A little bit of this, a little bit of that, and all the things the cat sees along her way
AdSense Page Ads
Sunday, August 16, 2015
Elanto dan Internet: Hadiah Terbaik Dirgahayu Indonesia yang ke 70
Sunday, February 5, 2012
Facebook dan Tewasnya Keasyikan Kencan Pertama

Facebook kills. Seriously. Bukan membunuh yang ekstrim sih (tolong hilangkan gambaran pisau berdarah-darah dari pikiran anda), tapi membunuh kenikmatan kencan pertama. And it sucks.
Saya bertemu seorang pria disebuah acara kencan buta beberapa waktu yang lalu. Pada pertemuan pertama saya sangat excited dan benar-benar menikmati malam itu. Lalu saya meng-google dia, plus men-trace facebook dia. Pertemuan kedua saya entah kenapa kurang memuaskan, saya rasa karena saya sudah tahu sebagian tentang dirinya. No fun in guessing. Namun keingintahuan saya menang, dan tak lama setelah pertemuan kedua saya berhasil mendapatkan hampir semua riwayat hidupnya, mulai dari nama orangtua hingga pacar-pacarnya.
Orang bilang curiosity kills the cat, well it sure kills me. Membunuh selera saya sih, karena saya jadi lumayan malas bertemu dia lagi. I know all about him, he knows nothing about me. Yang sebenarnya ga tepat juga, karena kami baru bertemu 2x dan sms-an hanya beberapa kali. Saya ga tau sama sekali tentang orang ini, namun akses ke facebook nya membuat saya merasa saya sudah kenal dia semenjak sekolah.
Ada yang berpendapat knowledge is power. Jadi sah-sah saja nge-browse soal teman kencan untuk info lebih lanjut, sama halnya dengan nge-browse info tentang company tertentu sebelum wawancara kerja. You'll never know what you'll find. Saya pun selalu melakukan facebook+google screening ini untuk mengeliminasi orang-orang yang berbahaya (playboy, sexual predator, agen toko online). It works, but it's really not fun anymore.
Pembaca yang seangkatan dengan saya (usia 27-35 thn) pasti ingat bagaimana 'pendekatan' dilakukan sebelum era hape dan facebook. Dari pandangan pertama, usaha mendapatkan nomor telepon (rumah) nya, kencan pertama yang berusaha menebak apa kesukaannya (dan berharap tebakan anda soal makanan favoritnya benar), semua ini membuat jantung berdebar tidak karuan dan kencan menjadi sesuatu yang amat ditunggu. Sekarang yang perlu anda lakukan hanyalah melihat 'likes' pasangan anda untuk mengetahui restoran mana yang harus anda tuju dan topik apa yang harus anda bicarakan. Seperti memancing ikan dengan sonar dan GPS, ga seru.
Tentunya ini tidak berlaku untuk semua orang, ada orang-orang yang mungkin berterimakasih atas data-data Facebook. Orang yang pemalu misalnya, begitu pula stalker dan sexual predator, atau yang iseng, erm, ingin tahu seperti saya. Tapi seperti yang saya jelaskan, pengetahuan itu bisa berguna, tapi juga merusak keasyikan. Mungkin lebih baik bila saya tidak tahu, toh belum tentu yang orang tulis di Facebook benar. We'll see.
Ngomong-ngomong, timeline nya Facebook itu benar-benar ladang emas informasi untuk stalker lho, mudah dan cepat mencari informasi tentang diri anda dan teman-teman anda. Berhubung semua wall facebook akan otomatis menjadi timeline dalam waktu dekat ini, saya sarankan untuk segera menggganti ke timeline karena anda akan memiliki waktu 7hari untuk mengedit dan menghapus hal-hal sensitif. FYI dari timeline orang ini saya bisa mendapatkan tempat-tempat kerjanya, teman-teman (dekat?) nya, sampai saudara dan orang tua nya. Padahal saya bukan teman nya di facebook, hanya kebetulan memiliki mutual friend. Jadi hati-hati ya...
Tuesday, January 10, 2012
Saya Mundur, Roger!
Apakah hanya saya saja yang merasa tersesat dan tertipu disini?
