AdSense Page Ads

Showing posts with label Hidup di Amerika. Show all posts
Showing posts with label Hidup di Amerika. Show all posts

Thursday, June 18, 2015

Konon Katanya.... (A.K.A Iseng Menepis Mitos Tentang Amerika)

Hari ini mari berpikir yang agak ringan saja. Konon katanya, tinggal di Amerika itu enak. Konon katanya ya hohoho. Kalau dipikir-pikir, kita hidup sering sekali mendengar "Konon katanya". Masalah benar atau tidak mah urusan belakangan. Jaman dulu kita sih percaya-percaya saja kalau kita dengar "konon katanya", sebab tidak ada cara untuk memklarifikasi. Tapi jaman sekarang yang bisa konsultasi dengan mbah Google tetap saja cepat percaya "konon katanya", tapi kalau yang ini karena malas saja. Ayo ngaku hehehehe. Berikut "konon katanya" yang sering saya dengar tentang Amerika. Jangan kaget ya kalau tahu aslinya...

Konon Katanya.... Kalau tinggal di Amerika duitnya banyak

Hmmpf, asal tahu saja harga sewa disini sama mencekiknya seperti di Indonesia. Belum lagi wajib punya asuransi kesehatan (yang muahal) dan asuransi berkendara. Lihat saja contoh diatas. FYI, 411 square feet itu kurang lebih cuma sekitar 38 meter persegi atau kurang lebih 6x6 m, seukuran kamar kos-kosan gitu deh atau paling nggak sebesar kamar hotel yang super mungil. Kejualnya $465,000 atau sekitar Rp 6.2 milyar rupiah, walau didaerah yang kurang baik. Atau mungkin justru 'cuma' kejual segitu karena di daerah kurang baik. 

Sama seperti Jakarta (dan daerah manapun) disini harga sewa/beli properti sangat tergantung daerahnya. Di apartemen kami yang sangat tidak elit dan didaerah yang terkenal 'seram', untuk apartemen yang ukurannya sedikit lebih besar dari ukuran apartemen diatas harga sewanya sekitar $775 perbulan. Jalan cuma sekitar 5-10 menitan ke kompleks apartemen lain yang lebih dekat downtown (dan ceritanya agak elit) ukuran sama dibanderol $1700 perbulan. Sakit bo'. Sebagai perbandingan, $1125 cuma cukup untuk sewa apartemen yang tidak terlalu elit (500 square feet/46.5 meter persegi) di kawasan Orange County yang terkenal muahal, dan $1500 sudah bisa menyewa rumah luas dengan 4 kamar tidur dan 2 garasi dikawasan Arizona. Tapi penghasilan di Arizona jelas lebih kecil dari penghasilan di kota besar macam LA dan daerah Orange County. Sama lah seperti di Indonesia.

Konon Katanya... Kan sanggup tinggal di LA, sanggup dong hura-hura tiap malam. 

Jelas bisa, tapi cuma sanggup ngelakuin itu maksimal 3-4 hari, terus nggak bisa makan/beli bensin sampai akhir bulan. Hidup juga mesti pake budget disini hahaha. Tapi bukan berarti nggak ada jalan keluar ya. Foto diatas diambil dari stasiun dekat apartemen saya. Lihat kan payung warna-warni yang mirip payung tukang es/rujak di Indonesia? Yup, mereka itu juga jualan makanan dipinggir jalan. Lalu kalau weekend/akhir minggu itu sepanjang trotoar isinya penuh orang jualan: jualan makanan/minuman, baju, celana jeans, barang bekas, obat-obatan/parfum, segala macam deh. Persis seperti di Tanah Abang/pasar kaget, bedanya bahasa yang dipakai bahasa Spanyol. Makanya saya senang main disini, berasa pulang ke rumah hihihi. Karena tidak berijin, barang-barang yang dijual harganya murah. Tapi kebersihan tidak dijamin ya, atau kalau beli barang juga sangat mungkin itu barang colongan. Berhubung sudah 'terlatih' di Jakarta, saya sih oke-oke saja beli makan disini. Sebagai perbandingan, $4 disini bisa dapat nasi+kacang+iga babi/ayam bakar+tortilla, yang cukup buat sharing berdua. Sadis nggak tuh.

Kalau mau elit pun ada caranya. Di LA sini banyak tempat yang terlihat elit, tapi masuknya gratisan. Grand Park di LA misalnya, atau seperti saya yang nongkrong di atap Mal bersama suami. Beli makan di foodcourt mall atau supermarket biar murah, lalu duduk saja disitu bercengkerama menikmati lampu kota. Enaknya orang sini tidak reseh. Kalau terlihat 'bersih' biasanya nggak diusir-usir sama satpamnya. Terlihat homeless/gembel pun selama dilihat nggak mengganggu ketentraman orang lain mereka nggak berhak mengusir sembarangan. Nggak kayak di Indonesia yang satpam di mal elit lebih sadis ngejudgenya daripada ibu mertua. Mau berdandan rapi pun nggak harus berduit. Belanja online disini diskon bisa 40%, ongkir gratis, nge-return pun kalau tidak cocok gampang. Pas lagi semi annual sale di H&M kaos cuma $3, rok cuma $7, dress dan blazer cuma $10. Saya juga bisa beli kemeja dan rok kerja di GAP dan Old Navy (anak perusahaan GAP) cuma sekitar $10an. Padahal dulu mah takut banget belanja baju kerja di Indonesia, harganya bikin sakit! Padahal orang-orang ini juga mengimpor barangnya dari Indonesia, nggak masuk akal banget kalau kita nggak bisa bikin yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Ayo UKM Indonesia, semangatttt!!!

Konon Katanya... Umat Islam itu ditekan dan dizolimi di Amerika!! 

Kemarin ada yang nanya ke saya, "Mbak, aku kan Islam. Nanti dipersusah nggak cari kerja disana?". Buat saya ini salah kaprahnya orang Indonesia pada umumnya ya. Islam itu nggak cuma yang dari Timur Tengah atau Indonesia/Melayu lho. Disini ada Islam yang dari India dan sekitarnya, yang dari Afrika, macam-macam deh. Teman suami saya yang berkulit hitam ternyata seorang Muslimah dan sibuk nanya-nanya ke saya soal tren jilbab modern di Indonesia yang dirasanya menarik (ayo UKM Indonesia bergerakkk!!). Saya sampai kaget, karena dia tinggal di Detroit yang terkenal kotanya kaum kulit hitam. Dan karena dilarang nanya-nanya soal agama dan kepercayaan disini saat mencari pegawai, nggak ada yang tahu agama anda apa kecuali anda mengenakan atribut agama. Sama teman juga nggak sopan lho nanya agama dan kepercayaannya apa. Agama anda urusan anda, titik. Tapi biar begitu kalau anda merasa didiskriminasi anda tetap bisa menuntut lho, dan bisa menang. Teman saya yang berjilbab bisa kerja di perusahaan bergengsi dengan gaji yang tinggi walau baru disini setahun. Tidak ada limitnya deh kalau anda mengerti aturan mainnya.

