Saya dapat kalung mutiara. Dan sepasang anting mutiara. Wow.
"Baru mutiara udah seneng. Emas dong. Berlian dong. Sepeda brondong dong." Tapi bagaimana saya nggak bahagia? Saya cuma sekali mention saya ingin membeli kalung mutiara kalau lain kali pulang ke Indonesia karena yang waktu ini dibekali ibu saya putus. Cuma sekali mention lho.
Seperti biasa, saya telmi. Dikasi hadiah kemarin, lewat 36 jam baru realita mulai terserap. Kalung mutiara. Punya saya sendiri. Dibeli karena si kangmas mendengarkan celotehan nggak penting saya.
Saat pagi ini dia menunjukkan kotak dari toko permata saya sesak nafas. Saya terima perhiasan ini dalam kotak permata cantik berlapis mother-of-pearl, bagian dari hadiah saya. Itu saja sudah bikin wow. Tapi melihat kotak asli dari toko permata itu, duh gusti. Pertama kalinya lho.
Ini punya saya. Pokoknya punya saya. Dikasi sama orang yang perduli akan perasaan saya, yang mendengarkan celotehan saya dan menganggapnya penting. Dan dia terlihat begitu bahagia melihat wajah saya "bercahaya bagai pohon natal" saat saya membuka hadiah saya.
Saya bilang ke Kangmas, apapun yang terjadi saya nggak akan melepaskan kalung dan anting ini. Saya ingat seberapa entengnya saya melepas cincin pertunangan rubi dan berlian saya, dan seberapa cueknya saya saat anting berlian dari suami saya hilang. Benda-benda itu tidak pernah terasa punya saya. Walau diberi untuk saya, saya serasa hanya numpang pakai. Perhiasan mutiara ini lain cerita.
Ada rasa dibalik benda yang kita dapatkan, ada energi dan ada cerita. Saya ingat berbunga2nya saya saat mendapat cincin pertunangan dari si mantan, berikut surat cinta darinya. "Ini perlambang cintaku berputar dengan kamu dipusatnya, kamu lah harapan dan mimpiku." Yeah right.
Kali ini nggak ada surat cinta. Nggak ada bunga-bunga ala kartun Jepang. Tahu apalagi yang nggak ada? Rasa ragu. Ini punya saya. Orang yang memberi merasa yakin saya pantas mendapatkannya, dan amat sangat rela saya memilikinya.
Saya mohon maaf sekali untuk semua pembaca yang sedang gundah gulana dan saya malah cerita kebahagiaan saya. Boleh ya para pembaca kalau saya bahagia. Sekian lama saya serasa duduk dalam gelap dan sekarang ada yang menyalakan lampu untuk saya.
Boleh ya para pembaca saya memberikan harapan. Bahwa kita semua berhak bahagia. Bahwa Tuhan nggak tidur. Bahwa energi positif yang kita berikan pada dunia, segala kepedulian kita pada sesama dan ketegaran kita untuk menjalani cobaan tanpa sibuk menyalahkan orang lain, itu semua akan dibayar berkali lipat.
Kangmas masuk ke kamar dan melihat saya sibuk bermain dengan kotak perhiasan dan perhiasan baru saya, entah untuk keberapa kalinya.
Saya: Kamu tahu kan kamu nggak akan pernah mendapatkan barang ini balik.
Dia: Aku nggak pernah minta perhiasan balik.
Saya: Oh aku yakin. Tapi ini hartaku sekarang. Aku nggak akan kasi ke siapapun. Ini milikku. Punyaku. Harta karun ku.
Nggak semua benda bisa dinilai dengan uang. Untuk pertama kalinya saya memiliki sesuatu yang saya bakal histeris kalau hilang, karena energi dan cerita yang terkandung didalamnya. Rasanya menakjubkan lho pembaca.
Ini punya saya. Pokoknya punya saya.
No comments:
Post a Comment