Ini rentetan klasik banget: Saat sebuah berita sensasional (baca: buruk) hadir, maka pihak yang dituduh akan mengeluarkan klarifikasi (dalam hal ini pak Polisi), lalu pihak yang menuduh (dalam hal ini pembuat berita) akan mengeluarkan pernyataan yang memjustifikasi/membenarkan beritanya. Pertanyaannya adalah, dari mana kita tahu bahwa penulis berita memang menyatakan yang seharusnya (dan pembelaan si tertuduh i.e. pak polisi ini cuma "ngeles"); dari mana kita tahu penulis berita yang memang menyatakan hidup lebay? Jawabannya adalah: kita tidak tahu. Atau tepatnya, saya tidak tahu.
Jujur, lumayan muak melihat berita yang ada dan saya kehilangan orientasi akan mana yang benar dan yang salah. Begitu banyak jawaban dan jawaban dari jawaban sehingga hampir tak mungkin menentukan mana kepala dan mana ekor. I got lost. Sementara masalah utamanya yaitu kriminalitas tertutupi oleh sensasi yang menggelegar. Sorry, kalau si pencuri pisang ini cacat mental maka yang harusnya dikejar adalah tuntutan lebih berat bagi orang yang menyuruhnya, bukan malah demo agar ia dibebaskan. Mengambil hak orang adalah kejahatan, sekecil apapun itu. I think we need to realize this. In the meantime, saya memutuskan untuk tidak dekat-dekat dengan headline/berita menggelegar. Saya mundur, roger!
Wednesday, January 4, 2012
PERIKSA KEMBALI HEADLINE ANDA!
TOLONG. PERIKSA. KEMBALI. HEADLINE. ANDA
Contoh Headline:
Contoh isi:
Kuatno (22), seorang pemuda yang menderita keterbelakangan mental menjadi tahanan kepolisian dan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cilacap, Jawa Tengah hanya karena dirinya tertangkap basah mencuri pisang bersama temannya.
Adakah diantara para pembaca budiman yang bisa menemukan apa yang salah?
Ayo, perlahan-lahan kita bedah.
"Anak cacat mental ditangkap gara-gara pisang"
"Pemuda dengan keterbelakangan mental masuk tahanan karena mencuri pisang"
Saya membayangkan seorang anak yang benar-benar terbelakang tertangkap tangan dengan barang bukti 3 atau 4 buah pisang [yang terpaksa ia ambil untuk menyambung hidup, atau tak sengaja ia ambil karena tidak tahu]. Ada lagi yang membayangkan lain? Ada yang membayangkan bahwa yang ditangkap adalah pria berusia 20 tahunan yang mencuri 9 tandan pisang? Bahkan usia 17 tahun pun sudah tidak bisa lagi dianggap "bocah" ataupun "anak".
Bukan beberapa buah pisang untuk menyambung hidup atau karena ketidak tahuan seorang bocah cacat mental, namun 9 tandan pisang. SEMBILAN tandan pisang! Dengan berasumsi satu tandan berisi 7-10 sisir, dan satu sisir berharga 12 ribu rupiah, orang ini (bila berhasil) bisa mendapatkan hingga SATU JUTA DELAPAN PULUH RIBU RUPIAH!!!! Yang berarti hanya sekali sikat mereka mendapatkan uang senilai gaji seorang pegawai minimarket yang harus bekerja banting tulang selama 1 bulan penuh. Headline dan isi berita tersebut bukan hanya tidak adil namun juga bias/mempengaruhi opini masyarakat. Ini sebuah kasus kriminal murni yang ditulis seolah-olah terjadi ketidak adilan terhadap pelaku pencurian. Berita macam apa ini???
Maaf bila saya terdengar begitu emosi, namun saya percaya bahwa jurnalis (begitu pula profesi lainnya) memiliki tanggung jawab terhadap apa yang ia tulis/lakukan. Tentu saja, berita ketidakadilan polisi terhadap seorang bocah terbelakang menjual, saya tidak ragu ada berapa ratus ribu (mungkin juta) orang yang meng-klik dan membaca artikel tersebut. Tapi apa yang akan didapatkan para pembaca dari berita itu? Bahwa baik-baik saja mencuri dari orang yang "lebih" dari kita? Bahwa baik-baik saja melakukan tindakan kriminal karena anda cacat? Rekan-rekan terhormat, tindakan kriminal adalah tindakan kriminal! Tidak ada pembenaran untuk sebuah tindakan kriminal! Apalagi yang memang niatnya memperkaya diri dan bukan untuk menyambung hidup.
