AdSense Page Ads

Friday, September 13, 2019

Ceban Tiga



Ditolak karena nggak putih? Ya udah sih. Ntar kalau dia ketemu yang lebih bening diselingkuhin.

Ditolak karena nggak kurus? Ya udah sih. Ntar pas bersua yang lebih singset dia kabur.

Ditolak karena muka ngepas? Ya udah sih. Ntar pas dikedipin sama yang cakep dia menghilang.

Ditolak karena nggak kaya? Ya udah sih. Kita kan nyari pasangan, bukan piaraan. 

Intinya sih kalau dari awal kita dianggap 'kurang', sampai akhir pun akan selalu ada yang 'lebih'. Bagus sekarang mau setelah kita berusaha jadi seperti maunya, tapi gimana nanti saat dia ketemu yang 'lebih'?

Mungkin saya ratu pede yah. Kalau dengar cerita teman yang emosi memaki pasangannya karena cemburu, saya cuma bisa berpikir: "Repot banget sih. Cari aja yang baru."

Belagu banget, padahal saya nyari pacar disini juga setengah mati hahaha. Tapi kan loyalitas itu ga bisa dipaksakan. Kalau dia ga setia ya mau diapain lagi? Yang rugi kan elu kehilangan gue.

Bukan masalah cakep nggaknya sih, karena jelas-jelas saya ngepas. Saya disayang karena apa yang saya bisa berikan. Pokoknya bahagia sejahtera lah sama saya. Itukan hebatnya wanita? Kita yang mendukung pasangan dari belakang?

Bukan juga masalah tekanan lingkungan, walau itu ngefek banget. Dianggap perawan tua atau nggak laku itu sedih banget, tapi sedih mana berpasangan tapi dianggap keset?

Yang pada mau milih-milih pasangan ya monggo. Kita wanita juga harus berani pilih-pilih. Males kan kitanya hebat dapat lelaki yang bangsat? Ingat lho, ibu yang ga bahagia anak bisa ikut sengsara. Hayooo. 

Ini sih akhirnya kenapa dulu saya jadi sama bule. Udah kepepet. Kalau sama-sama brengsek mending sama yang bisa diajak ngomong kan? Atau yang nggak ngejudge walau mukanya sendiri ngepas bagai dompet akhir bulan.

Takut? Banget. Apa kata dunia. Seumur hidup nggak nikah karena dianggap bekas bule. Tapi daripada saya sama orang yang pas diajak ngomongin politik di Amrik plus dampaknya di Indonesia malah ngajak ngomongin Kangen Water yah gimana ya.

Kita tuh berharga. Jangan mau ditawar ceban tiga sama orang yang harganya goceng sekresek. Atau usaha bikin sesuai pesanan tapi pas klien nemu KW yang lebih mulus dihajar juga.

Kalau masih ngerasa ga berharga, yuk sana tingkatkan kualitas diri. Karir, hobi, pencapaian, self love, ini semua modal kita. Kalau elu ga doyan gue ya derita loe. I love myself toh.

Tuesday, September 10, 2019

Menggugat Kekuasaan




Siang ini dibuka dengan berita dari teman saya: "Livi Zheng mengadukan tiga media ke Media Pers" dan hati saya pun langsung mencelos. Saya teringat jaman Orde Baru, yang mengkritik pihak berkuasa bisa langsung di penjara, bagus nggak di-petrus sekalian. 

Oh iya, jaman orde baru itu jaman diktator, jaman tiran. Semua media asing menggambarkan Soeharto sebagai diktator. Ya itu ciri-cirinya, kita yang nggak bisa bersuara tanpa mendapat sanksi. Jokowi mah nggak ada apa-apanya. Baik banget si Bapak ini kalau dibandingkan Soeharto.

Apakah mbak Livi berhak marah? Pembunuhan Karakter? Yuk mari lho. Boleh banget mengadukan keberatan itu. Yang sangat saya takutkan adalah uang berkicau dan artikel-artikel itu ditiadakan, walau sebenarnya bisa dipertanggungjawabkan.

Saya kebetulan baca semua artikel di media yang diadukan Mbak Livi ini: Tirto, Asumsi, GeoTimes. Isinya memang mencengangkan tapi bukan berarti tidak bisa dibuktikan. Soal aliran sumber dananya, soal kevalidan klaim Livi, bahkan soal rumahnya itu semua bisa dicek dan dibuktikan dengan mudah.

Satu-satunya kemungkinan adalah para media ini dijegal karena mereka nggak memberikan hak jawab atau mengkonfirmasi kepada pihak Livi. Ya udah sekarang daripada main adu-aduan pihak Livi tinggal menunjukkan bantahan bahwa informasi itu tidak benar. Selesai.

Jadi sekarang kita tinggal menunggu. Menunggu apakah Dewan Pers bisa subyektif dan mengklarifikasi mana yang dilakukan pihak 3 media ini yang salah, dan apakah info mereka memang benar. Ataukah ketiga media ini akan dipaksa meminta maaf tanpa dijelaskan apa yang salah.

Karena kalau iya, berarti nggak ada gunanya membuat jurnalisme investigasi. Nggak ada gunanya membongkar cerita yang sebenarnya. Diam saja, daripada nanti kena masalah. Biar saja kita percaya semua yang disuapi pada kita, sama seperti jaman OrBa yang kita rindukan. 

Ini lebih horror dari film horror manapun sih, but ok. Mungkin kita memang suka sama yang model seperti ini, dan bukannya yang seperti Pengabdi Setan.

Wednesday, September 4, 2019

The Rule of The Game



#RuleofTheGame

"Hey ya, sorry I was pissed when we went to the movie. The guy I was sorta with was being an ass that day. Men, ugh."

First rule, people: let it be known that you are not available before going out with someone that might harbor interest in you. This stays true regardless of what everyone's gender involved.

You have a bed warmer? Tell your 'friend' that went on a one-on-one 'hangout' with you that. Especially if your bed warmer is never in the picture, thus there is no way they would know that. Or if you are not interested in them romantically.

There are ways to subtly do this. "That's great! My fucktoy hate scary movies, so having someone to go with is fun!" You don't have to go full frontal with "I have a partner" or "I don't swing that way."

Some will feel offended, of course. "Do you really think you are that attractive that I actually want you??" Some, and this is important, will be glad they don't have to waste their time on someone who is not ready to be with them.

"But it's just a fucktoy, nothing serious." Well don't get mad when people got hurt or accusing you of friendzone because you deliberately leading them. It is a kinda selfish thing to do. You can't have your Kate and Edith too.

I can't stress enough how important it is to care and considered about other people's feeling. It won't take that much from us.

Search This Blog