Yang suka mereka sensi-in disini dan sampai bentrok masuk berita itu biasanya terhadap umat Islam keturunan Timur Tengah. Maklum, disamakan dengan grupnya ISIS dkk. Walau begitu, saya melihatnya lebih ke arah konflik pendatang dan bukan karena benci terhadap Islam (atau istilah trendingnya di Indonesia: Kristenisasi). Situasinya hampir sama dengan orang Indonesia yang kayaknya sebal dan anti sekali dengan keturunan Cina. Konon Cina itu rakus lah, eksklusif nggak jelas lah, main kasar lah. Ya begitu juga pandangan orang sini ke umat Muslim [keturunan Timur Tengah]. Sialnya mereka dodol dan pernah ada kejadian penyerangan di kuil Sikh karena disangka itu masjid. Jreng jreng. Jangan salah lho, biasanya yang sampai masuk berita dan bentrok berkepanjangan itu adalah Muslim yang lama tinggal/lahir di Amrik karena mereka terbawa sifat "gue Gue GUE!!"-nya orang Amerika yang selalu ribut menuntut hak mereka. Karena ini bukan Indonesia, jelas akan ada keterbatasan-keterbatasan, misalnya saja tidak ada waktu Sholat. Ini lagi-lagi bukan karena anti-Islam ya, tapi demi produktivitas. Suami saya makan siang saja diatur kok: harus 1 jam, tidak dibayar dan tidak didepan komputer. Kalau diberikan waktu tambahan sekian menit untuk sholat pegawai yang lain bisa sirik dan merasa tidak adil dong. Patokannya seperti umat Hindu Bali yang bisa mendapat libur 3 hari saat hari raya Galungan di Bali, tapi kalau kerja di luar Bali ya gigit jari.

Konon Katanya... Biar gimana, namanya hidup di luar negeri pasti lebih enak dan lebih terjamin dari hidup di Indonesia. 

Ini salah satu "Konon Katanya" yang paling saya sukai, dan tiap kali ada yang main ke LA pasti kami ajak ke Skidrow. Ekspresi mereka saat melihat kenyataan yang sebenarnya itu priceless banget deh. Kayaknya saya kejam banget ya, tapi gimana lagi, ini contoh nyata bahwa negara maju pun tetap punya daerah gembel nan kumuh. Saya selalu gerah tiap kali mendengar/ membaca komentar yang bilang, "Nggak kayak di Indonesia, mereka semua kan terpelajar dan tahu untuk tidak membuang sampah sembarangan!" Nggak juga kali, yang terpelajar pun disini masih hobi coba-coba melanggar aturan demi kepentingan mereka sendiri. 

Kalau di Indonesia pakainya gerobak untuk bawa barang mereka kemana-mana, disini mereka pakai kereta dorong supermarket. Kalau di Indonesia mereka memulung, disini juga tapi cuma buat tambahan saja, karena mereka biasanya dapat bantuan makanan dari yayasan kemanusiaan (baca: keagamaan). Mereka mengemis juga, tapi nggak pakai anak kecil seperti di Indonesia karena hukum perlindungan anak disini sangat ketat. Mengemis juga cuma nanya, "Do you have a change?" atau terjemahannya "Punya uang kecil nggak?". Biasanya kalau kita bilang nggak pun mereka cuma akan bilang, "Ok. God Bless You." Yang ngamen pun ada kok, bahkan ada satu jalan di Santa Monica isinya tukang ngamen semua. Seru deh, soalnya yang kebanyakan yang ngamen disini benar-benar usaha, jadi memang terhibur melihatnya. Seperti biasa, banyak juga dari mereka yang memang kasar dan angka kriminalitas disini pun tinggi jadi memang harus selalu waspada. Sama toh dengan di Indonesia?

Konon Katanya... Orang sana kan pintar-pintar nggak kayak di Indonesia yang kampung dan katro! 

Ini juga salah persepsi ya. Orang mah dimana-mana sama. Ada kok yang kampungan dan katro disini, banyak juga yang bikin gemas saking dodolnya. Tapi satu hal yang pasti, disini fasilitasnya memang jauh lebih menunjang. Perpustakaan ada dimana-mana, dan tiap perpustakaan memang diarahkan untuk berusaha mengakomodir orang-orang disekitarnya semaksimal mungkin. Sampai saat ini saya belum pernah ketemu perpustakaan yang fasilitasnya amat-sangat tidak memadai. Perpustakaan disini pakai AC, wifi gratis, ada acara baca buku bersama untuk yang kecil atau buat prakarya dan latihan bahasa untuk remaja, sampai bantuan latihan komputer/mencari kerja pun ada. Pokoknya memberdayakan warga sekitarnya sebisa mungkin deh.