Tulislah sebuah berita dengan netral: apa fakta nya, apa yang sebenarnya terjadi, apa pandangan dari kedua belah pihak. Jangan hanya menulis sesuatu yang membuat opini, kecuali anda memang menulis sebuah kolom opini seperti blog ini. Dengan begitu seharusnya isi headlinenya adalah : Seorang pria yang diduga terbelakang mental tertangkap mencuri beberapa tandan pisang, atau seorang Pria tertangkap mencuri pisang. Ga menjual? Mungkin. Tapi setidaknya tidak menyalah artikan informasi tersebut. [UPDATE: Mabes Polri menyatakan bahwa pelaku pencurian TIDAK cacat mental dan ia mencuri hingga 15 tandan!)
Satu hal lagi, sudah saatnya kita membalik logika kita: dari "koruptor saja cuma kena 5 tahun, masa pencuri kecil-kecilan kenanya 5 tahun juga" menjadi "pencuri kecil-kecilan saja kenanya 5 tahun, masa koruptor kenanya 5 tahun juga". Bisa bedain kan? Kalau patokannya berdasarkan hukuman koruptor (yang memang tidak adil), bisa-bisa para maling dan pelaku kriminal lainnya kena hukuman minim sekali atau bahkan dibebaskan. Tidak peduli apa pandangan anda, saya jelas tidak mau jadi korban tindak kejahatan hanya karena pelakunya pede tidak dikejar/dihukum sepantasnya. Kecuali memang putusannya tak masuk akal tolong berhenti menuntut keringanan hukuman tindakan kriminal [kecil-kecilan], dan mulailah menuntut kenaikan hukuman bagi koruptor. Pena anda adalah pedang anda, gunakan dengan sebaiknya.
Monday, June 6, 2011
The Gombals, oh The Gombals
"Sayang..." sapa suara pria di ujung sana mesra. Gadis itu tersenyum, "here we go again", batinnya.
"Hey... tumben telpon..." jawabnya manis sambil otomatis merendahkan suaranya.
"I miss you, baby." jawab pria itu, suara gadis itu yang rendah mendesah selalu membuatnya bersemangat.
"Sibuk ga? Punya waktu untukku?" tanya pria tersebut,
"Ah... selalu ada waktu untukmu lah...." jawab gadis itu mesra.
Dan seterusnya.... :)
Ada orang yang hobinya mancing, ada orang yang hobinya main remote control. Salah satu hobi saya adalah flirting. Biasanya saya flirting untuk tujuan baik, yaitu kesejahteraan pasangan saya. Kalau anda tahu caranya, ga akan habis teknik-teknik flirting untuk membuat girang pasangan anda. Saat saya lagi single and good-looking begini, ahem maksud saya single and looking, barulah saya bertemu The Gombals and The Unfaithfuls ;)
Di era FB/SMS/smartphone ini pasti pernah dong ketemu paling ga salah satu dari mereka? The Gombals akan menggombali anda sampai anda takluk, dan The Unfaithfuls bakal selingkuh dibelakang anda atau justru menjadikan anda selingkuhannya. Bisa diduga, The Gombals biasanya tergabung dalam The Unfaithfuls, dan The Unfaithfuls sudah pasti salah satu The Gombals. Kedua tipe ini benar-benar bisa bikin mangsa yang lengah kelabakan.

Don't get me wrong, biar hobi saya flirting (yeah, I'm with The Gombals) prinsip saya adalah "ga boleh pasangan orang". Karena saya ga mau saya digituin juga, karma itu ada lho. Namun tampaknya itu tidak menghentikan usaha-usaha The Gombals (yang ternyata juga The Unfaithfuls) untuk mendekati saya. Karena dasarnya saya juga ga peduli sama mereka (it's a game, that's all), saya ga peduli kalau belakangan tau mereka punya orang, palingan saya langsung kabur. Yang menyebalkan kalau tiba-tiba saya dilabrak. Let me see, saya pernah dilabrak sama mantan tunangan, sama istri orang, sama pacar/pasangan resmi, sama tunangan orang, macam-macam deh. Dan saya cuma bisa bilang dalam hati, "Duh Bu/dek/tante, pasangan mu itu lho yang kudu diiket, jangan ngaku-ngaku single kemana-mana...."
