Teman saya tidak suci.
Dia muslim tapi tidak pakai jilbab. Dia bisa saya bujuk untuk menemani saya ke klab malam. Dia kadang genit dan flirty. Dia pernah punya pasangan bule (dan awet selama bertahun-tahun). Dia tidak malu berbikini ria di pantai di Bali. Dia tidak ragu meraih apa yang ia inginkan. Dengan kata lain, dia sama sekali bukan tipikal wanita muslimah yang sering digambarkan oleh Ustad-ustad dan Kyai-kyai dan Habib-habib di Indonesia: yang menutup diri, yang kalem, yang menjalankan agamanya sampai pol. Dia wanita modern dengan pikiran yang sudah rusak oleh pengaruh bangsa asing, konon katanya.
Tapi si wanita yang tidak suci ini, si wanita 'kafir' ini yang pertama kali memposting penggalangan dana untuk Gaza di newsfeed Facebook saya. Banyak teman saya (yang ibu-ibu atau bapak-bapak terhormat) me-like atau share gambar atau status yang berkaitan dengan tragedi kemanusiaan ini, namun teman saya yang pertama kali saya lihat di FB dengan aktif menggalang dana bersama klub arisannya. Yup. Teman saya yang tidak suci.
Di pilpres 2014 ini banyak sekali orang yang 'mendadak suci'. Kenapa mendadak? Karena sibuk menilai dan menghakimi (plus berusaha menjatuhkan) capres yang tidak mereka sukai hanya berdasarkan 'kadar agama' mereka. Capres A kurang beragama karena ini dan itu, Capres B jelek karena ini dan itu; padahal kalau dipikir, apa hak mereka untuk menilai dan menghakimi? Bukankah hanya Tuhan yang berhak menilai dan menghakimi ciptaan-Nya? Sayangnya saling tuduh dan saling menghakimi ini bukanlah suatu hal baru, walau memang sangat kentara di pilpres kali ini. Seberapa sering kita melihat postingan sosial media seseorang dan dengan cepat berkomentar "Ih dia emang ga bener...", atau berpikir kita lebih baik dari seseorang karena kita menjalankan agama kita dengan 'lebih baik' (baca: lebih by the book) daripada dia? Dan ini mencakup semua agama lho: Orang kristen di Amerika yang mendukung gay/pasangan sesama jenis dicap bukan Kristen sejati, saya yang dicibir dan disindir karena saya tetap makan daging sapi walaupun saya Hindu, teman saya (yang lain) yang teman baiknya memutuskan tali persahabatan dan berlagak tidak kenal hanya karena teman saya menikah dengan seseorang yang bukan muslim.
Saat anda berpikir anda lebih baik daripada orang lain, apapun alasannya, disanalah kejatuhan anda. Kebanggaan (atau mungkin lebih tepatnya kesombongan) adalah buah terlarang yang bila dimakan akan membuat anda terusir dari Taman Eden; karena tidak lagi anda bisa melihat dan menghargai indahnya dunia dengan segala isinya, sebaliknya anda terperangkap dalam pikiran 'benar'-'salah' dan menghabiskan energi anda menganalisa dunia walaupun tugas anda hanyalah menjalani hidup dan menjadi lebih baik, bukan menghakimi dan mengurusi urusan orang lain.
Saya sering melihat teman saya yang tidak suci ini mendermakan recehan atau uang yang ia punya kepada ibu-ibu tua atau bapak-bapak renta yang mengemis di jalan. Dia selalu ada untuk saya kapanpun saya butuh seseorang, atau lebih tepatnya dia selalu ada untuk temannya yang membutuhkan - karena saya juga melihat betapa ia perduli dan mau membantu temannya yang lain, kapanpun dan dimanapun. Dia tidak mau membicarakan hal buruk tentang orang lain atau bergosip tanpa fakta. Dia sangat menyayangi dan menghormati kedua orangtuanya. Dia tidak suci. Dia bukan ustadzah atau santo, dia bukan orang yang anda inginkan untuk pasangan anak anda yang super suci dan bersih sebagaimana 'anak Tuhan'; tapi kalau malaikat menanyakan saya siapa yang saya rekomendasikan untuk masuk surga, dengan senang hati saya akan merekomendasikan teman saya yang tidak suci ini. Suci di mata kita belum tentu suci di mata Tuhan, dan saya yakin Tuhan kita yang Maha Pengasih akan lebih menghargai umatnya yang perduli dan mengasihi sesamanya (sebagaimana diri-Nya sendiri) daripada yang meng-klaim suci dan oke tapi hanya perduli dirinya sendiri.
Agamamu, agamamu. Agamaku, agamaku. Tidak ada yang berhak menilai seseorang apalagi atas dasar agama kecuali Sang Pencipta. Agama itu urusan seorang manusia dengan penciptanya, dengan Tuhannya, dan jelas bukan urusan anda. Sudah saatnya kita mengerti hal sedasar ini dan berhenti menghakimi orang lain.
Biar pada adem...
No comments:
Post a Comment