AdSense Page Ads

Wednesday, September 7, 2016

Indonesian Woman, Jakarta Style

Nggak ada yang lebih seru daripada nyari makan di daerah tempat saya tinggal. Street food bo'. Jakarta style. Kalo kata teman saya yang pernah kesini, daerah saya cari makan itu seperti Pasar Kreneng di Denpasar. Atau pasar-pasar malam lainnya yang isinya PKL dan jualan dvd bajakan. Jangan harap bawa bule kesini. Saya baru ngeh saya beli makan sendiri harganya $1-2 lebih murah. Whoop whoop!

Jangan salah, daerah saya tinggal nggak kayak di film-film yang keren gitu deh. Daerah saya isinya imigran Latin Amerika semua, dan bahkan orang-orang Hispanik yang saya kenal pun kalau tahu saya tinggal dimana langsung geleng-geleng, "That place is not good". Tinggal saya yang nyengir. Kalau dibilang not good sih iya. Ibaratnya gini deh, kalau The Raid syutingnya di apartemen saya saya nggak akan heran. Nggak sehoror itu sih, tapi jelas bukan daerah biasa.

But it's home. Ini rumah. Semua orang baik sama saya. Saya merasa nyaman disini. Ternyata benar kata orang, kerasnya Jakarta mah beda. Standar hidup saya disini kurang lebih sama seperti standar hidup di Jakarta. Ukuran apartemen saya saja kurang lebih sama dengan ukuran kamar kos saya waktu kuliah di Jakarta. Ke kantor naik bus 2.5-3 jam. Makan juga sekelas Solaria, tapi seringan bawa sendiri dari rumah, yang masak sekali buat seminggu. Nggak beda ma Jakarta toh. Bedanya cuma saya sekarang punya oven dan slow cooker hehehe. Bathtub juga, tapi alat masak lebih penting. Hidup makan.

Orang asli sini mungkin sudah galau disuruh hidup seperti saya, padahal saya santai aja. Jakarta style. Orang sini diposisi saya yang mendadak cerai juga bisa stres ga jelas. Kebayang dong dimutasi dari tempat tinggal sekian ribu km jauhnya demi cinta, lalu bubar jalan gara2 lelaki gatal dan perempuan abg yang sama gatalnya. Yuk garuk lol. Mendadak sendiri di negeri orang itu nggak enak lho. Apalagi mendadak bayar pajak single yg lebih gede dari pajak married, bayar health insurance,  bayar apartemen tagihan etc sendiri. Gini deh, telp 2 line itu kena $60 per orang, telp 1line kenanya $105. Bukannya mau jadi lintah ya, tapi apa-apa kalau ditanggung berdua jelas lebih irit. Jadi saya seperti sudah jatuh tertimpa tangga diinjak pula. Percaya deh, kalau bukan hasil gemblengan Jakarta saya mungkin sudah balik bodi pulang kampung. Tapi saya anak Jakarta, jadi saya bangkit, berdiri, dan memberikan salam jari tengah. Dobel.

Dan bukan cuma gemblengan Jakarta sih. Buat saya semua orang Indonesia punya potensi ketangguhan tersendiri. Percaya deh, ngurus apa-apa disini jauh lebih gampang step by stepnya daripada di Indonesia. Kita yang biasa dengan ketidakbiasaan (bom, banjir, bini ngamuk) bisa dengan mudah beradaptasi dimana saja. Kendala mungkin cuma bahasa, tapi faktanya saya bisa tetap memesan makanan dengan benar walau saya tidak bisa bahasa Spanyol sedikitpun. Jadi ini pun sebenarnya bisa diatasi. Makanya kalau baca orang Indonesia komen "Dasar Indon!" atau memuja-muji bangsa lain saya sebel. Sori dori stroberi ya, kita jauh lebih tangguh daripada itu. Kita yang ditaruh dimana saja bisa hidup. Well mungkin nggak di Arctic. Dingin bo'.

Waktu saya berjalan pulang dengan tentengan makan malam saya, rasanya saya seperti Rocky yang berdarah-darah tapi mengangkat tangan dengan penuh kebanggaan di atas ring. I've been beaten, I've been broken, but here I am and I will be the winner. Orang lain, bahkan orang sini pun belum tentu bisa menghadapi cobaan ini dengan sukses dan waras. Saya merasa sangat bangga dengan diri saya sendiri. Ini achievement yang lumayan hebat lho. Gimana ya, Jakarta style dan Indonesian woman. We are bred and born to win. Iya ga sih??? 

#proudtobeIndonesian 
#JakartaStyle

1 comment:

  1. Yuk mbok refreshing ke bali... :D
    Tulisan di Blog nya mbok keren2 ternyata, keep writting and inspiring :D

    ReplyDelete

Search This Blog