.... ;)

UPDATE 9/5/2011: Saya terima e-mail dari fotografer yang bersangkutan, yang intinya dia menyesal dan akan mencabut post tersebut. Nice one! Thanks sudah mau jadi legowo ya Mas Fotografer :D

Thursday, May 5, 2011

Indonesiaku

Buku-buku vampir, chick-lit ga jelas, novel-novel romantis ga jelas, saya menyusuri rak buku di Periplus dengan penuh minat. Langkah saya terhenti di depan buku "The Tea Lords". Setengah sadar saya meraih buku tersebut, menelusuri gambar pemetik teh di sampul depan dan menelaah ringkasan buku tersebut (tentang kehidupan tuan tanah Belanda di sebuah perkebunan di Indonesia) di sampul belakang. Lalu saya menangis.


The Tea Lords oleh Hella S. Haasse merupakan sebuah cerita tentang kecintaan seorang tuan tanah Belanda terhadap perkebunan Indonesianya, dan konflik yang muncul antara ia dan keluarganya akibat kecintaannya itu. Baca ringkasan lengkapnya. Walau buku ini tampak begitu kuat (saya belum berkesempatan membeli dan membacanya), bukan karena buku ini saya menangis. Namun karena saya tak henti bertanya, "Kemana Indonesia yang dulu sedemikian indah ini?".

Waktu saya kecil dulu, Indonesia selalu digambarkan sebagai Zamrud Katulistiwa. Hamparan hijau yang membentang dari Sabang sampai Merauke, penuh berisi kekayaan alam. Betapa keindahan dan kekayaan Indonesia menarik para kolonialis dan pedagang dari seluruh dunia untuk mencicipinya, untuk ambil bagian. Betapa keindahan Indonesia membuat Raffles membuat Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor, belum lagi julukan Paris Van Java. Betapa melimpahnya hasil bumi sehingga para kolonialis berlomba untuk tinggal disini dan memperkaya diri mereka. Dan ya, mutu manikam yang sedemikian berlimpah sehingga dalam cerita-cerita kuno/cerita daerah Raja, Putri, keluarga kerajaan tampak selalu bermandikan berlian dan batu berharga lainnya. Indonesia adalah negeri dongeng, karena sedemikian subur dan berlimpahnya kekayaan negeri ini, sehingga Tuhan tampak meng-anak tiri-kan negeri lain.

Lalu kemana itu semua? Indahnya perkebunan teh di areal Puncak telah lama berganti menjadi deretan restoran dan vila tertutup, dan kesejukannya jauh berkurang tertutup oleh asap kendaraan. Kesenyapan pantai Bali dengan cepat hilang dan tersapu suara musik dansa yang menggelegar dari pub, cafe, dan hotel yang bertumbuh lebih cepat daripada jamur di musim hujan. Perjalanan Jawa-Bali yang dulu dipenuhi sawah-sawah dan pemandangan indah kini tertutup pabrik dan perumahan. Di kawasan seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi atau Irian (dan pulau-pulau kecil lainnya) pembangunan memang tidak sedemikian menyesakkan, namun akses kesana menjadi sedemikian mahalnya sehingga hampir tak mungkin lagi berhubungan dengan mereka. Dahulu pergi tamasya ke Kalimantan adalah sebuah petualangan, kini pergi tamasya ke Kalimantan tampak aneh karena dengan budget yang sama orang bisa pergi ke Kamboja, Thailand, atau lokasi eksotis lainnya. Kita kehilangan Indonesia.

Saya bukan ingin mengajak anda untuk membenci pembangunan, dalam beberapa segi saya pun menikmati pembangunan tersebut. Yang ingin saya lakukan adalah mengajak anda untuk melihat bagaimana Indonesia dulu. Betapa indahnya dan kayanya negeri kita, namun bila kita tidak berhati-hati maka semua itu akan lepas dari kita. Keindahan alam yang tertutup pleh bangunan beton, hasil panen yang dijual ke luar negeri sementara mengimpor barang murah untuk konsumsi dalam negeri, kekayaan alam yang dinikmati segelintir orang Indonesia sementara kerusakan alam yang parah dan pencemaran dirasakan oleh semua orang Indonesia. Ini yang dapat terjadi, ini yang sedang terjadi. Lalu bila semua itu hilang, kesuburan tanah kita, kekayaan alam kita, keindahan lingkungan kita, apa lagi yang kita punyai?

