"The images are copyrighted and should not be posted online. Can you please provide me with the website, etc., where you found the images, so I can forward to my attorney? Thank you!"
Ack... Kok jadi rempong begini??
Jadi ceritanya saya menemukan gambar berlisensi di album Facebook orang lain. Pada tahu kan kalau di Facebook sekarang lagi gencar banget posting album foto? Tujuannya jelas, anda harus ngeshare album tersebut agar bisa anda simpan linknya di Facebook anda, yang mana meningkatkan traffic si empunya album tersebut. Sangat berguna kalau anda kebetulan jualan barang online, mau dapat tambahan penghasilan dari iklan, atau memang cuma haus kasih sayang eh perhatian. Sayangnya kebanyakan foto/gambar tersebut nyolong dari punya orang lain. Walau nggak ada watermark/logo yang punya pun kelihatan kok kalau itu album ngambil dari sumber yang berbeda karena pengambilan gambarnya pun berbeda. Beberapa yang jelas-jelas ada watermarknya pun dengan ceria dicuekin dan tidak ada credit untuk pembuat aslinya sama sekali. Pas saya ketemu gambar yang berlisensi ini saya iseng mengontak empunya, saya pikir dia cuma akan report ke Facebook agar gambar tersebut dicabut, eh ternyata mau bawa-bawa attorney segala. Waduh!!
Pasti anda berpikir, "Lagian iseng banget sih!" dan "Ga kasian sama orang lain!!" Percaya deh, waktu saya mendapat respon bahwa mereka mau pake attorney saya pun langsung menyesali keputusan saya untuk iseng. Paling tidak selama lima menitan lah. Saya pun berusaha 'membetulkan' keputusan saya dengan menginfokan mereka kalau orang ini nggak bermaksud jahat, dan cukup diinfo ke Facebook juga itu gambar bakal dicabut sama Facebook. Saya juga bilang gambar-gambar tersebut mungkin sudah dishare beribu kali jadi kalau memang mau memberantasnya pakai program seperti TinEye dan sekalian ngejar semua yang ngeshare agar tidak cuma orang ini aja yang kena. Hmm... Kalau dipikir-pikir sebenarnya saya memperparah ya.
Kayaknya munafik banget ya, saya yang masih rajin beli DVD bajakan dan mengunduh buku/program yang gratisan kok malah ngaduin orang lain soal hak cipta. Dulu pas kuliah juga buku kuliah banyak beli fotokopian. Nggak sopan dong sekarang saya ngaduin orang lain kalau saya juga berbuat. Saya merenungkan ini seharian penuh. Kenapa saya merasa tidak apa-apa kalau pakai barang bajakan, tapi saya marah saat orang lain juga membajak? Apa bedanya barang bajakan yang saya pakai dan pembajakan foto/karya di fesbuk? Ini juga bukan sekali dua atau baru-baru ini ya. Dari dulu saya paling benci plagiarisme dan pencolongan karya orang lain, tapi ya itu tadi, beli DVD bajakan dan baca komik online gratisan jalan terus. Bingung kan?
Mungkin yang paling berasa adalah pencurian pencapaian. Setelah (mencoba) menjadi full time writer, saya berasa banget akan susahnya membuat sesuatu. Menulis blog seperti ini saja harus berpikir keras, karena sangat penting menarik pembaca dan membuat mereka menyukai karya saya ini. Nggak cuma ketik-ketik kelar. Sudah begitu masih harus diamankan dari orang-orang yang mungkin klepto dan suka copas seenaknya. Dari sewaktu saya masih kerja di Indonesia pun saya akan berusaha sebisa mungkin mengamankan hasil kerja saya, nggak apa-apa disharing dan dipakai selama saya masih bisa bilang "itu punyaku lho!". Paling tidak hasil karya saya dihargai, nggak tiba-tiba saya yang buat setengah mati lalu ada yang mengaku-ngaku. Itulah yang mendasari kesebelan saya terhadap orang-orang yang main posting gambar yang nyolong dari Internet, karena tanpa kredit/penulisan sumber yang sepantasnya seolah mereka (pembuat album) yang kreatif sekali dan mendapat segala puja-puji (dan iklan etc), sementara si pembuat aslinya hilang entah kemana.
"Tapi kan mencari gambar tersebut juga usaha!" Lah iya, terus apa susahnya sedikit lagi diteruskan usahanya dengan memberi link dimana gambar tersebut didapatkan? Apalagi kalau didapat dari website yang mungkin hitnya juga tidak banyak. Jujur, kalau DVD atau buku kuliah buatan perusahaan besar nurani saya tidak terlalu resah karena biasanya si penulis/pembuat film dan aktor/aktrisnya beserta segala yang terlibat sudah dibayar full. Apalagi di Indonesia yang menonton film dan beli buku itu mahal dan sulit. Kalau disini yang cuma bayar $8 perbulan bisa menonton film di Netflix sampai mampus sih beli DVD bajakan yang $5 dapat 3 itu rasanya rugi. Streaming film HighDef pun cuma $2.99 di Vudu, dan itu udah pasti nggak ada kepala orang yang lewat-lewat dan gambar yang goyang syalala. Buku disini bisa pinjam di perpustakaan, atau beli buku bekas cuma 50 sen ($0.50), jadi namanya mengunduh buku gratisan juga nyaris nggak perlu. Ayo pemerintah Indonesia perbaiki infrastruktur, kasihanilah kami yang ingin maju!! Lho, kok jadi melenceng hohoho...
Tapi baik di Indonesia maupun di Amrik sini, lain cerita kalau soal karya dari penulis/artis yang self-publish atau masih berusaha menjual namanya sendiri. Saya pernah mendapat pekerjaan sebagai penulis blog disini, tapi baru 5 artikel saya sudah keok karena tidak sanggup membuat karya secepat itu. Ceritanya kan saya idealis, pokoknya target pribadi 2 artikel seminggu dan nggak boleh nyontek karya orang lain! Ternyata nggak semudah itu lho mencari ide baru dan menuliskannya. Waktu iseng membaca situs berita/informasi Indonesia, ternyata banyak yang cuma copas dan translate dari artikel sini. Gubrak. Nggak pakai mencantumkan itu sumbernya dari mana pula. Dobel gubrak. Makanya banyak artikel yang menganjurkan makan Celery biar sehat (padahal saya jarang banget lihat celery di supermarket Indonesia, dan itu barang mahal pula), bikin kue pake nutella (siapa sih yang sanggup beli nutella tiap hari di Indonesia, kenapa nggak pake meses aja gitu), dan segenap info 'bermanfaat' lainnya. 'Bermanfaat' tanda kutip, karena mungkin nggak bisa dipakai di Indonesia. Penulis dan pekarya idealis macam saya berusaha membuat karya orisinal untuk menampilkan siapa kami, bikin website pun sekedar ingin berusaha dikenal agar orang mau membeli karya kami; kalau anda seenaknya copas atau mengambil karya kami tanpa ijin (dan mengaku karya anda), kasihan kami dong.
Sebenarnya mau penulis/pekarya pemula atau yang sudah ternama, pencurian seperti ini tidak bisa dibenarkan. Saya bilang pencurian karena memang ini pencurian ya, anda tidak bisa menjustifikasi/membenarkan hal ini dengan hanya "Cuma gambar/artikel, apa sih masalahnya?". Waktu anda memfotokopi buku kuliah atau membeli DVD bajakan (yang tetap salah, btw), si penjual tidak bilang bahwa mereka yang membuat buku/film/program komputer tersebut; hak cipta dan pencapaiannya tetap milik si pembuat karya. Waktu anda copy paste artikel/gambar dan menggunakannya untuk kepentingan anda sendiri tanpa memberi kredit yang sepantasnya, anda menghilangkan pencapaian si pembuat karya dan merampas hak cipta mereka. Cuma menulis "dari berbagai sumber" itu tidak membantu lho. Siapa pembuat aslinya tetap tidak diketahui. Bahkan di Amerika sini pun yang bisa menuntut dengan riang gembira, tidak selalu mudah menuntut hak cipta anda. Walau 'attorney'/pengacara itu terdengar horor, tapi kemungkinan mereka bisa menuntut orang ini (yang dari negara lain juga) dan sukses mendapatkan bayaran dari orang ini sangat kecil.
Mungkin hal ini terlihat sepele, tapi pencurian pencapaian ini menunjukkan siapa anda. Apalagi saat anda tahu tidak ada konsekuensi yang berarti, jadi tindakan yang anda lakukan murni keputusan anda sendiri. Kalau anda tetap mencuri karya orang, itu menandakan anda tidak mampu menghargai orang lain. Anda-anda yang main like dan share walaupun ada watermark/logo yang jelas-jelas menunjukkan itu milik orang lain juga terlihat ceroboh dan (lagi-lagi) tidak mau repot-repot menghargai hasil karya orang lain. Ironisnya banyak yang dengan sopannya komen "Ijin share ya..." padahal itu album foto isinya kompilasi dari berbagai sumber, yang mana tidak ada link ke sumber aslinya. Jreng jreng.
Karena saya sendiri pekarya dan punya banyak teman yang juga pekarya saya sangat tahu nilai sebuah karya. Mau masterpiece atau produk gagal, membuat suatu karya orisinal yang mencerminkan siapa kita itu susah sekali lho. Coba saja anda lihat, film (Hollywood) sekarang hampir semuanya sequel atau franchise atau adaptasi buku/serial TV, cuma sedikit yang benar-benar karya asli. Kalau anda masih menganggap saya mengada-ngada dan lebay, coba bayangkan kalau anda pergi arisan membawa kue senampan, lalu si empunya arisan mengaku kue itu dia yang buat. Atau saat anda kongkow bersama geng anda dan teman baik anda bilang bahwa modifikasi mobil barunya yang keren itu murni ide dan karyanya, padahal anda yang membantu membuatnya dan sampai disemprot yayang karena keasikan memodif sampai lupa jadwal kencan. Sakit dan ngeselin nggak sih?
Iya, iya. Pasti banyak diantara anda yang sabar dan rela saja diambil hak dan pencapaiannya. Tapi bukan berarti orang lain harus ikutan pasrah seperti anda dong? Mungkin anda berpikir kalau melaporkan ke Facebook atau mengingatkan si pembuat album via komentar itu "ikut campur" dan "kurang pantas", apalagi kalau kebetulan album foto (colongan) tersebut membantu anda. Itu pilihan anda, tapi itu ibaratnya seperti anda melihat orang dirampok di depan warung makan anda, lalu mengamini karena toh uang rampokannya dipakai untuk beli makan di warung anda. Kita tidak bisa hanya berdoa dan berserah pada Tuhan untuk dunia yang lebih baik, kita juga harus berani bersikap dan berusaha sebisa mungkin. Salah satunya ya dengan membantu mempertahankan hak orang lain. Empati dan Simpati itu tidak harus cuma untuk kasus ekstrim yang mencucurkan air mata, empati dan simpati itu juga bisa timbul dari hal kecil, sekecil mengingatkan orang lain untuk tidak mencuri hak orang lain, seberapapun kecilnya. Jadi, siap mengambil sikap?