Tapi masalah ada bendanya dan dipakai atau nggak kan beda cerita huhuhu. Walau perpustakaan banyak dan lengkap isinya, tidak semua orang lantas berbondong-bondong ke perpustakaan. Sama seperti di Indonesia, banyak yang lebih senang cukup nonton Reality show (baca: sinetron) dan fesbuk/medsosan. Apalagi disini (menurut saya) tuntutan terhadap anak yang harus juara dan sebagainya tidak seberat di Indonesia. Jadilah mereka tetap suka-suka saja. Sebaliknya, saya yang tinggal disini jadi kalap. Bagaimana tidak, semua buku diatas plus 2 buku lagi saya dapat cuma $5. 14 buku cuma $5 lho, dan ini termasuk edisi hardcover dua ensiklopedi dan 3 buku cerita. Sementara di Indonesia satu komik bisa sampai $2an, dan jangan tanya harga novel. Disini novel bekas yang dibeli di perpustakaan cuma 50 sen/Rp 6 ribuan, di Bali yang novel Inggris tinggal mungut sisa turis aja harganya minimal Rp 35ribu. Kalau ada yang sangat saya siriki dan sangat saya inginkan terwujud di Indonesia ya kemudahan mendapat buku ini, karena orang yang membaca adalah orang yang berpikir.

Konon Katanya..... Makanannya keju semua, bikin gemuk dan nggak sehat plus nggak halal!! 

Kalau yang ini ada benarnya juga sih sebenarnya hahaha. Tapi untungnya karena saya tinggal di Los Angeles yang banyak imigrannya, nyari makan nggak segitu susahnya. Apalagi karena makanan Amerika Latin itu hampir sama dengan makanan Indonesia. Benar lho, nggak bohong. Itu yang pojok kiri atas menu makanan Guatemala: Ayam goreng (mirip ayam goreng kunyit/kuning di Indonesia), tumis sawi pedas (tapi karena disini nggak ada sawi maka pakenya Kale), semur/gule iga, dan tortilla. Sadisss... Di kanan atas itu buah potong ala Meksiko, disini nggak pake cabe garam tapi, cuma disiram air jeruk nipis dan bubuk cabe yang super pedas. Nyammm... Pojok kanan bawah itu menu lengkap dari Colombia: nasi, telur ceplok, pisang goreng, sosis (sejenis Urutan Bali) sayur kacang, kerupuk kulit babi (dekatnya sayur kacang), alpukat, keripik singkong (dekatnya alpukat), dan daging bakar. Ini kita makan berdua kok hohoho. Dan jelas, yang pinggir kiri bawah itu Starbucks yang tetap nggak kebeli biar di Amerika juga huahahaha. Itu belinya pas diskon Frappucino 50% dan pake gift card hadiah natal dari perusahaan suami saya pula. Kalau nggak mah nggak rela ngeluarin $5 lebih cuma buat minuman....

Untuk sehari-harinya, masak sendiri sebenarnya lebih mudah, apalagi kalau memang harus yang halal. Kalau kebetulan tinggal di kota besar/banyak imigran timur tengahnya, mencari toko yang menjual daging halal pun masih memungkinkan. Paling sial tinggal cari produk Kosher di supermarket. Produk Kosher ini sebenarnya untuk para Yahudi (jreng-jreng-jreng!!!), tapi definisi Kosher ini menurut saya sama seperti Halalnya Islam: Tidak mengandung Babi dan hewan potong harus disembelih lehernya hingga darahnya keluar. Mungkin bisa jadi kajian/pertanyaan saat diskusi setelah berbuka puasa? Tapi menu lain yang seperti tuna kalengan dan bahkan sarden seperti sarden ABC juga banyak disini. Kalau masih tidak yakin juga, yang paling aman adalah cari menu vegetarian bila harus beli makan diluar/diundang makan malam. Vegetarian disini terkenal sadis hahaha, jadi peralatan yang dipakai pun khusus untuk menyiapkan menu vegetarian ini/tidak boleh bercampur daging. Pasti halal kan kalau begitu?