Saya harus sesalkan betapa tidak proporsionalnya media di Indonesia. Seberapa sering anda mendengar tentang keindahan di satu daerah, misalnya Sumbawa? Seberapa sering anda mendengar tentang kabar negatif (i.e. kemiskinan) disana? Pasti lebih sering soal miskinnya kan. Begitu pula tentang pertambangan di Papua, seberapa banyakkah hasilnya? Yang saya dengar hanyalah pembunuhan dan penyerangan yang kerap terjadi di sana. Memang, bad news sell. Berita buruk lebih menjual. Namun saya berharap media dapat lebih objektif dan bersama memajukan Indonesia dengan membuat masyarakat Indonesia lebih dan lebih lagi mencintai negerinya sendiri.

Ikutlah mencintai Indonesia. Dengan segala keindahannya, dengan segala kekayaannya, dengan segala keberagamannya. Muslim, Hindu, Kristen, Katolik, Batak, Padang, Menado, Papua, apapun itu, kita semua orang Indonesia. Mari berhentilah berpikir "ini demi agama/suku saya!", karena dahulu semua orang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia secara keseluruhan, bukan demi agama/suku tertentu. Mari berhentilah berpikir "saya tak peduli, yang penting saya senang!", karena kepedulian anda berarti bagi generasi Indonesia selanjutnya, terlepas apakah anda akan memiliki anak atau tidak. Ini Indonesia, negara kita tercinta. Cintailah Indonesia, lindungilah Indonesia, karena Indonesia begitu menakjubkan.

Tuesday, May 3, 2011

Free Will - Hiduplah dengan bebas!

"Free Will"

Free will atau keinginan bebas mungkin adalah kata terindah buat saya. Yeah, saya suka kebebasan saya. Sebegitu sukanya sampai saya memilih untuk single daripada bersama pasangan yang mengekang saya. I know, I'm psycho hahaha...

Apa sih "free will" itu? Free will atau keinginan bebas buat saya adalah kondisi dimana kita mampu memilih untuk melakukan atau TIDAK melakukan sesuatu. Free will adalah kebebasan untuk mengenakan rok mini disaat semua memakai rok panjang; kebebasan untuk memilih tidak merebonding rambut disaat semua orang memiliki rambut lurus menawan; kebebasan jalan-jalan sendirian di pantai atau tempat romantis lainnya tanpa pasangan; kebebasan memilih pekerjaan, pasangan, atau apapun yang kita inginkan.



"Free Will" bukanlah keegoisan tingkat tinggi yang melakukan sesuatu tanpa peduli orang lain, ataupun pilihan yang diambil berkat paksaan dari pihak-pihak luar. Kalau saya memaksa mengenakan baju terbuka di dalam tempat ibadah orang, saya bukan melakukan "Free Will" saya, tapi cuma nyusahin orang aja. Kalau saya memilih mengenakan baju tertutup karena saya takut dilempari batu atau dianggap "berbeda", itu jelas bukan "Free Will" saya.

Jadi apa yang diperlukan untuk memiliki "Free Will"? Kekuatan diri sendiri untuk berkata "YA!" atau "TIDAK", untuk memutuskan sesuatu dan berani menerima resikonya. Contoh praktis: Saya memilih untuk datang ke acara keluarga dengan segala konsekuensi yang mungkin timbul:
- saya dikejar-kejar orang sekantor karena ada kerjaan yang tertinggal
- ketemu saudara juuaaaaaauh yang tidak menyenangkan
- kenalan sama temannya saudara yang ganteng (ahem ;) )
Dari tiap keputusan yang kita ambil, banyak hal yang bisa timbul. Kemampuan untuk tetap memilih melakukan (atau tidak melakukan) sesuatu itu lah "Free Will" kita, kebebasan sejati kita.

Sekarang saya mau mengajak anda untuk berpikir, untuk merenung. Indonesia resminya sudah 66 tahun merdeka, namun sudahkah anda benar-benar bebas merdeka? Sudahkan anda memiliki "Free Will"? Bebas untuk memilih agama yang anda anut dan bukan hanya mengikuti keluarga; bebas untuk memilih merk hape yang anda butuhkan dan tidak hanya ikut selera pasar; bebas untuk mengepak koper/ransel dan liburan sendiri saat anda benar-benar jenuh di kantor; bebas untuk berpikir: "Ah peduli amat. Ini toh ga ngeganggu orang lain. I'm gonna do it!". Kalau belum, mungkin sudah saatnya anda mencoba membebaskan diri anda. Hiduplah dengan bebas, hiduplah dengan bahagia :)

Note: image taken from sugarshockblog.com

Search This Blog