Sudah mendengar kabar bahwa Hypermart Bali melarang karyawannya berjilbab? Yuk mari kita cermati sama-sama :)
1. HYPERMART BALI MELARANG KARYAWATINYA MENGGUNAKAN JILBAB! INI PERAMPASAN HAK HIDUP BERAGAMA!!!
Sabar, sabar... Silakan dibaca surat edaran diatas dengan baik dan benar. Disana tercantum kata-kata "...keberatan pemakaian busana muslim (kerudung dan peci nasional) bagi kasir Hypermart Mall Bali Galeria..." dan "...kami telah menghentikan pemakaian kerudung dan peci..."
Nggak ada soal pelarangan pemakaian jilbab toh? Kerudung dan Peci memang identik dengan busana muslim, namun yang diamanatkan dalam Al Quran setahu saya adalah jilbab yang menutup aurat, dan kerudung jelas tidak sama dengan jilbab. Ini berarti tidak ada pelanggaran atau pemaksaan terhadap seseorang untuk tidak mengikuti ajaran agama yang dianutnya.
Memang ada kata-kata 'penghentian pemakaian', tapi buat saya ini indikasinya pihak Hypermart sempat mengeluarkan instruksi bagi kasir Hypermart (baik muslim maupun non-muslim) untuk mengenakan kerudung dan peci saat bulan Ramadhan. Ini bukanlah hal aneh, karena setahu saya di Jakarta biasanya para front-liner dan CSO 'kompak' berkerudung dan berpeci di bulan Ramadhan, lagi-lagi terlepas apakah mereka muslim atau bukan.
Di Bali hal ini menjadi sorotan karena mayoritas penduduk Bali bukanlah penganut Muslim, dan terlebih lagi kerudung dan peci bukanlah budaya Bali. Wajar saja bila penduduk Bali merasa risih dan terganggu dengan pemaksaan 'budaya asing' tersebut. Kasus ini bukanlah hal baru, dan sebelum kasus Hypermart ini masyarakat Bali sudah terlebih dahulu memprotes peraturan dimana petugas jalan tol Bali juga diharuskan mengenakan kerudung dan peci saat bulan Ramadhan tiba, terlepas dari agama yang mereka anut.
2. MUNAFIK KAMU! BUKTINYA BANYAK KARYAWAN/KARYAWATI NON-HINDU DIPAKSA MENGGUNAKAN PAKAIAN BALI SAAT HARI RAYA HINDU!! APA ITU KALAU BUKAN PEMAKSAAN?!!
Ibu-ibu kondangan....
FYI tidak ada satupun diantara teman saya yang ikut sembahyang,
kecuali saya yang memang harus mengikuti persembahyangan karena acara keluarga saya
Wah, mungkin anda perlu buka-buka lagi buku SD anda tentang pakaian adat tiap propinsi hehehe... Pakaian adat ya pakaian adat. Di Bali pakaian adatnya (kebaya, kain, selendang untuk wanita serta kemeja dan kain untuk pria) memang dipakai untuk sembahyang ke Pura, namun bukan spesial untuk sembahyang saja. Pakaian adat Bali bukan seperti mukena yang wajib dipakai saat sholat, atau jilbab yang tercantum di kitab suci, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama Hindu. Anda bisa memakai pakaian adat Bali untuk mengunjungi acara sosial seperti Ngaben, Potong Gigi, Perkawinan, dan sebagainya; beberapa gereja di Bali bahkan mengadakan misa dengan pemeluk agamanya datang berpakaian adat Bali. Logikanya, kriteria pemakaian baju adat adalah apakah orang yang memakai berasal atau tinggal di daerah yang bersangkutan dan bukan agama apa yang dianut orang tersebut.
Kebaya sendiri bukanlah pakaian asli Bali, melainkan 'produk impor' dari Jawa yang kemudian diadaptasi oleh orang Bali. Bisa dibilang kebaya bahkan merupakan budaya nasional, karena bukankah kebaya bahkan sudah sering diadaptasi menjadi pakaian pengantin, bahkan bagi kaum Muslim? Seragam resmi pramugari Garuda Indonesia pun diadaptasi dari kebaya, begitu pula saat pemilihan Abang None Jakarta yang menggunakan Kebaya Encim. Sekali lagi, tidak ada korelasi antara agama dan pakaian adat Bali. Sebaliknya, tidak ada salahnya mencoba menghormati adat-istiadat yang berlaku di daerah yang anda kunjungi/tinggali. Waktu saya dan si akang ke Makassar dan Pare-pare dia berkeras bahwa saya harus pakai baju yang sopan untuk menghormati penduduk disana yang mayoritas Muslim. Akang saya dari Mamarika eh Amerika lho. Tapi tanpa dibilang pun saya pastinya akan berbaju tertutup, lagi-lagi demi menghormati adat istiadat setempat.
Bali termasuk unik karena memiliki peraturan yang cukup ketat demi melanggengkan kebudayaan Bali, misalnya saja ketentuan bahwa setiap bangunan harus memiliki sentuhan Bali (yang sayangnya sudah tidak diacuhkan) dan tidak boleh melebihi ketinggian pohon kelapa (yang untungnya masih diterapkan). Peraturan pemakaian busana adat Bali bermanfaat karena menghormati dan melestarikan budaya asli Bali serta menambah nilai jual, karena turis asing tentunya lebih tertarik dengan tampakan kebaya Bali daripada seragam sales biasa. Namun peraturan pemakaian baju adat ini pun tidaklah baku melainkan terserah masing-masing perusahaan. Selama saya tinggal di Bali saya belum pernah melihat pegawai rumah makan Warung Steak atau rumah makan Ayam Bakar Wong Solo yang memakai busana adat Bali walau di hari raya sekalipun. Ada hotel-hotel yang seragamnya terinspirasi busana adat bali (semi kebaya, selendang, rok), tapi ada juga yang tetap casual (kaus putih dan celana panjang). Jadi bila anda bekerja di Bali belum tentu anda harus mengenakan pakaian adat Bali.
3. BACOT! BACOT! KAMU TIDAK BISA MEMUNGKIRI BAHWA BANYAK DISKRIMINASI TERHADAP KAUM MUSLIM DI BALI!!!
Menurut KBBI, diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Saat saya dan akang naik angkot di Bogor kami harus membayar lebih mahal dari penumpang lainnya karena akang saya Bule. Discrimination detected!
Oh, saya tidak akan repot-repot mengingkari kok. Diskriminasi itu banyak dan bukan hanya di Bali, dan bukan hanya terhadap kaum Muslim. Seorang teman saya yang bekerja di LSM yang bertujuan mengentaskan kemiskinan memberitahu saya bahwa mereka menemukan beberapa kasus di Bali dimana aparat desanya mempersulit pembuatan surat keterangan miskin bagi warga Islam disana. Pertanyaannya adalah, apakah mereka melakukan itu karena membenci Islam atau karena mereka membenci pendatang (yang kebetulan beragama Islam)?
Saya orang Bali yang menganut ajaran Hindu, dalam kitab suci dan naskah suci kami tidak ada himbauan atau ajakan untuk membenci agama lain, apalagi untuk 'menjajah' dan 'menguasai'. Serius deh, ngurusin upacara dan banten/sesaji kami sendiri saja sudah luar biasa repot dan makan waktu kok. Tapi saya juga tahu rasanya jadi pendatang dan didiskriminasi kanan kiri, mulai dari dijutekin sampai dikasi harga berbeda dengan orang yang medok Balinya. Padahal saya asli Bali, tapi saya tetap didiskriminasi karena dianggap cuma pendatang/orang Jakarta berhubung logat dan gaya Jakarta saya sangat kental.
Lagi-lagi, ini bukan masalah agama/kepercayaan ya. Ini cuma masalah insecurity, ketidak-pede an. Sama seperti Tiffie tercinta yang main ngeblokir internet kanan kiri karena takut masyarakat Indonesia terpengaruh 'liarnya' budaya barat. Pendatang pasti akan membuat tatanan sosial masyarakat berubah, dan belum tentu semua warga masyarakat mau dan bisa menerima perubahan tersebut. Belum lagi bila pendatang yang dimaksud berkeras membawa dan menerapkan adat istiadat mereka sendiri dan bukannya berasimilasi terhadap kearifan lokal. Siapa sih yang mau tanah kelahiran mereka, daerah yang mereka cintai jadi berubah total atau bahkan hancur? Sekedar gambaran, umat Bali yang bertransmigrasi ke Lampung pun banyak 'diserang' oleh penduduk lokal. Ini bukan masalah agama, ini masalah insecurity dan kemampuan bertenggang rasa plus saling menghormati.
Balik lagi soal diskriminasi, yang mungkin ada yang bilang kalau mereka ditolak lamaran kerjanya di Bali karena mereka berjilbab. Saya pribadi sih percaya. Tapi lagi-lagi itu bukan kasus yang jamak dan sangat tergantung kebijakan perusahaan. Ini Indonesia bung, diskriminasi terjadi di berbagai sektor dan karena berbagai alasan. Kemungkinan anda ditolak karena memakai jilbab sama besarnya dengan kemungkinan saya ditolak karena tidak memakai jilbab di perusahaan lain. Tolak-menolak ini bukan hanya di Bali lho, tapi merata di seluruh Indonesia karena lemah atau bahkan tidak adanya hukum anti diskriminasi. Anda bisa mencantumkan kriteria apa saja untuk karyawan anda, dan tidak akan ada yang perduli atau teriak: "Tidak adil!!!!"
Coba anda iseng baca iklan di koran, banyak iklan lowongan kerja yang dengan jelas mencantumkan batasan umur, status pernikahan, dan bahkan agama. Sudahlah kalau agama ya, karena bisa jadi ini berkaitan dengan visi misi perusahaan. Soal umur pun masih bisa dimaklumi karena pegawai yang lebih tua biasanya kurang sigap. Tapi soal status pernikahan, siapa pula anda mempertanyakan status saya? Bagaimana kalau saya single tapi lebih rempong/repot dari orang yang menikah, atau sudah menikah tapi suami saya jauh jadi saya 'seperti' single? Apalagi bila di iklan itu tertera kata-kata 'Berpenampilan menarik'. Buat saya lebih sakit hati dan lebih tidak manusiawi kalau saya ditolak bekerja karena saya kurang menarik menurut perusahaan. Bukan karena mungkin visi dan misi saya berbeda dengan perusahaan, bukan karena saya tidak becus, namun karena saya kurang menarik yang notabene bawaan lahir dan tidak bisa saya ubah. Sakit hati ga sih kalau dipikir-pikir?
4. TAPI KAMU MEMANG MAU MENGHANCURKAN ISLAM!! BUKTINYA KAMU MENOLAK SYARIAH!!
Jelaslah masyarakat Bali menolak syariah, orang bukan budaya aslinya kok. Seperti yang saya bilang tadi, anda tidak mungkin ujug-ujug ke tanah orang dan memaksakan budaya/adat-istiadat anda sendiri. Apa mungkin anda yang WNI ke Singapura dan kekeh berdebat dengan polisi sana bahwa anda merasa hak anda sebagai manusia terampas dengan pelarangan permen karet di negara Singapura? Saya tinggal di Amerika eneg seeneg-enegnya dengan kelakuan orang sini yang asal buka mulut tanpa mempedulikan perasaan orang lain karena mereka tahu kebebasan berbicara mereka dilindungi pemerintah. Serius, eneg. Sudah ngebacot dan bikin sakit hati, tapi pas dibantah dan disuruh bertanggungjawab sama ucapannya langsung cari pengacara dan malah mengadukan 'perbuatan tidak menyenangkan'. Buat saya yang benar ya seperti di Indonesia, yang kalau buka mulut mikir-mikir perasaan orang karena hak bicara disini tidak dilindungi, dan walhasil kedamaian lebih terjaga karena orang selalu harus bisa mempertanggungjawabkan perkataannya. Mana yang lebih masuk akal? Pandangan saya toh? Tapi biar sampai berbusa pun saya tidak bisa memaksakan orang sini berubah jadi mengikuti cara pandang saya, yang bisa saya lakukan cuma menjalankan apa yang saya percayai.
Saya pribadi merasa tidak mungkin syariah Islam bisa dipaksakan untuk dijalankan di Bali, jadi spanduk diatas menurut saya nonsense. Bagi para umat Hindu bukan berarti saya tidak percaya ada 'usaha-usaha' ya, saya masih ingat waktu kuliah dulu setidaknya satu orang mahasiswa Hindu dikampus saya berpindah agama dengan suksesnya. Sebaliknya saya percaya dengan para umat Hindu sendiri, yang pastinya masih berpegang teguh dan menghargai ajaran asli leluhur dan agama yang kita anut. Mungkin saja akhirnya memang umat Hindu Bali tersapu bersih, tapi tidak dalam waktu dekat ini dan kita masih bisa mempertahankan ajaran agama dan adat-istiadat yang merupakan bagian dari diri kita. Jadi jangan terpancing dengan isu-isu 'syariah Islam' atau 'Islamisasi Bali', dan tetap fokus dengan kepercayaan kita sendiri. Tidak ada yang bisa menghancurkan Bali kecuali orang Bali sendiri, mari kita jaga agar generasi-generasi seterusnya bisa tetap mencintai dan menghargai budaya dan agama kita.
Buat teman-teman Muslim yang masih kekeuh bilang orang Bali mau menghancurkan Muslim atau ada agenda-agenda 'penghancuran' dan/atau 'pelaknatan' muslim di Indonesia, coba dibaca paragraf diatas. Itu bisa diterapkan di agama anda juga kok. Saya suka bingung bin ajaib kalau membaca posting di FB yang menyatakan "Islam Indonesia digoyang!". Siapa pula yang ngegoyang, pikir saya? Inul kah? DePe kah? Serius, coba pikir deh. Indonesia adalah negara dengan umat muslim terbanyak di dunia. Bukan di Asia tenggara saja atau di Asia keseluruhan, tapi di dunia. Bagaimana caranya kami yang kaum minoritas mau menggoyang anda-anda yang juuuuauh lebih banyak daripada kami? Posisi-posisi penting di pemerintahan pun semuanya diduduki oleh umat Muslim. Coba saja cek kabinet SBY, berapa banyak diantara para menteri tersebut yang beragama non-muslim? Ahok si wagub Jakarta memang bukan muslim, tapi mayoritas bawahannya pun Muslim dan dia bisa dengan mudah digoyang bila melakukan hal-hal yang merugikan umat muslim: membatalkan bulan puasa misalnya, atau melarang sholat Idul Fitri. Jadi bagaimana kami yang minoritas mau menghancurkan anda? Dan apapula faedahnya? Saya jelas tidak mau perang rebutan tanah seperti di Palestina. Apakah itu yang anda pikir akan terjadi? Pede dikit lah bro dengan agama anda sendiri.
5. TAHU DIRI KAMU! JANGAN KURANG AJAR! SUDAH BAGUS KAMI YANG MAYORITAS MAU TENGGANG RASA SAMA KAMU! JANGAN NGELUNJAK!!!!
Si Akang bersama teman-teman barunya di Sulawesi.
Tidak ada pertanyaan "Agama anda apa mister??" ataupun "Tahu diri ya di tanah orang mister!!"
Terus kenapa kita yang sesama orang Indonesia malah saling baku hantam?
Waduh, tapi saya di Indonesia ini kan juga punya hak yang sama dengan anda. Kami yang minoritas bukan ujug-ujug pindah ke Indonesia setelah Indonesia merdeka, namun sudah ada disini bahkan sebelum terbentuknya Republik Indonesia. Dulu pas perang kemerdekaan tidak ada yang protes, "Oh loe jangan ikut-ikutan kita perang ngelawan Belanda ya. Loe lain agama/suku sama kita soalnya. Biar kita mati pun jangan ikut-ikut bantuin ya, pokoknya ini eksklusif perang agama/suku gue aja." Saya tahu tidak ada yang seperti itu karena di buku sejarah ceritanya seluruh rakyat Indonesia bersatu melawan penjajah. Seperti cerita sapu lidi itu lho, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, dan dengan bersatu kita semua (termasuk pejuang-pejuang minoritas) sukses menyapu bersih penjajah.
Anda boleh saja mencoba main diskon dan bilang "Tapi agama saya mayoritas, jadi jasa saya lebih bermakna", tapi apa anda bisa yakin 100% bahwa Indonesia ini bisa merdeka dan menjadi sebesar ini tanpa sedikitpun bantuan dari umat non-muslim? Silakan anda cari dengan baik dan benar negara mana di dunia ini yang bisa bertahan tanpa bantuan sedikitpun dari negara (dan agama) lain. Kita manusia hidup sendiri saja nggak bisa kok, apalagi suatu negara. Coba anda hidup 100% dari produk buatan penganut agama anda, bisa tidak? Ini berarti semua kebutuhan hidup harus anda penuhi sendiri dan tidak membeli produk pabrik atau buatan orang lain sedikitpun (karena bisa jadi 'tercemar' tangan pekerja beragama lain dalam pembuatan/pendistribusiannya), dan jelas tidak bisa mengakses internet ataupun telekomunikasi lainnya. Bahkan untuk merpati pos pun anda harus pikir-pikir, karena bagaimana bila burung itu tidak sengaja makan/minum di kebun orang yang lain agama. Untuk jalan kaki pun harus waspada, karena bisa jadi jalan yang anda lewati itu dibangun oleh pekerja yang lain agama. Repot tenan kan? Oh tidak, anda jangan curang dan pakai dalil 'bisa memakai bila tidak ada pengganti yang lebih baik' sebagaimana jawaban banyak orang saat disindir kenapa menyiarkan anti Yahudi via FB yang jelas dimiliki Yahudi. Kalau anda mau protes dan membenci umat agama lain yang konsisten dong.
