Saya di Amrik sini main kartu ras banget lho. Memanfaatkan sepenuhnya ke-Indonesia-an untuk bergaul dengan orang-orang (dan abang-abang ganteng) disini.
"Iya dingin ih, aku kan dari tropis soalnya" Dan abang-abang disini pun meleleh. Imuuuuut!! Makanya saya nggak wow sama orang asing yang numpang tenar di Indonesia. Gue tahu taktik loe, masbro. Kita sama-sama mengeksploitasi ke-asing-an kita hahaha.
Bagi tuan rumah, ada kebanggaan melihat tamunya (apalagi yang, ahem, menarik) mengagumi rumahnya, hingga ingin menjadi bagian keluarga. Iya ga sih? Padahal sama orang rumah sendiri si tuan rumah cuek, atau kadang malah dipaksa memenuhi standar yang lebih tinggi. "Elu kan ga spesial, cuy".
Tapi ke-asing-an itu nggak bertahan lama. Bahasa Inggris patah-patah saat baru tiba disini dianggap imut, tapi kalau masih ga becus setelah sekian tahun ya kok nyebelin. Muka eksotis juga lama-lama bikin bosan, dan akan selalu ada wajah baru yang 'lebih'. Nggak bisa sok asing terus.
Makanya sebenarnya kasihan sih sama orang bule yang numpang beken di Indonesia. Awalnya sih saya kesal, merasa mereka mengeksploitasi kita. Memanfaatkan ke-wow-an kita untuk merasa di awan, bermandi pujian dan "Abang ganteng banget sih!"
Seriusan, banyak lho yang disini mereka nggak ada apa-apanya, lalu di Indonesia diperlakukan bagai seleb, yang tetiba distop minta foto bareng atau semua minta mengobrol. Sementara di negara nya bilang "Hai" ke cewek saja dijutekin. Ya itu, karena di 'rumah'nya mereka nggak spesial.
Disini pun kalau sudah habis masanya, mereka (dan saya) akan nggak spesial lagi. Terus menerus memainkan kartu 'asing' hanya akan seperti Sarimin naik sepeda (topeng monyet). Semua tepuk tangan, semua memuji, lalu semua akan bubar. Sudah selesai hiburannya. Kasihan kan si Sarimin.
Padahal ke-asing-an itu modal lho, yang kalau dipakai dengan baik bisa menjadi asset. Bagi saya yang penulis, saya yang orang Indonesia tinggal di Amerika itu berkah banget. Saya memasukkan pola pikir Indonesia saya di artikel berbahasa Inggris saya, dan cerita Amerika di artikel berbahasa Indonesia.
Hasilnya? Tulisan yang unik dan mengena. Saya pun akan tetap dianggap 'beda', karena saya mampu menawarkan sesuatu yang tidak biasa. Saya tidak perlu (dan tidak bisa) hanya bergantung dari 'saya orang asing' untuk meraih apa yang saya inginkan.
Ini pelajaran bukan hanya untuk orang Indonesia yang diluar negeri, namun juga orang Indonesia dimanapun yang merasa 'asing'. Yang baru pindah ke daerah baru, misalnya, atau yang merasa pola pikirnya berbeda dengan orang sekitar.
Di masa dimana semua terlihat sama, perbedaan yang digunakan dengan benar bisa menjadi ujung tombak kita, yang membuat kita menonjol dan unik. Kadang yang unik itu identik dengan aneh dan jadi bahan bully, tapi kadang keunikan itu yang justru membuat orang memilih kita.
Perlu keberanian untuk mempertahankan siapa kita, walau berbeda dari kebanyakan. Perlu kepercayaan diri juga, dan dedikasi untuk menjadi pribadi yang 'unik' dengan tetap menghargai kearifan lokal. Ini semua terlihat jelas lho, dan nggak akan pudar oleh waktu.
Perlu pilihan juga, apakah kita akan menjadi positif atau negatif. Artikel ini awalnya berisi omelan terhadap bule-bule yang numpang tenar, tapi itu kan nggak ada faedahnya. Lebih baik saya membantu pembaca saya menyadari potensi diri mereka, daripada menghina orang lain.
Lihat sekeliling anda. Berikan dukungan dan tepuk tangan bagi orang-orang yang 'asing' namun berusaha menggunakan ke-asing-an mereka dengan sepantasnya, bagi orang-orang yang berusaha menjalani hidup dengan perbedaannya. Mereka keren. Kita pun juga bisa jadi keren.
Dan bagi orang-orang yang masih berusaha menangguk 'like' dan 'follow' dan 'Yu ar so hensom lah' dengan hanya bermodal ke-asing-annya (baca: kebuleannya), kita berikan tepuk tangan dan lempar receh. Yay, Sarimin pintar!
[Note: Untuk para Bule/orang asing yang serius mempelajari segala sesuatu tentang Indonesia karena mereka memang suka/demi pasangan mereka dan bukan demi receh: You guys are awesome!!!]