Seingat saya dulu flirting itu perlu usaha, perlu modal. Gimana nggak: telepon nyaris tidak ada, kalau mau pdkt harus dirumah/sekolah, persaingan jelas dan terang-terangan. Jadi hubungan pun akan dipertahankan sebisanya. Susah payah dapatnya, man! Kalau sekarang: pulsa SMS/telpon nyaris ga ada harganya, bisa juga ngerayu lewat FB/Twitter/BBM, mau gombal apa aja ga ada yang bisa membuktikan (teorinya). Wajar banget sekarang semua orang sibuk merayu kanan-kiri, jadian kanan-kiri, dan putus secepat kilat juga. Saya kadang jadi miris, apa nggak ada lagi ya namanya "Kesetiaan" di jaman sekarang? Dan jadi lebih bingung lagi, serius nih orang-orang pada percaya dengan semua cyber gombal itu??
Seperti adegan telepon panas diatas (mungkin karena nelponnya dekat kompor), kita ga pernah tahu apa yang sebenarnya dilakukan lawan bicara/chat kita. Apa iya semua kata manis di wall/inbox FB kita itu spesifik buat kita dan ga diulang ke cowok/cewek lain? Apa iya semua SMS mesra itu ga di copy-paste dan di forward ke beberapa orang sekaligus? Apa iya chatting hangat bertaburan kata cinta itu benar-benar chatting berdua aja, dan bukannya chatting dengan beberapa orang sekaligus? We'll never know. Ga percaya? Percayalah :). A little secret: saya bisa flirting di telepon dengan mesra sambil ngerjain worksheet produksi saya di kantor. Ga romantis? Sangat. Teman saya sampai meledek saya, "Mending buka 0809 aja say, laku berat deh dikau..."

Pelajaran yang bisa kita tarik: Jangan percaya sama rayuan orang, terutama yang cyber (FB/tweet/call/sms). Kalau anda ga akan mau didekati dan dirayu oleh seseorang yang anda tidak kenal di jalan, maka kenapa anda mau dirayu orang yang anda tak kenal di internet? Sama-sama bahaya toh. Ingat juga bahwa banyak orang yang menganggap internet itu memberikan kebebasan untuk mengatakan apa yang ia ingin katakan, dan ia tak harus bertanggung jawab karenanya. Jadi jangan juga berharap semua kata-kata indah itu akan bisa dipertanggungjawabkan.
Cara paling gampang untuk ngecek: pantau selalu FB/tweet line nya. Saya nangkap beberapa Unfaithfuls karena clue-clue di FB mereka. Ada yang main aman, tapi begitu post status "saya sakit" langsung 20an cewek nanggapin; ada yang sama sekali ga punya foto tapi temannya perempuan semua; ada yang ga punya teman/saya di blok untuk tau isi FB nya (kenapa oh kenapa mas??? xixixixi). Pastinya yang paling berbahaya adalah yang ngakunya ga punya FB/bentuk sosial media lainnya. Saya ga pernah percaya alasan, "aku ga ngerti pakai FB/sos-med". Kecuali anda berkencan dengan orang diatas 60 tahun, alasan ini sama sekali ga valid. Yang sering saya temukan adalah ngakunya ga punya, padahal punya dan komplit dengan info pacar aslinya. Whooops.....
Buat The Gombals, saya tahu flirting itu menyenangkan (I'm one of you, remember?). Tapi lakukan dengan bijak ya: jangan flirting sama orang yang anda tahu akan serius menanggapi flirting-an anda; jangan flirting demi mencari mangsa/menambah trophy (I got 5 girlfriends now! or something idiot like that); dan jelas jangan flirting sama pasangan orang/bukan dengan pasangan anda. Safety (or should I say wisely) can be fun kok :D
Photo from 123rf.com
Cartoon from http://weheartit.com:8080/entry/3383554
Monday, May 16, 2011
Perang (Komen) di Dunia Maya? Hare Gene...
Teman saya post status yang cukup mengundang untuk dikomentari. Ada yang pro, ada yang kontra (atau lebih tepatnya menganjurkan untuk tidak berpihak). Entah kenapa malah jadi panjang komen-komennya dan ketiga kubu (pro, kontra, tidak memihak)sibuk serang satu sama lain. Padahal yang komen (hampir) ga saling kenal sama sekali. Bingung? Oke, anggap anda teman kantor saya, anda pasti tidak kenal teman SMA saya, ataupun temannya pasangan saya. Tapi kalian semua berdebat (dengan komen) di status saya. Terdengar aneh kan?