Dan yang terakhir...

Hollywoodnya mana?? Mana?? Saya kan mau lihat bintang pelem!!!


Ini Hollywood. Udah lho, emang cuma seginian aja hahaha. TCL (ex Grauman's) Chinese Theatre itu tempat mereka menyelenggarakan Academy Award. Tapi jangan berharap banyak ya, pas acara Academy Award stasiun kereta persis didepan sini (plus jalannya) ditutup, jadi nggak bisa main selonong untuk melihat bintang film. Seperti yang anda lihat, hari biasa itu isinya turis semua kanan kiri hohoho. Bintang film aslinya mah nggak nongkrong disini, mereka biasanya tinggal di daerah eksklusif yang penjagaannya ketat. Studio film juga nggak disini tempatnya. Kalau orang bilang mau main ke Hollywood, ya ini dia tempat mainnya di sepanjang Hollywood Boulevard. Ada walk of famenya dengan nama bintang film/artis terkenal, ada Wax Museum dan musium lainnya, dan percaya atau nggak, ini tempat paling afdol untuk belanja oleh-oleh untuk orang rumah karena harganya terjangkau. Jangan lupa beli patung Oscar imitasi untuk si nyinyir teman kantor, cari yang tulisannya Drama Queen. Pasti berkesan deh.

Semoga tulisan ini bisa mencerahkan hari anda :) . Kalau ada lagi yang ingin anda ketahui/tanyakan kebenarannya silakan komen lho ya. Salam dari Los Angeles!!

Tuesday, March 17, 2015

Indonesia: Kedigdayaan dan Pengaruh Barat

Yang terhormat Mbak Kitty,

Saya membaca 'surat' Mbak Kitty untuk masyarakat Indonesia, dan hati saya merasa gundah gulana. Yah, tepatnya sirik sih. Saya tidak tahu mbak tinggal dimana di negara barat, tapi pastinya mbak tinggal di tempat yang lumayan berada kalau sampai mbak bisa bilang: "People in the western side of the world, they don’t need a rule to line up. They don’t need a punishment so that they would throw their trash in a trashcan. And they don’t smoke in public, with or without a sign telling them to do so." Mbak pasti tinggal di kawasan mewah ya, yang semua aman damai tentram. Bandingannya kaya di Disneyland gitu deh mbak, yang kalau mbak buang sampah sembarangan langsung muncul pegawainya untuk memungut sampah itu. Tapi yah, masuk Disneyland kan hampir Rp 1,3 juta rupiah perorang sekarang.

Soal sampah, tempat tinggal saya di LA itu sebenarnya cuma sekitar 5 menit naik mobil ke Staples Center, Downtown LA, dan kawasan 'tenar' lainnya. Tapi di kawasan saya setiap paginya di'dekorasi' dengan (maaf) kotoran dan air kencing manusia. Sampah berserakan dan begitu pula 'benda-benda' antah berantah yang amat sangat mungkin keluar dari tubuh manusia. Kalau mbak pikir itu mengerikan, mbak mesti jalan-jalan ke kawasan Skidrow di LA. Skidrow dan Art District (namanya keren kan??) itu bisa dibilang berseberangan, tapi sementara Art District itu seni banget (ceritanya), Skidrow isinya tenda-tenda orang-orang homeless dan (lagi-lagi) segala jenis sampah. Nggak banget kan? Mungkin mbak akan bilang, "Oh itu Skidrow, yang isinya memang orang kulit hitam nggak jelas." Tapi saya jalan-jalan ke Arizona juga ada kok orang-orang seperti itu, daerah-daerah yang lumayan 'lawless' alias nggak berhukum bahkan di kawasan yang dominan kulit putih sekalipun.

Soal nggak taat peraturan pun semua orang pernah melakukannya, bahkan yang kalangan menengah keatas sekalipun. Kalau mbak baca Yahoo misalnya, atau Huffington Post di internet, ada kok cerita-cerita misalnya saja soal orang yang ngaku-ngaku anjingnya service dog/anjing khusus orang sakit biar dia bisa bawa anjingnya kemana-mana. Ini hal kecil memang, tapi tetap saja mentalitas "pokoknya saya senang!". Korupsi/bribe juga marak di Amerika sini, misalnya saja NRA yang melobi terus-terusan agar mereka bisa terus jualan senjata api, padahal senjata api mereka biang kerok segala gun accident/kecelakaan senpi di Amerika. Di Amerika saya tidak pernah tahu peraturan mana yang dibuat untuk menguntungkan produsen/perusahaan besar dan peraturan mana yang dibuat demi masyarakat. Paling tidak kalau ketilang polisi di Indonesia ketahuan itu uangnya kemana saja.

Saya awalnya menulis ini mau bilang kalau soal taat tidak taat peraturan itu bukan tergantung dari belahan dunia mana anda berasal, tapi tergantung dari tingkat pendidikan anda. Yang pendidikannya rendah ya pastinya nggak terlalu ngerti masalah rumit seperti kemana sampah itu akan berakhir, misalnya saja. Tapi kalau dipikir-pikir nggak juga, karena yang pendidikannya tinggi pun akan dengan senang hati tidak menuruti aturan asal menguntungkan bagi mereka, persetan dengan orang lain. Mungkin yang lebih tepatnya adalah ada orang yang tidak taat peraturan karena tidak mengerti (misalnya saja rakyat kecil di Indonesia), dan ada yang tidak taat peraturan karena, yah, fuck you. Entah karena mereka miskin dan jadi pahit terhadap dunia, atau karena mereka kaya dan jadi sombong terhadap dunia. Saya dan orang-orang lain yang ditengah-tengah mah cuma bisa menonton saja, syukur-syukur tidak jadi pelanduk yang mati ditengah-tengah dua gajah.

Saya tidak tahu berapa lama mbak tinggal di negara barat, tapi mungkin mbak sudah lupa bahwa orang Indonesia itu sebenarnya sangat ketat aturan adatnya. Paling tidak di masa lalu. Misalnya saja di daerah Geringsing di Bali, ada aturannya untuk memanen tumbuhan untuk pewarna alami kain tenun mereka. Efeknya jelas, melestarikan lingkungan dan memberi kesempatan regenerasi alam. Semua aturan-aturan adat yang berkaitan dengan alam sebenarnya jelas alasannya, tapi karena dibumbui 'ancaman-ancaman' mistis jadi malah tidak digubris. Mistis itu bertentangan dengan agama. Mistis itu tidak berdasarkan sains/ilmu pengetahuan. Saya ditertawakan oleh orang Indonesia yang di LA saat saya bilang saya takut diganggu Leak/setan saat merayakan hari raya Nyepi di Bali, dibilang kok saya masih percaya begituan. Mungkin iya, cerita mahluk halus seperti itu cuma karangan leluhur belaka, tapi apa salahnya kalau berkat cerita itu kita bisa memberikan 'time off' untuk dunia semalam saja?

Agama modern jelas salah satu sebab lunturnya kebudayaan dan adat-istiadat di Indonesia. Namun modernisasi juga punya andil yang tidak kalah besar. Percaya takhayul itu 'tidak pintar/terbelakang', padahal dijaman dulu saat kita masih percaya sumber air dijaga oleh siluman dan roh halus mana pernah kita berani buang sampah sembarangan disana. Stigma takhayul sama dengan terbelakang ini ya datangnya dari negara Barat, yang memang tidak percaya begituan. Sekali waktu saya membaca artikel tentang Denmark yang membatalkan rencana pembangunan jalan tol karena dikhawatirkan melewati kerajaan peri. Serius ini tidak bohong. Kalau anda baca komentar-komentar orang (Amerika) soal artikel itu ya, seolah Denmark itu bodoh luar biasa. Negara Barat juga menyumbangkan kapitalisme, yang menyodorkan dunia segala sesuatu yang harus dipunyai dunia. Masalah apakah barang yang disodorkan itu berfaedah atau tidak ya urusan belakangan. Misalnya saja dulu punya kipas angin rasanya sudah surga dunia, sekarang kalau tidak pakai AC merk ternama rasanya miskin tidak karuan. Dulu yang hitam manis itu sudah te-o-pe be-ge-te, sekarang kalau tidak pakai krim pemutih dan anti kerut plus makeup rasanya seperti wanita kelas bawah. Akhirnya ya semua orang harus kerja demi membeli barang-barang yang diiklankan "Must Buy!" oleh para kapitalis. Bahkan para pemuka agama pun tidak mau kalah berjualan buku atau atribut keagamaan lainnya. Walhasil semua orang berlomba mengejar uang dan akhirnya tidak memperdulikan orang lain. Inilah western influence yang sebenarnya. Di Indonesia, sialnya, yang terjadi adalah gabungan ketidaktahuan dan ketidakpedulian. Klop.

Mbak Kitty, saya masih bingung maksud mbak menulis surat itu untuk apa, apalagi pakai Bahasa Inggris. Yang butuh diingatkan untuk berubah bukan orang-orang yang kalangan menengah keatas, tapi orang-orang yang kalangan menengah kebawah yang merupakan dasar dari piramida ini dan pastinya tidak sefasih itu Bahasa Inggrisnya. Kalau mbak mengingatkan para orang Indonesia yang menengah keatas agar mau berusaha 'membereskan' Indonesia, apa iya mereka tidak mengerti Bahasa Indonesia? Atau mbak memakai Bahasa Inggris biar lebih greget dan opini mbak lebih diterima oleh para orang elit ini? Bila iya, berarti kita dalam masalah besar mbak. Bagaimana mbak bisa mengharapkan para orang terhormat ini untuk peduli dengan Indonesia kalau mereka saja menganggap Bahasa Indonesia kampungan? Sementara di LA sini suami saya yang orang Amerika berusaha keras menguasai Bahasa Indonesia agar bisa benyanyi dangdut dengan lancar. Nasib nasib.... 

Saya setuju sekali mbak soal Indonesia harus berubah. Kita negara kepulauan, kalau sampah dan kendaraan/moda transportasi tidak dikelola dengan baik bisa runyam urusannya. Tapi saya kurang setuju kalau caranya dengan menanamkan western influence. Kita perlu menanamkan rasa cinta tanah air, karena apa yang kita cintai pasti kita jaga dengan baik. Kita perlu mengingatkan, menjaga agar masyarakat Indonesia tetap melihat jauh keluar, melihat diri mereka sebagai bagian dari rencana alam maha besar, sebagaimana dikatakan dalam cerita-cerita dan adat-istiadat kuno Indonesia. Jangan sampai masyarakat Indonesia cuma bisa melihat kedalam diri mereka sendiri dan mementingkan diri sendiri sebagaimana gaya khas orang barat. Bukan berarti sains dan teknologi barat kita boikot dan kita anggap perusak ya. Western influence yang bisa memajukan kita ya tidak apa-apa diadaptasi, tapi bukan berarti kita harus kehilangan asal-usul kita, kehilangan jati diri kita. Dan jelas, kita tidak akan bisa mencapai hal ini dengan berusaha menjadi "orang/bangsa lain".

Mbak Kitty, pasti mbak sudah capek kan seharian ini 'didera' komentar-komentar di blog mbak? Maaf ya saya jadi menambah kepusingan mbak (duh ge-er hahaha). Jangan tersinggung ya mbak, saya dan mbak tujuannya satu kok: membereskan Indonesia; approach/pendekatan kita saja yang berbeda. Kalau mbak masih mumet, mari lho ini ditonton si Akang saya menyanyikan lagu Mbah Dukun-nya Alam. Peace out yo mbak :)

Search This Blog