Iya, itu judul memang sarkasme banget. Kadang-kadang bingung sama ibu-ibu dan bapak-bapak yang hobi ngeshare "Parenting Dos and Don'ts". Niatnya sih baik ya, tapi perubahan itu dimulai dari diri sendiri. Percuma kan ngesharing soal "Puasa gadget" kalau papa-mamanya masih lengket dengan gadget masing-masing. Bisnis sih bisnis, tapi anak kecil mana ngerti bedanya. Situ pegang gadget, ane juga mau. Atau soal anak berkata baik dan santun. Kalau orang tuanya sibuk nyinyir ini itu anak juga mencontoh. Anak-anak itu peka lho, mereka bisa merasakan emosi negatif walau tidak mengerti kontennya. Lalu tentang anak teriak-teriak, kadang-kadang anak juga bisa frustasi. Tapi kadang-kadang juga cuma ngikuti mama-papanya yang membentak-bentak si Mbok ato pak Supir.
Beda orangtua dan lingkungan ini kentara sekali diantara anak-anak tiri saya. Kebetulan saya punya dua anak tiri dari dua ibu yang berbeda. Yang satu super cerdas seperti mamanya, yang satu lagi super hangat seperti mamanya. Yang satu nggak bisa lepas dari gadget, yang satu nggak bisa lepas dari coklat dan permen. Lagi-lagi ini tergantung orangtuanya. Yang hobi gadget walau masih kelas dua SD sudah punya iPod, iPad, dan hape sendiri, yang hobi coklat walau masih balita tiap kali jadwal kunjungan kerumah kami dibekali satu kantong permen. Yang satu ngomongnya sudah dewasa dan canggih, yang satu senangnya bercanda nggak karuan. Lagi-lagi persis seperti mamanya masing-masing.
Tugas saya dan suami saya adalah bertindak sebagai penyeimbang. Kami memberikan aturan agak ketat kepada yang biasanya dibiarkan bebas dirumahnya, dan melonggarkan aturan untuk yang biasanya diatur ketat dirumahnya. Yang diajak keliling Eropa oleh keluarga mamanya kita ajak ke Skidrow dan tempat-tempat murmer, biar tahu dunia nggak cuma hotel mewah dan uang nggak menentukan kadar kebahagiaan, kita bisa senang-senang dimanapun asal niat. Yang cuma nongkrong disekitaran kota bareng mamanya kita ajak ke tempat-tempat eksotis dan menarik, biar tahu dunia itu luas dan dia bisa meraihnya. Tapi untuk mereka berdua aturan dasarnya sama: be kind, be nice, and we love them so much.
Saya ingin bilang kalau saya dan suami berhasil dalam (membantu) membesarkan anak-anak kami. Tapi mereka kan bukan trofi, bukan barang. Alasan kenapa kami mengajarkan mereka untuk sopan etc bukan biar orang melihat dan berkata: duh sopannya, hebat orangtuanya... Anak sopan, santun, baik bukanlah pajangan buat dibanggakan. Kesopanan, kesantunan, kebaikan itu didepannya akan sangat membantu (social skill) anak itu sendiri. Bayangkan dunia dimana anda tidak perlu ngomel, "Duh, itu orang nggak sopan banget sih!" ; atau yang relatif bebas kriminalitas karena manusia-manusianya mengerti bahwa merampas hak orang lain itu salah. Kita tidak membesarkan barang milik kita, kita sedang membesarkan harapan dunia. Kalau terlalu muluk buat anda, pikirkanlah secara objektif: apa yang akan anda lakukan kalau anda yang dewasa bertemu orang dewasa lain yang ringan tangan, hobi teriak, atau egois? Nggak banget kan?
Bukti lain kuatnya mendidik dengan mencontohkan adalah soal perbedaan antara manusia. Suami saya bule kulit putih, ibu-ibu anak-anaknya kulit hitam, dan saya orang Asia kulit coklat. Di Amerika yang perbedaan ras masih menjadi hot topic, keluarga kecil kami memandang perbedaan ras sebagai sesuatu yang normal. Keluarga suami saya dan keluarga ibu-ibu anaknya pun mau tidak mau harus melihatnya sebagai sesuatu yang normal. Bagaimana tidak, kami normal kok, saling mencintai menghargai etc tapi beda warna saja.
Saya rasa saya beruntung. Anak-anak tiri saya mendapat kecerdasan, kepekaan, dan kebaikan turunan dari ayahnya. Mereka kalau dibilangin mudeng dan mau mendengar. Konsep sebab akibat juga dapat diterima oleh mereka. Banyak orang tua lain yang mungkin tidak seberuntung saya. Kita yang dewasa saja kemampuan komunikasinya berbeda-beda, apalagi anak-anak yang kosa katanya masih sedikit dan masih dalam pencarian diri. Tapi kemudaan dan kecilnya tubuh mereka tidak mengubah fakta bahwa mereka adalah individu, bukan hanya "anak papa dan mama".
Ingatlah ini saat anda ber-parenting ria:
- Apakah anda sebagai individu sudah melakukan apa yang anda minta anak anda lakukan? Jangan seperti ibu kepiting yang memaksa anaknya berjalan kedepan dan bukan menyamping
- Apakah yang anda minta dari anak anda akan berfaedah untuk anak anda kedepannya? Individu apakah yang anda harapkan tercipta dari parenting anda? Yang realistis ya, orang yang santun baik taat beragama dan rajin menolong nenek-nenek menyeberang jalan memang terlihat oke banget, tapi bagaimana dengan isi jiwanya? Apakah dia akan bisa bahagia dan merasa damai?
- Dan yang paling penting: sudahkah anda mengakui hak dan individualitas anak anda? Sebagaimana bunga, kita ingin anak kita mekar indah dengan sepenuhnya dan bukan hanya jadi pajangan di dalam vas. Mengertilah bahwa tiap manusia berbeda, termasuk anak-anak anda.
Lagi-lagi semua kembali ke kita sebagai orangtua. Walau dikemudian hari waktu anak akan lebih banyak dihabiskan di sekolah daripada di rumah, tapi orang tua tetaplah figur sentral, pilar penting dalam hidupnya. Jadi saat anda menshare atau menyimpan artikel-artikel parenting tersebut tanyakan pada diri anda: "saya sudah melakukan ini belum ya?". Bila jawabannya "Belum", saatnnya anda mengaplikasikan ke diri anda terlebih dahulu. Seperti kata sebuah iklan: "Buat anak kok coba-coba?".
A little bit of this, a little bit of that, and all the things the cat sees along her way
AdSense Page Ads
Thursday, January 21, 2016
Tips Parenting: Jangan Lupa Dishare Ya!
Labels:
Indonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment