AdSense Page Ads

Tuesday, January 3, 2012

Broken Home (harusnya) Bukanlah Broken Life



Sedikit isi dalamnya:

Sumarjoko [pengacara ketiganya] mengatakan YBR (17), DR (17) dan MDS (19) adalah anak-anak dari keluarga miskin yang sejak kecil sudah hidup di jalanan. YBR alias Riko adalah yatim-piatu yang sejak usia 12 tahun sudah ditinggal meninggal oleh orang tuanya di Manado. Sedangkan MDS adalah anak yatim yang sejak usia 15 tahun hijrah dari Medan ke Jakarta.

Mereka gampang terpengaruh, sangat setia dengan kesetiakawanan kelompok walau itu salah. Merampok bersama dan berfoya-foya menikmati hasil rampokan bersama-sama pula," ucapnya.


Oh give me a break. Jangan pake alasan klise ini deh....
Apa semua orang yang broken home memiliki alasan untuk jadi "rusak"? Apakah orang yang tidak broken home sudah pasti aman damai tentram? Maaf banget bila saya terdengar kasar, tapi saya lumayan muak dengan alasan ini.

Stop disitu. jangan mulai menuduh saya tidak tahu beratnya hidup sendiri, atau sulitnya tidak memiliki orang tua. Setiap ada orang yang menjawab seperti itu saya selalu pengen menukas, "Emang elu aja yang sengsara??". Saya tahu rasanya hidup di keluarga yang tidak tenteram, yang rasanya setiap hari adalah neraka. Saya tahu rasanya saat baygon terlihat menggiurkan dan jalanan dibawah jembatan penyeberangan terlihat begitu menggoda. Saya tahu rasanya menangis sendirian dan bertanya kenapa Tuhan repot-repot menciptakan saya. Dan bukan hanya saya, begitu banyak orang-orang yang saya kenal yang mengalami hal yang sama. Kami menangis bersama, tertawa bersama, berkembang bersama. Tak ada orang yang tahu masa lalu kami, kepedihan kami; karena itu memang tidak relevan, terpuruk dan kalah bukanlah sebuah pilihan.

Saya dan teman-teman saya terberkati, itu benar. Apapun masa lalu kami, kami terberkati dengan lingkungan yang baik, pendidikan yang memadai, dan yang paling penting: kepercayaan diri untuk menghadapi dunia. Bila dibandingkan dengan anak-anak ini, ibaratnya kami maju perang dengan tank baja, sementara mereka dengan bambu runcing. Tapi ada lagi satu hal yang krusial: pilihan. Kami memilh untuk menjadi lebih baik. Saat anda memilih untuk menjadi lebih baik, yang anda bisa lihat disekeliling anda hanyalah kesempatan-kesempatan indah; saat anda memilih untuk menjadi buruk, yang anda bisa lihat hanyalah kenegatifan yang terus menenggelamkan anda. Sayangnya anak-anak ini bahkan tidak memiliki pilihan untuk memilih.

Bukan hanya keluarga yang menunjang perkembangan seseorang, namun juga lingkungan. Siapa yang mengajarkan mereka untuk "Merampok bersama dan berfoya-foya menikmati hasil rampokan bersama-sama pula"? Lingkungan. Cerita-cerita kriminal di TV yang menggambarkan mudahnya menyakiti orang lain, ketidak pedulian yang ditunjukkan para pemimpin kita tercinta. Bad news is good news, semakin buruk sebuah berita semakin ekstrim berita itu ditayangkan, dan jelas semakin tinggi dampak paparannya terhadap generasi muda. Entah kemana pendidikan PMP dan PPKn dahulu, yang walaupun membosankan namun mengajarkan kebaikan dan kesopanan. Entah kemana para ulama dan petinggi agama, sebagai sebuah negara yang konon agamanya kuat sangat menyedihkan generasi mudanya menjadi seolah tak berTuhan.

Jangan salah, ini bukan cuma untuk para broken-homers. Banyak sekali generasi muda yang memiliki ayah ibu lengkap juga terjerumus. Di Denpasar, contohnya, beragam organisasi kepemudaan bermunculan yang tampaknya tidak memiliki faedah khusus kecuali nongkrong-nongkrong dan, ahem, menjaga keamanan. Dimana anak muda berkumpul tanpa alasan jelas disitu ada miras dan keberanian semu, bahan-bahan utama untuk terjerumus ke kriminalitas. Di Bandung ada geng motor yang dengan manisnya menghajar orang dan merusak toko. Jakarta juga memiliki berbagai klub-klub seperti ini. Apakah mereka semua broken home? Belum tentu. Apakah mereka meresahkan? Sudah jelas.

Saya tidak memiliki bayangan bagaimana mengatasi penyakit masyarakat ini. Kita harus menjadi orang yang lebih baik dan menghargai orang lain, para guru dan pemuka agama perlu lebih banyak mengajarkan kebaikan dan pentingnya menjaga hak orang lain (tidak, menganjurkan membunuh atau melukai orang lain yang "berbeda" jelas tidak termasuk menjaga hak asasi orang lain), media harus berhenti terus-menerus mengumbar berita buruk dan kemewahan yang tidak ada artinya. Sulit bukan? Satu hal yang bisa anda lakukan, demi Tuhan pakailah kondom, stop making children. Dan bila anda kebetulan punya anak, tolong banget rawat anak anda, bertanggung jawablah terhadap anak anda. Bukan hanya memberinya kebutuhan dasar, namun juga cinta dan kasih sayang, dan mempersiapkannya menjadi manusia yang lebih baik. Bertanggung jawablah.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog