Seorang TMIMM (kalau ga tau ini singkatan apa, read it here) kemarin mendekati saya, minta jadi teman dekat. Tapi cuma sebagai selingkuhan aja, karena dia punya istri plus pacar. FYI, dia baru ngaku punya istri setelah saya pojokin terus. Saya dengan semanis mungkin menjelaskan bahwa: a) seliar-liarnya saya, suami/pacar orang itu off limit. Saya ga mau nyakitin sesama cewek; dan b) saya itu semeton juga dan banyak Pedanda di Gria saya. Saya minta dia menghargai saya dan jangan main2 sama sesama semeton. Cari aja mainan lain, tapi jangan semeton. Tahu jawabannya? "Kalau ga mau ya bilang aja ga mau, jangan bawa2 kasta!"
Lho??? Piye iki??
Pria seperti ini, terlepas dari keturunannya, memang nyebelin dan ga tahu malu banget. Sudah punya istri (dan anak) mbok ya sudah, jangan masih kegatelan kesana kemari. Apalagi sampe ngaku2 bujangan. Namun entah kenapa di sini dianggap umum. Walau buat saya itu TETAP ga umum, tapi yang lebih menyakitkan adalah perkataannya terakhir. Saya hitungannya sedarah dengan dia, kenapa seolah saya tidak berhak dihormati? Apakah para TMIMM begitu superiornya sehingga TWTSM dianggap ga berarti dan boleh diapain aja? Kalau ya, mendingan lepas aja gelarnya dan biarkan TWTSM menikmati kebebasan mereka.
Bukan cuma tentang ini saja, ini juga tentang cerita-cerita dimana TWTSM diperlakukan dengan kurang hormat (ok, downright awful). Cerita-cerita tentang bagaimana upacara menikah TWTSM dibuat sesederhana mungkin sementara upacara menikah wanita non TWTSM dibuat seheboh mungkin, dengan payas agung dan banten lengkap seolah menyambut prami. Cerita-cerita tentang TWTSM yg sudah menikah dipanggil kasar atau dengan nada hinaan sementara istri-istri non TWTSM dilarang untuk dipanggil Jero dan diharuskan dipanggil "Gek". Have your own halloween stories? Put it here ;)
Buat yang sudah emosi jiwa, sabar dulu ya... Saya ga bilang bahwa non TWTSM tidak berhak diperlakukan dengan baik. Saya bener-bener ga peduli mereka mau diapain. Kalau memang dianggap mereka menantu/istri idaman, by all means go for it. Tapi jangan membuat mereka begitu berharga dengan merendahkan yang harusnya dihargai. Bukankah logikanya juga, terlepas dari siapa nama menantunya, bila menantu 1 mendapat upacara yang baik, sudah seharusnya menantu 2 mendapat yang sama baik? Ga pake diskon-diskon lah... apalagi kalau memang seharusnya secara keturunan pantas dihormati. Sejelek-jeleknya TWTSM yang masuk ke keluarga, yang ada di pasaran, sekurang-kurangnya mereka (otak, kaya, fisik, karir, apapun!), mereka share darah yang sama, sama-sama keturunan Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh.
Saya ga minta dihargai sampe disembah-sembah. Saya cuma ngerasa ini ga masuk akal aja. TWTSM dibilang ga boleh nikah keluar karena akan merusak darah, memutus darah dan ga bisa pulang ke Gria. Keluarga TWTSM yang kawin keluar pun dianggap tidak becus mengurus anak dan kerap jadi bahan pergunjingan. Tapi di sisi lain TWTSM yang menikah ke keluarga TMIMM pun tidak selalu diperlakukan dengan baik. Ada keluarga yang bahkan dengan pedenya berkata "ah, dia cuma bawa (maaf) V****a aja." walaupun TWTSM ini bukan hanya memiliki karir yang bagus, namun juga berasal dari gria yang penuh Pedanda. Berarti darah yang mengalir di TWTSM ga dianggap dong?
TWTSM juga sering mendapat pressure untuk menjadi sempurna: tutur kata, tindakan, banten, (dan bahkan terkadang) rekening bank. Saya sepenuhnya yakin ini untuk yang terbaik, agar kita bisa menjalankan tugas leluhur kita (walau saya ga terlalu yakin soal kekayaan) dan pendukung yang tepat bagi para TMIMM. Tapi bagaimana dengan TMIMM sendiri? Saya dalam kurun waktu 1 tahun sudah menemukan sedikitnya 5 TMIMM yang masih mengincar perempuan walau punya pasangan. Belum lagi yang dugem dan minum berlebihan. Belum lagi orang-orang seperti pria diatas, yang ga peduli walau dia TWTSM asal bisa jadi mainan. Harus diingat bahwa ga ada pedanda perempuan yang bisa naik sendiri. Mereka baru bisa naik bila pasangan mereka menjadi pedanda. Jadi siapa yang dilihat masyarakat? TMIMM. Siapa yang dengan sukses kelakuannya mencoreng nama kita? (kebanyakan) TMIMM. Tapi TWTSM lah yang mendapat tekanan dari lingkungan kita. Ini aneh. Jadi apa makna TWTSM kalau bahkan orang yang harusnya melindungi dan menghargai kita justru tidak menghargai kita?
Bila dilihat kasus-kasus diatas, TWTSM memang terlihat seperti ga ada harganya. Ga punya bargaining position dan hak, adanya cuma kewajiban. Tapi saya yakin sebenarnya bukan begitu. Saya sepenuhnya yakin kalau TWTSM pantas dihargai, dan kita harus berusaha agar TWTSM memang dihargai oleh sesama semeton. Saya ga setuju kalau ada yang berargumen "tergantung orangnya dong, pantas ga dihargain." Kalau memang demikian, cabut aja namanya, beres toh. Jangan lagi ada TWTSM. Kalau darah memang sedemikian berharganya sampai TWTSM dan TMIMM membawa beban kewajiban yang berat, bukankan sudah sewajarnya bila darah itu dihargai? Bukan hanya pria, namun juga wanita. Itu utang kita kepada Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh, karena dengan tidak menghargai sesama keturunan beliau, maka kita juga tidak menghormati beliau. Menghormati orang bukan suatu yang berat kok. Cuma perlu BANYAK latihan dan kebesaran hati.
Untuk para TWTSM: anda BERHARGA! Jangan pernah lupakan itu. Bila anda merasa tidak dihargai lingkungan anda, go out there dan cari orang-orang yang mampu menghargai anda. Seorang ayah yang kuat tetap memerlukan seorang ibu untuk meneruskan keturunannya. Angkat kepala anda tinggi dan jangan mau dikalahkan oleh keadaan. Berbanggalah akan darah yang mengalir ditubuh anda, apapun yang orang lain katakan. Cara lain untuk dihargai? Use condom. Ga ada jalan yang lebih pasti untuk TIDAK dihargai keluarga suami daripada hamil diluar nikah. Inget itu.
Pesan terakhir untuk para semeton: anda bisa mengutuk buah pikiran saya atau mendukungnya, namun JANGAN hanya melihat dan berkata "itu bukan urusan saya.". Selama anda masih dengan bangga menyatakan anda keturunan Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh, maka anda memiliki tanggung jawab dan andil dalam hal ini. Jangan melakukan tindakan yang merusak semeton, namun jangan tutup mata terhadap tindakan-tindakan semeton lain yang merusak. Bagaimana kita bisa dihargai dan menghargai umat bila kita tidak mampu menghargai saudara sendiri? Saya yakin kalian bisa. Saya yakin kita bisa :).
No comments:
Post a Comment