AdSense Page Ads

Sunday, January 16, 2011

Nyalain "Kembang Api" yuk :)

Boom, boom, boom
Even brighter than the moon, moon, moon
It's always been inside of you, you, you
And now it's time to let it through




Saya suka banget sama lagunya Katy Perry ini. Baik clip maupun lyricnya nunjukin bahwa kita bisa bersinar, bisa lebih baik. You just gotta believe in yourself. Tapi sebagaimana firework, ga kan nyala kalau ga ada api :). Harus ada yang ngasi tau kita bahwa kita berharga, kita oke, kita bisa bersinar. Kalau nggak ya susah, ga kan bisa nyala kecuali pedenya emang over dosis.

Emang kadang kalau ga biasa dipuji pasti rasanya aneh/ga nyaman. Temen kerja saya merasa canggung saat saya dan rekan saya properly thank him atas bantuannya dalam proyek kami. Buat saya, saya wajib berterimakasih karena saat itu dia punya hak untuk tutup mata dan bukannya malah membantu saya. Saya memang royal dan keras dalam hal ini, baik dalam berterimakasih maupun pujian-pujian kecil yang memang pantas diberikan. Kalau mereka memang pantas mendapatkannya, kenapa tidak? Bukankah sangat menyenangkan untuk tahu kita dihargai, biar sekecil apapun. Bukankah sangat menggembirakan untuk tahu kita bisa membantu orang, biar seremeh apapun. Pujian-pujian kecil, senyuman ramah, dan kata "terima kasih" itulah yang akan jadi "fire" yang menyalakan "fireworks" kita. Kalau dipikir-pikir, kembang api memang dinyalakan dengan api kecil kan, bukan api unggun :)

Jadi jangan pelit ya ngebantu menyalakan "firework" orang-orang sekeliling kita, karena nanti "firework" kita pun akan menyala dengan indahnya...

Thursday, January 13, 2011

I'm in Love

I'm in love. Just like that.

It's not one of those "eureka!" moments, or "lightning struck" kinda thingy. It's something that I've been feeling for a while and gradually realize. I'm in love, and I think this one is for real.

My friend told me how she hate people who easily said "I'm in Love", yet can change that feeling in a wink. How it took only a little time to change those three words to "I don't think we should see each other anymore." I don't think this is one of those cases though. I do hope not.

It's not those badaboom-badabang feeling, how you got fireworks working every time you think of him. Or romeo+juliet stuff which makes you so emotional every time you see him. It's more like seeing a tree of orange jasmine blooming after the rain. Simple, beautiful, and makes me feel calm inside. As with the orange jasmine blooms that will all fall out with another rain, the feeling and condition will probably change, the moment will passed. But the calm remains inside. As my dear mum will pointed to me: I have made peace with myself.

No longer I crave for those adolescent splendor: walk hand in hand by the beach on sunset, snuggling close on a rainy day, or just looking and being with him 24 hours a day, and of course, the illusion of marriage or a happily ever after. For one thing, I can hardly communicate with him due to various reasons. By all probable means, by the time I had the chance to meet him in person again he would probably already have a wife (to-be) in tow, and perhaps even a child or two. He might not (or choose not to) realize what I felt inside. Yet it really doesn't matter now.

What I crave is for him to know I'll always be with him in spirit. I longed to hold his hand in troubles and assure him he can make it. I want to see him smile and laugh and be happy with his life. I want to help him be a better man, because he is. I don't care if I'm not his "chosen" one. This calmness inside, this feeling I have for him is enough. I enjoy loving him.

In the past I made a grave error of thinking a happy marriage will save me, it will be a drug-of-all-choice for a great life. It's not. My life is great. I enjoy it immensely. And I should have done that from the start. I was so busy polishing him to be the-best-husband-to-be for my best-marriage-ever in order to have the-best-life. I take it so seriously I failed to see that there is no such thing as perfect marriage nor perfect life. It's being with him that counts. It's seeing his smile and knowing how happy I made him feel that should be counted, not how well those things will go in a marriage. It's not making dreadful calculation on how things should be going, but it's about enjoying things that is currently going. Marriage will not ensure me happy life. Myself will ensure a happy life.

It's a lesson live and learn, and I hope you readers can learn from my error and enjoy what you have with your loved ones. The feeling might change, the future is forever unclear. But for now, let me delight in him, cherishing every moment of this beautiful feeling. I'm in love.

Tuesday, January 11, 2011

Tiffie, BB, dan Kebanggaan Bangsa



Pasti semua sudah tau ceritanya kan? Ancaman pemblokiran BB oleh Menkominfo kita yang tercinta, yang tampaknya berpikir BB dipergunakan untuk mengakses pornografi dan sebagainya. Juga karena BB tidak punya data center, CS dan selengkapnya di Indonesia (sehingga ga bayar pajak), yang mana "melanggar hukum". Terlepas dari janggalnya tuntutan ini (klien-klien saya sudah pakai BB dari 2005, kenapa ga dari dulu-dulu diatur? kenapa baru sekarang setelah usernya 2 juta lebih?), yang lebih janggal lagi adalah justifikasi Mr. Tiffie: "Apakah kita harus selalu tunduk pada asing?". Well, bukannya selama ini iya?

Pendapat Tiffie ini sendiri di sampaikan lewat Twitter (punya asing). Apa salahnya dengan jumpa pers yang normal, dengan wartawan-wartawan lokal? Sebut saya bodoh, tapi saya ga mampu ngeliat kenapa kita "tidak mau tunduk pada pihak asing/bow to foreigners" dalam kasus BB, tapi tutup mata sementara Freeport, Newmont, dan beragam perusahaan milik luar negeri lainnya mengeruk dan merusak alam kita dengan hanya memberikan faedah yang minim untuk Indonesia. Kenapa kita permasalahin BB ga buka CS dan server data disini sementara TKI kita di negeri orang terlunta-lunta di kolong jembatan dan tanpa bantuan sedikitpun.

Ini memang hal yang berbeda, namun prinsipnya sama. Bukan hanya pihak asing seringkali merasa lebih superior dari kita, kita pun seringkali menganggap mereka memang "lebih" dari kita. Yang satu kelebihan harga diri, yang satu kekurangan harga diri. Apa iya mereka lebih baik? Apa iya kita lebih buruk? Saya yakin nggak.



Faktanya: orang asing di Indonesia (bahkan yang setengah asing, Chintha Loora anyone?) bisa mendapatkan gaji yang lebih tinggi dari pribumi asli. Layar kaca kita dipenuhi orang asing dan setengah asing yang bahkan ga becus bahasa Indonesia (I have no objection with Irfan Bachdim karena dia ada faedahnya, but I personally think Jack Hanafi sebaiknya dikirim balik ke Australia). Bahkan majalah wedding yang segmennya pribumi Indonesia selalu menampilkan mayoritas model bule, walau pemotretan diambil di Indonesia. Asal tahu saja, seorang fotografer dan model bule bisa mendapat 2 kali bayaran pribumi, walau hasil mereka sama atau bahkan lebih buruk dari fotografer/model pribumi ini. Fresh graduate lulusan luar negeri (walau hanya D3) bisa mendapat pekerjaan jauh lebih cepat dan dengan gaji lebih baik dari rekan mereka fresh graduate S1 lulusan Indonesia walau belum tentu mereka lebih becus kerja.

Sebelum anda menuduh saya dendam sama orang asing, I'm not. Teman2 paling dekat saya adalah orang asing, bacaan dan hiburan yang saya dapatkan mayoritas dari pihak asing (Yahoo, movies, books). Saya bukan anti orang asing, saya anti orang asing yang menganggap pribumi itu rendah, dan saya anti orang pribumi yang menganggap orang asing itu dewa. That simple.

Apa iya kita sejelek anggapan kita sendiri, seperti dalam cerita teman saya ini? Apa yang kurang dengan kecantikan khas orang Indonesia, kulit gelap nan berkilau dan senyum manis nan menawan? Apa yang kurang dengan kecerdasan orang Indonesia, yang di jaman dahulu kala sanggup membuat Borobudur dan Phinisi, dan di masa sekarang langganan menang olimpiade sains? Apa yang salah dengan masakan Indonesia, yang rasa nya jauh lebih beragam daripada masakan Eropa dan dengan kalori yang (saya yakin) jauh lebih sedikit? Apa yang salah dengan kesenian Indonesia, yang merupakan pesta dan hiburan bagi mata, telinga dan jiwa? We're good. We're really good.



Para pesimis akan bilang bahwa itu di masa lalu, negara barat lah kiblat maju sekarang. Mungkin dulu iya, namun dunia sudah berubah, sudah ga jaman penjajahan lagi. Pribumi Indonesia bisa dengan mudah mengejar ketinggalan mereka dari bangsa asing dengan berbagai informasi dan kemudahan yang ada sekarang. Plus tekad kuat dan kebanggan diri tentunya. Apa yang kita alami disini dan ga dialami oleh bangsa asing? Australia juga kebanjiran; Indonesia punya FPI vs Ahmadiyah, Amerika punya Westboro Baptist Church; Bank-bank besar Eropa hampir bangkrut dan penuh skandal seperti Century. Di masa ini bukan ras kita yang menentukan, namun pribadi kita sendiri.

Jangan menanggapi tulisan saya dengan sikap: "Yeah, bule sucks!", tapi tanggapilah dengan "yeah, we're good. And we're equal!". Karena memang iya. Kita mampu, kita sebenarnya setara, jadi stop melihat orang asing (atau setengah asing) dengan mata berbinar-binar, atau nempel/menjilat orang yang pernah tinggal atau kuliah di luar negeri. Jangan silau lah, kita bagus juga kok. Ga usah ngancam nge blokir BB cuma untuk nunjukin kita ga mau direndahkan bangsa asing, mulai aja dari diri kita sendiri. Have faith in yourself, banggalah menjadi seorang Indonesia :)

Notes:
- Saya ga pake BB, dan saya juga sebenernya ga suka BB hehehehe
- Thanks to Tracy P. atas izin nya nge-share notes dia
- Merah Putih by Pamanjee, Portrait of A Lady dan wanita yang sedang membatik (ga tau judul aslinya T.T) keduanya oleh Basoeki Abdullah

Search This Blog