AdSense Page Ads

Tuesday, June 7, 2011

Uang, Wisata, dan Ketamakan



Keren banget kan fotonya.... Ini sudut Bali yang saya sukai, Waterblow di BTDC Nusa Dua. Ada ombak yang memecah karang, ada pantai yang luas, ada padang rumput dan pepohonan hijau. Perfect banget buat foto-foto berdua pasangan. Itu kalau anda punya uang lebih IDR 2.5 Juta untuk izin foto disana. WTF?!!!

Yup, BTDC selaku pengelola Waterblow baru-baru ini memutuskan untuk bergabung dengan hampir seluruh pengelola kawasan wisata/resort dan mengenakan fee untuk mengambil foto profesional disana. Ini berlaku untuk semua lokasi di BTDC dan semua pemotretan komersil, jadi kalau anda cuma iseng latihan foto dengan model pun sangat mungkin anda kena palak, ehm maksud saya kena fee tersebut.

Tempat lain yang saya tahu antara lain: Mangrove (IDR 150rb?); Bajra Sandhi (IDR 350rb); Art Centre (IDR 150rb); Taman Ujung Water Palace (IDR 350rb); rumah makan yang punya akses ke sawah berundak/berteras di Ubud (300rb); GWK (IDR 1.5 juta); dan tentunya semua resort di Bali. Beberapa resort/hotel "merelakan" kita berfoto profesional selama kita menginap minimal 1 malam disana, ada yang minta minimal 3 malam (Grand Mirage), ada juga seperti Ayana dan Conrad yang tidak memperbolehkan anda berfoto secara profesional bila anda tidak menikah disana. Plus biaya tambahan bila anda ingin berfoto di SIgnature Spot mereka (e.g. Rock Bar Ayana). Ouch.

Untuk kawasan intern resort saya rasa ini bisa dimengerti, begitu pula dengan kawasan wisata buatan manusia lainnya (misalnya GWK). Bagaimanapun juga, mereka memang keluar uang banyak untuk membuat kawasan tersebut. Tapi bagaimana dengan kawasan historis seperti Taman Ujung? Dan kawasan wisata alam seperti sawah tersebut dan pantai-pantai (termasuk Waterblow)? Bukankah saya selaku orang Bali dan juga warga negara Indonesia berhak menikmati dan mengabadikan keindahan negeri saya, warisan budaya saya? Logika nya kok ga masuk ya sama saya, trus faedahnya apa buat penduduk sekitar??

Ada yang berpendapat kalau biaya tambahan itu wajar, karena kawasan wisata. Ok, terus pendapatan nya kemana? Apakah itu benar-benar disalurkan secara merata (Pancasila sila ke 5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia)? FYI ya, beberapa ratus meter dari hotel Nikko yang megah ada kelompok petani rumput laut yang hidup dibawah garis kemiskinan; dan beberapa ratus meter dari villa-villa mewah di Bukit, ada keluarga-keluarga yang bikin keripik bekicot (yup benar, BEKICOT!) untuk bertahan hidup. Ada yang bilang fee tinggi itu bagus karena memperkecil jumlah orang yang mondar-mandir disitu, jadi ga terlalu ramai/eksklusif. Ini buat saya konyol, karena saya seringkali diusir oleh satpam hotel saat saya jalan-jalan di kawasan pantai hotel tersebut walaupun secara hukum pantai tersebut milik umum. Bukankah itu hak saya selaku warga negara Indonesia dan keturunan Bali untuk berjalan-jalan di kawasan leluhur saya sendiri?

Jujur saya ga tahu harus berkata apa. Mau protes sama pengelola resort/wisata yang ngenain fee/"eksklusif" seenaknya itu percuma, karena toh mereka bukan orang Bali atau bahkan orang Indonesia. Mau negur pemerintah daerahnya percuma juga, karena jelas banget kebijakan pemerintah Bali saat ini adalah "demi Investor", bukan "demi masyarakat" (masih mau jualan pasir Bu Eka??).

Entah kenapa baik investor maupun pemerintah (dan sebagian masyarakat yang hidup dari wisata) tidak mampu berpikir bahwa saat semua lahan di Bali sudah habis, saat semua keindahan alamnya dikapling dan ditutup khusus untuk tamu hotel/resort, saat semua hal diberi label harga, tak kan ada lagi yang tersisa. Alam yang leteh/kotor dan rusak, turis yang menolak datang karena merasa jadi sapi perah, identitas diri kita sendiri yang menghilang beserta tanah warisan keluarga. Apa lagi yang tersisa bagi keturunan kita, atau bahkan bagi diri kita sendiri? Saya takut. Saya benar-benar takut.

Photos from: PhotoFactory Blog

1 comment:

  1. Bener banget,waktu saya mau foto prewed di galian c bukit jimbaran pun tidak di perkenankan melakukan syuting atau pemotretan profesional tanpa seizin "pemerintah setempat", ya terpaksa saya melakukan foto secara sembunyi2x dengan waktu yang sebentar,wkwkwk...zaman sekarang sepertinya semua di "duitkan"..parah

    ReplyDelete

Search This Blog