Anda masih berkeras bahwa anda 'lebih benar' dari saya karena ajaran agama yang anda anut? Hmm... Gimana ya...? Perasaan anda bagaimana saat mendengar umat Islam yang minoritas di negara-negara Barat diperlakukan tidak adil? Kesal dan marah kan? Kalau prinsip saya yang minoritas ga boleh belagu dan harus berterimakasih anda yang mayoritas mau 'tenggang rasa' sama saya, maka anda nggak boleh protes kalau umat Muslim di negara lain yang jadi kaum minoritas diinjak-injak juga. Itupun kalau benar masalahnya soal agama dan bukan karena mereka pendatang/imigran. Nah kebayang kan perasaan kami yang sudah tinggal disini bersama anda selama berabad-abad, mungkin bahkan dari jaman prasejarah, lalu tiba-tiba disuruh 'terimakasih' karena anda sudah 'tenggang rasa'. Siapa elu gitu... Saya disini ga cuma ngontrak/nyewa tanah anda bang.
6. SAYA TIDAK PERCAYA KAMU!! SAYA TIDAK PERCAYA!! DASAR PEMBENCI ISLAM!!
We love the blue of Indonesia... It's our kind of blue...
(and we believe it's yours too hehe)
Yo wis kalau tidak percaya. Anda mau baca sampai sejauh ini saja saya sudah beryukur kok :) . Apalagi kalau anda bisa membuka mata anda dan mau mencoba mencerna apa yang saya coba uraikan, makasiiiiih banget lho. Kalau anda malah marah dan bersumpah berjihad melawan saya (duh ekstrim banget deh), mari saya tekankan sekali lagi: saya tidak membenci apalagi melawan Islam. Saya hanya mencoba meluruskan berita-berita yang beredar di masyarakat karena kapasitas saya yang mengetahui kondisi yang sebenarnya di Bali. Saya juga mencoba menekankan 'common sense' karena sangatlah penting bagi bangsa Indonesia untuk bersatu dan tidak terpecah-belah. Saya benar-benar tidak melihat bagaimana Islam yang sudah ratusan, bahkan ribuan tahun di Nusantara ini bisa 'terkhianati' bila umatnya harus hidup rukun dengan umat beragama lain. Benar kan? Kita sudah hidup rukun sejahtera selama berabad-abad, kok kayanya konyol yang sekarang malah sibuk curiga tidak karuan. Ini mengingatkan saya dengan politik Divide et Empera nya Belanda, yang mana Belanda berhasil menguasai Indonesia dengan memecah belah. Bukankah itu yang terjadi sekarang? Selalu antara 'saya dan kamu' atau 'kami dan kalian' (baca muslim dan non-muslim), dan bukannya kita dan mereka (Indonesia dan negara lain). Yang menang ya yang memegang kekuasaan atas kedua kelompok ini, dan belum tentu dilakukan demi kebesaran (atau keruntuhan) agama tersebut. Lebih mungkin demi profit dan kekuasaan, maklum namanya juga manusia.
Ada alasannya kenapa para pencipta kawalpemilu.org itu merupakan orang Indonesia yang berasal dari luar negeri: mereka melihat dan mengerti bahwa Indonesia bisa sama atau bahkan lebih hebat dari negara adidaya. Saya tinggal di Amerika baru setahun, tapi saya sudah bisa membayangkan betapa hebat Indonesia bila kita mau bersatu dan mengesampingkan perbedaan. Disini orang cacat mental maupun fisik bisa hidup normal, bisa mencari pekerjaan dan bahkan mencapai pendidikan tinggi. Diskriminasi pun bisa ditekan, dan masyarakatnya bisa merasa aman dalam lindungan hukum. Kriminal, baik yang kerah putih maupun yang preman, tetap banyak; begitu pula dengan orang-orang egois yang mau mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadinya. Tapi setidaknya ada harapan yang lebih baik bagi generasi muda kita bila kita mau bersatu dan bekerja sama demi Indonesia, dan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama apa yang anda anut. Indonesia hanya butuh dedikasi anda dan kepercayaan anda terhadap rekan sebangsa dan setanah air. Itu saja. Apakah anda siap untuk tantangan ini?