AdSense Page Ads

Wednesday, July 23, 2014

Si Kotaan yang Bermental Terjajah

"biasa dah kalo di indo, segala bentuk yg gratis langsung berebut, muke gretongan gak tau malu, temen2 gw yg di luar negeri gak begitu sih." - Komentar di artikel kompas.com tentang mudik gratis

Kata siapaaaaaa??? Kata siapa haaaaaaaah????

Tiap kali saya baca hal-hal seperti ini saya jadi emosi tingkat tinggi. Jangan dipelihara dong mental terjajahnya, kita sudah merdeka hampir 70 tahun loh! Yang berarti bahkan (kemungkinan) saat ayah-ibu anda lahir mereka terlahir sebagai orang merdeka dan bukan orang jajahan. Kenapa masih seperti ini sih kelakuannya??

Buat yang berpikir luar negeri itu lebih bagus, yang semua antri tertib dan beradab, sori dori stroberi anda salah. Saya memang baru tinggal di luar negeri setahun kurang, tapi yang saya lihat sejauh ini Amerika tak seindah di film, dan jelas tak seberadab yang anda pikir. Disini saat sale besar-besaran sebelum Natal dan tahun baru orang bisa desak-desakan injak-menginjak demi dapat barang diskonan. Disini banyak orang yang manipulasi dana kesejahteraan dari pemerintah, sengaja ga kerja biar bisa ngeruk itu dana kesejahteraan. Disini banyak orang ke minimart/resto fastfood bilangnya minta air putih yang gratis tapi pas dikasi gelas plastiknya mereka malah isi cola/soda [disini soda dan air putih itu boleh ambil sepuasnya/self serve]. Sama aja toh, sama-sama ga tau malunya. Dan ini bukan cuma di Amerika Serikat saja, coba iseng google berita dari berbagai negara, begini juga hasilnya. Baru-baru ini ada orang Australia mabuk dan mencoba membajak pesawat misalnya. Negara yang mungkin ga begitu-begitu amat mungkin cuma Jepang dan Singapura, itu juga karena tatanan/aturan di negara mereka ketat dan dijalankan dengan semestinya. Tapi kalau soal gratisan, soal ga tau malu, soal serakah dan mau menang sendiri, itu bukan penyakit khas suatu negara wahai sodara-sodara. Itu mah bawaan diri sendiri.

Tapi bukannya kita sadar bahwa ga tau malu itu bawaan diri sendiri, kita malah sibuk menilai orang lebih rendah atau lebih tinggi berdasarkan asal negaranya. Saya ulangi lagi, orang dimana-mana sama saja. Mau hidung mancung hidung pesek, kulit putih kuning coklat hitam, rambut pirang hitam keriting lurus, semua sama saja. Ada yang baik, ada yang egois, ada yang malu-malu, ada yang ga tahu malu, sifat-sifat yang anda lihat di tetangga dan keluarga serta teman anda ada semua di orang-orang negara lain. Gaya hidup boleh berbeda, tapi dasarnya sifat asli manusia ya sama. Itulah kenapa kita menuntut kemerdekaan kita dulu: kenapa kompeni yang sama-sama manusia (biarpun beda kulit) boleh nyuruh-nyuruh dan memeras keringat dan darah kita? Semua orang setara di dunia ini. Kalau kata suami saya (yang sering bepergian): semua orang sama, sama-sama nyebelin. Yah, dia emang anti sosial sih. Tapi serius, ketidaktahu-maluan dan keegoisan itu bukan karena si A atau si B orang Indonesia, tapi karena dia emang nyebelin aja. Ini yang harus kita camkan.

Celakanya walau kita berkoar-koar anti asing tetap saja kita 'manut' dengan pihak [baca: segala yang] asing dan mendewakannya. Coba nyalakan televisi anda dan bilang, berapa banyak artis di TV yang orang Indonesia tulen tanpa setitik pun darah bule? Atau setidaknya yang kakek nenek orang tua kandungnya benar-benar Indonesia asli (karena suku Betawi pun ada percampuran dengan Arab dan sebagainya)? Apa Ryder dan Pearce itu nama keluarga khas Indonesia? Tapi ditengah teriakan-teriakan anti asing yang kita kumandangkan, kita seolah tidak perduli bahwa kecantikan khas Indonesia tidak mendominasi layar kaca kita. Begitu pula dengan Bahasa Inggris, yang disebut-sebut sebagai kekurangan terbesar Jokowi dan disewotin oleh berbagai pihak. Padahal bisa bahasa Inggris itu suatu kemewahan, suatu privilese yang tidak bisa dicapai oleh kebanyakan rakyat Indonesia. Padahal ternyata Obama menyalami Jokowi pakai bahasa Indonesia. Kalau bisa makan ala barat di Indonesia rasanya sudah bergaya sekali, padahal masakan Indonesia jauh lebih enak dan lebih bergizi (dan barang mahal disini bo', rendang bisa seharga $10). Begitu pula dengan segala sesuatu yang ketimur-tengahan yang dibilang lebih suci dan lebih bermartabat dari yang asli Indonesia. Lalu mana Indonesia kita?? Mana??

