Sebagaimana layaknya seorang saudara, saya sering bertengkar dengan adik perempuan saya. Lalu kami berbaikan lagi. Lalu kami bertengkar lagi. Lalu berbaikan lagi, dan seterusnya. Biasa, namanya juga saudara. Namun saya sangat sayang dan bangga padanya. Lihat saja iklan dibawah ini (she's the lovely girl with palm-sugar skin), susah untuk ga bangga padanya :)
Video full versionnya bisa dilihat disini. Enjoy!!
A little bit of this, a little bit of that, and all the things the cat sees along her way
AdSense Page Ads
Showing posts with label Family. Show all posts
Showing posts with label Family. Show all posts
Wednesday, July 20, 2011
Saturday, June 18, 2011
Pelajaran dari 20 bungkus nasi
My Mama rocks. Iya, pasti semua anak yang sayang ibunya akan berkata demikian, tapi ibu saya (menurut saya) benar-benar keren, dan saya sangat berterimakasih pada Tuhan masih diberi kesempatan untuk hidup bersama dan belajar dari beliau.

Karena suatu kesalahan pemesanan (yang bukan dikarenakan saya atau Mama), pagi ini kami harus membayar IDR 100rb untuk 20 bungkus nasi untuk sarapan lengkap dengan lauk. IDR 100rb itu lumayan berat lho untuk menebus kebodohan yang bukan salah kami; dan rumah kami hanya terdiri dari 6 orang, jadi mau diapakan sisa nasi tersebut??
Dalam situasi seperti ini orang biasanya memilih salah satu diantara ini:
a) Bersikeras kepada pedagang nasi tersebut bahwa terjadi kekeliruan dan menolak membayar pesanan tersebut
b) Membayar sambil mengamuk pada orang yang melakukan kesalahan pemesanan tersebut
c) Membayar namun sibuk menangisi nasib
Tindakan A secara logika memang mungkin yang terbaik, namun pedagang tersebut akan merugi dan amat mungkin jadi marah/hubungan baiknya rusak sudah. Tindakan B dan C tampak menyelesaikan masalah, namun biasanya karena masih mendongkol nasi-nasi yang malang itu akhirnya terabaikan. Sama-sama susah kan jadinya?
Apa yang Mama saya lakukan? Menjadikan nasi-nasi tersebut sebagai sarapan, tentunya. Dengan mudah 8 bungkus nasi menghilang (adik-adik saya adalah cowok-cowok abg dengan selera makan yang besar, eh maksud saya selera makan yang sehat). Lalu beliau memisahkan nasi dan lauknya, dan memasak sedikit sayur tumis. "Lumayan lah, Ibu ga masak lagi" kata beliau sambil nyengir. "Kalau ada sisa nasinya nanti malam kita bikin nasi goreng saja. Hitung-hitung kita justru hemat banyak. Cuma 100rb sudah buat makan seharian, plus buat pegawai di toko Ibu." You know, she's right.
Disaat biasanya orang berkutat pada suatu masalah dan mencari si kambing hitam, mama saya menunjukkan lebih banyak yang bisa dicapai dengan mencoba mengatasi masalah tersebut. Bukannya sibuk menyumpah dan menangisi uang 100rb yang hilang plus surplus nasi yang kelewat banyak, Mama mengubah pola pikir beliau dan kami, dan memberdayakan surplus nasi tersebut sambil menyadarkan bahwa uang tersebut memang sebenarnya tidak "hilang".
Jangan bayangkan Mama saya seperti "mama ideal" ala sinetron, yang menghela nafas dan berkata ala martir/orang suci, "Tidak apa apa anakku, ibu siap berkorban untukmu...". My Mama swears. Nggak benar-benar menyumpah sih, namun beliau sepenuhnya mampu mengekspresikan pendapatnya. Beliau otentik dan tidak fake. Inilah yang membuat Mama saya beda dengan yang lain, dan membuat saya sangat menyayangi beliau: Mama benar-benar manusia(wi) dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tapi sanggup "think outside the box". Life is so much easier with her by my side.
Lainkali kalau saya terbentur masalah, maka saya akan tahu bahwa saya harus menenangkan diri dan memprioritaskan pemecahan masalah, bukannya panik dan sibuk menyalahkan orang. Pasti jadinya akan lebih lancar dan lebih baik. Semua berkat Mama dan 20 bungkus nasi tersebut :).

Karena suatu kesalahan pemesanan (yang bukan dikarenakan saya atau Mama), pagi ini kami harus membayar IDR 100rb untuk 20 bungkus nasi untuk sarapan lengkap dengan lauk. IDR 100rb itu lumayan berat lho untuk menebus kebodohan yang bukan salah kami; dan rumah kami hanya terdiri dari 6 orang, jadi mau diapakan sisa nasi tersebut??
Dalam situasi seperti ini orang biasanya memilih salah satu diantara ini:
a) Bersikeras kepada pedagang nasi tersebut bahwa terjadi kekeliruan dan menolak membayar pesanan tersebut
b) Membayar sambil mengamuk pada orang yang melakukan kesalahan pemesanan tersebut
c) Membayar namun sibuk menangisi nasib
Tindakan A secara logika memang mungkin yang terbaik, namun pedagang tersebut akan merugi dan amat mungkin jadi marah/hubungan baiknya rusak sudah. Tindakan B dan C tampak menyelesaikan masalah, namun biasanya karena masih mendongkol nasi-nasi yang malang itu akhirnya terabaikan. Sama-sama susah kan jadinya?
Apa yang Mama saya lakukan? Menjadikan nasi-nasi tersebut sebagai sarapan, tentunya. Dengan mudah 8 bungkus nasi menghilang (adik-adik saya adalah cowok-cowok abg dengan selera makan yang besar, eh maksud saya selera makan yang sehat). Lalu beliau memisahkan nasi dan lauknya, dan memasak sedikit sayur tumis. "Lumayan lah, Ibu ga masak lagi" kata beliau sambil nyengir. "Kalau ada sisa nasinya nanti malam kita bikin nasi goreng saja. Hitung-hitung kita justru hemat banyak. Cuma 100rb sudah buat makan seharian, plus buat pegawai di toko Ibu." You know, she's right.
Disaat biasanya orang berkutat pada suatu masalah dan mencari si kambing hitam, mama saya menunjukkan lebih banyak yang bisa dicapai dengan mencoba mengatasi masalah tersebut. Bukannya sibuk menyumpah dan menangisi uang 100rb yang hilang plus surplus nasi yang kelewat banyak, Mama mengubah pola pikir beliau dan kami, dan memberdayakan surplus nasi tersebut sambil menyadarkan bahwa uang tersebut memang sebenarnya tidak "hilang".
Jangan bayangkan Mama saya seperti "mama ideal" ala sinetron, yang menghela nafas dan berkata ala martir/orang suci, "Tidak apa apa anakku, ibu siap berkorban untukmu...". My Mama swears. Nggak benar-benar menyumpah sih, namun beliau sepenuhnya mampu mengekspresikan pendapatnya. Beliau otentik dan tidak fake. Inilah yang membuat Mama saya beda dengan yang lain, dan membuat saya sangat menyayangi beliau: Mama benar-benar manusia(wi) dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tapi sanggup "think outside the box". Life is so much easier with her by my side.
Lainkali kalau saya terbentur masalah, maka saya akan tahu bahwa saya harus menenangkan diri dan memprioritaskan pemecahan masalah, bukannya panik dan sibuk menyalahkan orang. Pasti jadinya akan lebih lancar dan lebih baik. Semua berkat Mama dan 20 bungkus nasi tersebut :).
Friday, May 21, 2010
Rahajeng Nyangra Rahinan Kuningan
Hari ini hari raya Kuningan, and it's time to celebrate! Oops…salah ya?
Ga (terlalu) salah juga sih, karena bagi Umat Hindu Bali Kuningan merupakan rangkaian terakhir dari upacara Galungan, yang intinya adalah kemenangan Dharma (Kebaikan) melawan Adharma (Kejahatan). Saya ga akan menjelaskan secara mendetail tentang apa sih sebenarnya (dan maknanya) Galungan dan Kuningan. (Pembaca yang berminat bisa membaca disini, they did a good job of explaining it!). Saya cuma ingin share apa sih arti hari raya ini buat saya :)
Satu kata mengenai hari raya ini: Bahagia! Saya bahagia bisa cuti panjang (3 hari berturut2 bo'! Plus weekend libur!), saya bahagia bisa mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, saya bahagia persembahannya masih within budget (ga berlebihan, tapi ga pelit juga, just right ;) ), dan yang jelas, saya bahagia bisa berkumpul bersama mama dan saudara-saudara saya saat membuat banten dan penjor. Karena kesibukan, kapan lagi bisa kumpul dan bercanda bersenda gurau dengan riang gembira (lebay mode on) kecuali saat hari raya? Rasanya jadi pengen nyanyi: " 'Tis is the time to be jolly, fa la la la…" (ini definitely salah lagu!)
Saya yakin banyak orang yang berpikir saya aneh, dan memang bagi beberapa teman saya hari raya menjadi suatu "momok": harus pulang kampung, keluar uang untuk beli banten, jatah cuti habis, etc etc etc… Kenyataannya juga, ga selalu setiap hari raya seindah yang saya ceritakan diatas. Kadang-kadang kalau Bhutakala (setan) yang sukses menggoda, jadinya bisa hari raya yang penuh tekanan dan bete ga karuan. Tapi saya tetap suka hari raya, apapun itu :) Dan rasanya puaaaaas banget kalau apapun yang terjadi kita berhasil melewati hari raya itu dengan senyuman sehari penuh, kyanya afdol banget deh!
Mungkin ini semua karena saya tidak dibesarkan di Bali, dan baru beberapa tahun ini pulang kembali ke Bali, jadi saya masih punya "romantic point of view" (atau tepatnya "tourist point of view") terhadap hal-hal seperti ini. Apa yang orang asli Bali anggap suatu hal yang biasa, buat saya masih "luar biasa". Sebelum di protes, saya ingin bilang saya justru berterimakasih pada Tuhan karena saya diberikan pola pikir seperti itu. Saya tahu kewajiban saya, dan saya bisa menjalaninya dengan penuh semangat.
Munafik dan sok baik? Ga juga. Saya masih banyak harus belajar soal hari raya- banten makna etc. - karena saat ini masih nyaris ga bisa apa-apa T.T. Saya juga sadar kalau kedepan pola pikir saya bisa berubah, dan saya bisa saja ga hepi lagi. Tapi, saya benar-benar berdoa Tuhan memberikan jalan dan keluarga yang baik, dimana saya akan bisa terus tersenyum gembira bersama orang yang saya sayang dan berkata "Ini kan hari raya!"
Rahajeng nyangra rahinan Kuningan :)
Ga (terlalu) salah juga sih, karena bagi Umat Hindu Bali Kuningan merupakan rangkaian terakhir dari upacara Galungan, yang intinya adalah kemenangan Dharma (Kebaikan) melawan Adharma (Kejahatan). Saya ga akan menjelaskan secara mendetail tentang apa sih sebenarnya (dan maknanya) Galungan dan Kuningan. (Pembaca yang berminat bisa membaca disini, they did a good job of explaining it!). Saya cuma ingin share apa sih arti hari raya ini buat saya :)
Satu kata mengenai hari raya ini: Bahagia! Saya bahagia bisa cuti panjang (3 hari berturut2 bo'! Plus weekend libur!), saya bahagia bisa mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, saya bahagia persembahannya masih within budget (ga berlebihan, tapi ga pelit juga, just right ;) ), dan yang jelas, saya bahagia bisa berkumpul bersama mama dan saudara-saudara saya saat membuat banten dan penjor. Karena kesibukan, kapan lagi bisa kumpul dan bercanda bersenda gurau dengan riang gembira (lebay mode on) kecuali saat hari raya? Rasanya jadi pengen nyanyi: " 'Tis is the time to be jolly, fa la la la…" (ini definitely salah lagu!)
Saya yakin banyak orang yang berpikir saya aneh, dan memang bagi beberapa teman saya hari raya menjadi suatu "momok": harus pulang kampung, keluar uang untuk beli banten, jatah cuti habis, etc etc etc… Kenyataannya juga, ga selalu setiap hari raya seindah yang saya ceritakan diatas. Kadang-kadang kalau Bhutakala (setan) yang sukses menggoda, jadinya bisa hari raya yang penuh tekanan dan bete ga karuan. Tapi saya tetap suka hari raya, apapun itu :) Dan rasanya puaaaaas banget kalau apapun yang terjadi kita berhasil melewati hari raya itu dengan senyuman sehari penuh, kyanya afdol banget deh!
Mungkin ini semua karena saya tidak dibesarkan di Bali, dan baru beberapa tahun ini pulang kembali ke Bali, jadi saya masih punya "romantic point of view" (atau tepatnya "tourist point of view") terhadap hal-hal seperti ini. Apa yang orang asli Bali anggap suatu hal yang biasa, buat saya masih "luar biasa". Sebelum di protes, saya ingin bilang saya justru berterimakasih pada Tuhan karena saya diberikan pola pikir seperti itu. Saya tahu kewajiban saya, dan saya bisa menjalaninya dengan penuh semangat.
Munafik dan sok baik? Ga juga. Saya masih banyak harus belajar soal hari raya- banten makna etc. - karena saat ini masih nyaris ga bisa apa-apa T.T. Saya juga sadar kalau kedepan pola pikir saya bisa berubah, dan saya bisa saja ga hepi lagi. Tapi, saya benar-benar berdoa Tuhan memberikan jalan dan keluarga yang baik, dimana saya akan bisa terus tersenyum gembira bersama orang yang saya sayang dan berkata "Ini kan hari raya!"
Rahajeng nyangra rahinan Kuningan :)
Subscribe to:
Posts (Atom)