Pasti ada beberapa yang bilang ini normal. Nggak juga sih, karena saya yakin kalau semua "teman" berkumpul, dan saya mengajukan pendapat yang, erm, provokatif, belum tentu "teman" saya akan berani menyatakan pendapatnya. Bukan ga mungkin, tapi lebih kecil kemungkinannya dan pasti akan dipikirkan dengan baik-baik daripada salah ngomong dan jadi ga enak akhirnya. Terus (sebenarnya) apa bedanya kalau menyatakan pendapat di internet?
Ini bukan hanya terjadi di status teman saya sih, saya juga pernah mendapat serangan dan cercaan di sebuah tweet saya yang cukup menusuk, walhasil saya dimaki-maki sama mbak-mbak yang saya ga kenal. Buat orang lain mungkin Internet dianggap "membebaskan" karena mereka jadi bebas menyatakan pendapat, buat saya it's plain chicken. Jangan pernah komen sesuatu yang ga akan sanggup anda katakan secara langsung/face to face.
Yang bikin saya jengah juga saling serangnya, kaya kenal aja. Pihak A terus menyatakan pendapatnya dan terang-terangan menuding pihak lain salah, pihak-pihak lainnya juga ikutan menuding dan seterusnya. Jadi perang deh. Jujur, saya sampai sempet menyesal ikutan komen. Kita kan sama-sama menyatakan pendapat, kenapa harus maksain bahwa pendapat mereka yang benar? "Benar" itu relatif lho, kalau ga percaya baca buku sejarah yang berubah tergantung siapa yang nulis. Cuma Tuhan yang tau benar atau salah yang mutlak. Lagipula, yang "benar" pun ga dapat hadiah kok, ga menang jalan-jalan keliling dunia, terdengar aneh untuk maksain hal itu :D.

Terkadang saya merasa pake Internet sucks karena saya harus dealing sama hal ini: Komen-komen atau status-status yang ga jelas dan belum tentu berani dipertanggungjawabkan. Postingan-postingan negatif yang belum tentu ada maknanya (jadi buat apa di share coba??). Bener lho, saat saya merayakan Nyepi dan saat saya kehabisan pulsa merupakan saat yang amat membebaskan buat saya, karena saya tidak perlu melihat komen/status/postingan yang berpotensi merusak hari saya (walau tidak ditujukan buat saya). Tapi 90% teman saya cuma bisa saya kontak di FB, so be it :'(
Bukankah menyenangkan ya kalau kita bisa pakai Internet sebagaimana di dunia nyata. Kita akan bisa berinteraksi dengan lebih aman (kalau kita ga mau diajak ngobrol 2-3 jam oleh orang ga dikenal di dunia nyata, kenapa kita mau melakukannya di chatting?); Kita akan bisa berinteraksi dengan lebih beradab (kalau kita ga akan menyebut seorang wanita JELEK di depannya langsung, kenapa kita bisa melakukan hal itu di FB?); Kita akan bisa berinteraksi dengan lebih nyata (kalau kita mau menoba membaca bahasa tubuh lawan debat kita agar mengerti apa yang ia bicarakan, kenapa harus membabibuta tak mau mendengar penjelasan di forum internet?)
Kayanya yang paling aman buat saya adalah saya ga usah ikutan komen/post/share apapun lagi kalau berpotensi bikin orang ga enak dan/atau ga berguna bagi yang membaca. Easier said than done sih, bahkan bila saya post announcement tentang playboy berbahaya pasti banyak orang yang tetap akan tersinggung (e.g. pacar-pacarnya atau keluarganya). Saya cuma bisa berpikir masak-masak sebelum saya menulis/share sesuatu di Internet, dan berpikir lagi dengan matang sebelum saya menekan tombol "sent/share/post" tersebut. Dunia mungkin tempat yang menyebalkan, tapi bukan berarti saya harus ikutan menyebalkan kan?
*berharap postingan ini pun tidak (terlalu banyak) menyinggung orang dan sepenuhnya bisa berguna.
NOTE: cartoon image from http://www.cartoonstock.com, girl image from http://www.rebelliousarabgirl.net/2008/04/16/silent-until-further-notice/