Kata orang bijak apa yang kita tuduhkan kepada orang lain adalah proyeksi diri kita sendiri. Jadi saat anda - orang Indonesia - menuding sesama orang Indonesia dan bilang "Dasar orang Indonesia kampungan!" sebenarnya anda sendiri lah yang kampungan. Sebenarnya saya juga tidak tahu apa yang salah dengan istilah kampungan sih, orang kampung juga tetap manusia dan ada yang baik tulus egois rakus dan sebagainya. Gaya hidup mereka mungkin berbeda dengan gaya hidup yang kebetulan dibesarkan di kota, tapi isinya tetap sama. Lagi lagi kembali ke fakta itu: bahwa manusia itu sama saja isinya walau bungkus luarnya beda. Suami saya yang bule tidak bilang saya ndeso karena saya tidak becus pakai tisu toilet, dia malah memasang selang spray untuk di toilet agar urusan kebelakang saya lancar; dia tidak protes saya selalu minta sharing sepiring berdua dan/atau minta bungkus makanan sisa waktu kita makan diluar, dia mengerti saya tidak terbiasa membuang makanan; dia tidak meledek bahasa Inggris saya yang belepotan dan malah mengajarkan saya berbicara dengan grammar/tata bahasa yang benar agar saya bisa mendapat pekerjaan yang layak disini. Banyak orang di amrik sini yang menganggap saya terbelakang dan sebagainya karena dari negara dunia ketiga, tapi banyak juga yang kagum dan mengakui orang Indonesia itu tangguh dan serba bisa dan cantik (ehem...).

Bicara soal bangga jadi bangsa Indonesia, tahu tidak konsultan politik Indonesia menang melawan konsultan politik amrik yang sudah menangin presiden Mexico dan presiden Amerika? Terserah anda mau teriak-teriak Jokowi curang, tetap saja faktanya konsultan politik lokal pegangannya Jokowi (Mas Denny JA) yang menang lawan Rob Allyn (ini versi wikipedia). Amerika yang konon jawaranya demokrasi belum pernah punya presiden wanita, kita sudah. Amerika yang konon menjunjung perbedaan tidak banyak pejabat pucuk pemerintahan yang minoritas (baca: keturunan Asia), kita punya Ahok yang memegang ibukota pula. Jokowi 'cuma' lulusan UGM Fakultas Kehutanan, bukan seperti Obama yang memegang gelar Political Science dan kemudian lulus dari Harvard. Perlu 42 presiden sebelum akhirnya Amerika memilih seorang pria kulit hitam sebagai presiden mereka dan tidak berasal dari dinasti politik, yang cuma orang biasa saja; kita cuma perlu 6 presiden. Siapa yang lebih hebat coba? Ayo jawab... 

Jadi sudah ya, sudah cukup mental orang terjajahnya. Jangan lagi minder karena anda orang Indonesia, tapi minderlah dengan diri anda sendiri sebagai pribadi. Kalau masih mau ngotot bilang Indonesia jelek, silakan lho berusaha pindah ke luar negeri, buang kewarganegaraan Indonesia anda dan tinggalkan semur jengkol favorit anda; tapi tolong jangan cuma bercokol di Indonesia sembari ngedumel jelek dan katronya Indonesia dengan orang-orang yang tidak tahu malu dan kampungan. Tahu diri dikit mas dan mbak, tanah ini yang menghidupi anda dan keluarga anda dan leluhur anda dan mungkin anak cucu anda kelak kalau anda tidak bisa pindah keluar negeri, jadi hormatilah tanah dan negeri ini. Hidup Indonesia!


No comments:

Post a Comment

Search This Blog