AdSense Page Ads

Sunday, April 17, 2011

Nilai Seorang Anak

Lashanda menaikkan ke-empat anaknya kedalam mobil, lalu dia menerjunkan mobil itu ke sungai Hudson di Amerika. Hanya anak sulungnya yang berusia 10 tahun yang berhasil menyelamatkan diri dan selamat. Lashanda dan ke-tiga anak lainnya tewas tenggelam. Baca cerita selengkapnya disini.

Apa yang bisa ditarik dari sini? Bahwa Lashanda adalah ibu yang kejam? Bahwa Lashanda simbol ke-"zionisan" Amerika? Bahwa Lashanda pantas masuk neraka? Buat saya yang bisa ditarik cuma satu: Lashanda perlu bantuan. Benar-benar perlu bantuan.

Lashanda memiliki 4 orang anak dari pasangan yang bukan "tipe ayah" atau "father material". Dengan kata lain ayah anak-anak tersebut peduli setan dengan anak-anaknya. Keluarga Lashanda sudah berusaha membantu mereka, membayarkan tagihan yang terlambat, membelikan popok dan peralatan yang lain, sampai menawarkan membuat acara ulang tahun untuk anak-anaknya. Sesaat sebelum ia menerjunkan mobilnya ke sungai Hudson, ia menelepon ayahnya untuk bilang ia minta maaf karena telah menjadi beban bagi ayahnya, bagi keluarganya.

Kondisi Lashanda jauh lebih baik daripada banyak wanita yang saya temui di sini, di Bali atau Jakarta. Setidaknya keluarganya masih rela dan tulus membantunya, setidaknya dia masih mendapatkan jaminan sosial, namun itu semua tetap tidak mampu membantunya menghadapi beratnya hidup. Lalu apa yang bisa membantu Lashanda? Jawabannya adalah kesadaran Lashanda dan orang-orang sekelilingnya bahwa anak itu bukan urusan main-main.

Seberapa sering kita mendengar anak muda yang hamil diluar nikah? Seberapa sering kita melihat seorang ibu dengan banyak anak, sementara suaminya tak sanggup (atau tak mau) menghidupi? Buat saya ini bukan karena seks diluar nikah, namun ketiadaan perencanaan kehamilan dan ketiadaan kesadaran bahwa anak merupakan tanggung jawab yang BESAR. Ingat seorang tokoh wanita yang dicerai suami nya, tanpa harta gono gini untuk menghidupi ketujuh anak mereka? Banyak yang bilang itu ibadah, tapi menurut saya itu kebodohan. Anak ga bisa memilih orangtua, tapi orangtua bisa memilih untuk memiliki anak/tidak DAN memiliki kewajiban untuk membesarkan anak mereka, bukan dengan entengnya pergi demi pasangan baru.

Jadi apa yang harus dilakukan? Yang paling utama adalah birth control, perencanaan kehamilan. Ini adalah sesuatu yang amat sangat penting. Pihak pria seringkali menolak wanita melakukan perencanaan kehamilan karena tidak menyenangkan (e.g kondom) atau tidak punya uang (e.g. spiral atau pil). Kalau anda sanggup nyisihin uang untuk beli rokok, maka anda akan sanggup nyisihin untuk beli pil KB. Berpendapat bahwa birth control itu dilarang agama? Oke, jadi pikirkan cara lain untuk menghambat kehamilan. Kalau perlu ga usah "main" sama sekali. Anak memiliki hak untuk diasuh dengan baik, mendapat pendidikan dan kasih sayang sehingga dia menjadi manusia berkualitas. Bila anda merasa sanggup mengasuh anak seperti itu, silakan saja. Namun bila anda ragu, atau dengan entengnya berkata "Tuhan pasti membantu.", hell no.

Yang kedua adalah parental support, dukungan kepada sesama orangtua (yang tak siap) atau yang berisiko menjadi orang tua (namun sebenarnya tak siap). Saya suka kesal sekali melihat teman-teman saya yang berada dalam abusive relationship menghibur satu sama lain dan berkata, "Pasti pasanganmu akan jadi lebih baik. Cintamu akan mengubahnya." Atau, "Kalau sudah punya anak pasti akan berubah." Pernah nonton Finding Nemo? Harapan demikian seperti mengharap Bruce (ikan hiu nya) berhenti makan daging. Dream on. Kalau bisa ya syukur banget, tapi kalau nggak? Teman anda yang akan terjebak di lingkaran setan itu, yang akan stres mental menghadapi pasangan ga benar plus anak yang mungkin ga sanggup dia urus. Lalu apa anda akan berani tanggung jawab sama saran anda tersebut?

Kalau anda merasa teman anda belum sanggup menjadi orang tua, atau pasangannya belum sanggup menjadi orang tua, beritahu dia. Saya kejam dalam hal ini, dan banyak teman-teman saya yang kabur karena sikap dan komen saya yang keras. Tapi saya ga mau ada lagi anak-anak yang tersiksa karena harus mengerti orang tuanya, atau orang tua yang membenci anaknya karena lahir saat kondisi orangtuanya belum siap. Ingat bahwa anak berhak mendapatkan yang terbaik, karena pastinya ia adalah yang terbaik yang Tuhan kirimkan ke dunia.

Tapi kalau sudah kejadian ya jangan malah sibuk men-judge: "Oh, siapa suruh jadi perempuan nakal!" atau "Lagian, nyari pasangan ga benar!". Anda juga belum tentu "benar" selalu kan. Shut your mouth and help her/him. Jujur, ada juga orang tua yang ga bertanggung jawab dan jadinya malah sepenuh hati menggantungkan diri sama bantuan kita. Bila ini yang terjadi, kasi tahu dia: dia yang berbuat, maka dia yang bertanggung jawab. Orangtua tidak berhak seenaknya melempar tanggung jawab terhadap anak ke orang lain. Help your friend(s), tapi lihat-lihat dan harus tahu kapan harus mundur.

Mungkin saya terdengar idealis sekali, dan juga sok tahu sekali. Mungkin iya. Yang saya tahu tanggung jawab untuk memiliki seorang anak amatlah besar. Punya anak bukan hanya masalah "membuat", namun juga "memberi makan", "memberi pendidikan", dan "membesarkan". Bukan hanya sampai ia sanggup menafkahi dirinya sendiri, namun juga agar membuatnya sanggup menafkahi keluarganya, membina keluarganya sendiri. Begitu banyak kehamilan tak terencana terjadi sekarang ini, baik diluar pernikahan maupun didalamnya. Dan kalau memakai logika kecil kemungkinan seorang anak dari orangtua yang tak siap (emosional maupun materi) akan sanggup membawa dirinya ke tempat yang lebih baik.

Lashanda dan anak-anaknya bisa selamat bila ia menyadari betapa berharganya anak-anaknya, betapa berharganya dirinya sendiri. Dia bisa selamat bila menyadari betapa besar kasih sayang orang-orang disekitarnya. Dia bisa selamat bila teman-temannya berhasil menyadarkan dia untuk memilih TIDAK memiliki anak dulu (setelah anak pertama nya). Dia bisa selamat bila ada yang mengulurkan tangan untuknya, dan dia mau menerima uluran tangan tersebut. Jadi ulurkan lah tangan anda. You owe your child(ren) that, you owe yourself that.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog