Kabar burung terakhir dari Facebook: karena seorang siswi SMA tertular HIV, 40 siswa pria di SMA yang sama tertular HIV juga. Ouch.
Sebelum anda memanggil siswi ini dengan beragam sebutan kejam bin kreatif, tarik nafas dan ingat: ini kabar dari Facebook lho. Facebook yang sama yang memberikan informasi kreatif tentang "Father make daughter suicide!!" (padahal isinya cuma virus) dan sebagainya, sangat tidak bisa dipercaya. Namun penyebaran HIV itu memang fakta, bukan fiksi. Sudah saatnya kita sadar dan mengakui hal itu.
Menurut anda angka 40 itu kecil? Tidak juga lho. Mari berhitung bersama: bila ada 1 pria HIV melakukan hubungan seks tanpa pengaman dengan 5 wanita, lalu 5 wanita tersebut masing-masing berhubungan dengan 5 pria lainnya, dan tiap pria tersebut berhubungan lagi dengan 5 wanita lainnya, itu saja berarti sudah ada 125 orang (yup benar, 125 orang!!) yang tertular HIV. Ini baru hubungan seks tidak aman. Coba ganti pria HIV tersebut dengan sebatang jarum narkoba/tato, hasilnya juga kurang lebih sebanyak itu.
Tunggu dulu, jangan terburu-buru menyalahkan wanita. Seringkali wanita hanya jadi korban dari perilaku beringas pasangannya yang hobi jajan kanan-kiri. Itulah yang sedemikian mencemaskannya dari HIV: orang-orang memilih bungkam karena adanya stigma negatif (terutama terhadap wanita) sehingga penyebarannya tidak terdeteksi. Beberapa teman saya berpendapat mereka lebih baik tidak tahu, daripada tahu dan dicap jelek oleh masyarakat. HIV/AIDS telah menjadi "lepra" masa kini, ditakuti dan dicap sebagai "Hukuman Tuhan". Tapi masyarakat sekarang sudah tahu lepra itu bukan "hukuman Tuhan", jadi sebenarnya kita mampu mengubah stigma tersebut.
HIV/AIDS bukan cuma milik pemakai narkoba/pencinta seks bebas/pengguna tato. Tenaga/relawan medis pun rentan terpapar HIV. Ada seorang penerima donor ginjal yang mendapat HIV dari donornya. Apapun yang membuat anda memasukkan/kemasukan cairan (terutama darah dan mani) ke tubuh anda (bisa jadi dari luka yang terbuka, tidak harus selalu melalui jarum suntik/hubungan seks), akan membuat anda berisiko tertular HIV.
Sebenarnya sama saja dengan tetanus (atau septicemia/keracunan lewat darah lainnya), tapi saya tidak melihat orang tetanus/septicemia divonis "hukuman Tuhan". Begitu pula untuk masalah drug-dependent nya, diabetes dan kanker juga drug-dependent namun tidak dianggap sebagai "hukuman Tuhan". Kanker serviks dulu dianggap spesifik untuk wanita yang "nakal", namun dalam bukunya (What The Dog Saw) Malcolm Gladwell mengemukakan fakta bahwa kanker serviks sebenarnya adalah imbas dari gaya hidup masa kini yang memiliki sedikit anak. Kita bisa mengubah stigma tersebut.
Apa yang bisa anda lakukan? Yang paling utama adalah mengakui (bila) anda memiliki faktor risiko, dan melakukan VCT (tes HIV sukarela). Tes ini gratis dan dapat diperoleh di RSUD manapun. Bila anda tidak tahu dimana, minta rujukan ke dokter kulit&kelamin di RSUD anda atau ke BKKBN terdekat. Oh ya, tes ini juga RAHASIA, jadi jangan khawatir :). Bila anda dinyatakan negatif atau memang tidak memiliki faktor risiko, maka anda bisa aktif mendorong orang yang anda kenal (dan beresiko) untuk melakukan VCT. Seperti halnya gerakan "go green", walau tampak kecil namun kepedulian anda akan berdampak besar karena saat sesi VCT akan dijelaskan dan diberi pengertian mendalam tentang HIV/AIDS, sehingga peserta VCT dapat menjaga dirinya lebih baik setelahnya.
Kenapa anda harus repot-repot ikut VCT dan/atau mendorong kenalan anda untuk ikut VCT? Karena semakin banyak orang yang mau mengakui faktor risiko HIV, maka makin banyak orang yang sadar bahwa HIV itu tidak sebegitu menakutkannya, dan semakin berkurang pula stigma terhadap HIV tersebut. Menurut pengalaman saya, mengakui saya memiliki faktor risiko ini yang paling berat, konseling dan tesnya sih baik-baik saja. Dan amat mungkin teman/keluarga saya akan menjatuhkan cap jelek terhadap saya berkat tulisan saya ini. Tapi saya yakin kepedulian dan keberanian kita mengakui faktor risiko ini akan membuat perubahan, dan dengan pesatnya penularan HIV sekarang ini di Indonesia kita harus mampu mengubah stigma tersebut untuk menekan penularan terselubung. Bila anda tahu maka anda akan bisa menjaga diri, baik hasilnya negatif maupun positif. Jadi tunggu apa lagi? Hubungi dokter anda / BKKBN terdekat secepatnya. Anda bisa membuat perubahan.
No comments:
Post a Comment