AdSense Page Ads

Monday, October 31, 2011

I'm sorry. But I hate you. A lot.

I hate you. I hate all of you.

Sometimes I just don't understand why you come tromping down like bunch of trolls to my country, and bitch about us afterwards as you did here. Sure, we're not perfect; sure, we're a developing country; sure, we're a bit backward on so-called-proper (western) civilization; heck, like it matters?

Have you ever stop to think that those cringe hotels and hawkers and pushy transportation were there exactly because you supply them with demands? Have you ever try to even ask your boarding/accommodation whether they have the proper permit to build there and run the business? Why call us corrupt when you gleefully take advantage of our corruption (and by the way, what did you call Maddoff then? Ha ha)? Why cursing our corrupt police men for nailing you with traffic ticket and drugs, when we are in danger of even more severe penalty for that "simple" offense in your home country?

I revise my statement. I hate you if you come here just to be a bitch in my land (men included). I welcome you as a civilized guest though, one that manage to be polite the entire time they are visiting, and even after. You don't want someone to come and bitch at your house, why do it in ours? Think I'm alone in this? Hell no. Read it here, uncivilized guests are a disgrace to their own kin. My friend from South Africa shudder in disgust when he got a pat in the back with a drunken guy, which said to him, "Hullo, mate!".

He and his wife treat me equal, treat me like a human being, and I am very much looking forward for their annual visit. If you are not capable to treat people on the country you're visiting humanely and equally, if you are not capable to honor and respect the country your visiting (and regard it as someone else's home), then by all means stay in your country. You're just not civilized enough to see the world.

Stop Lebay, Mas...

"...and to be honest I don't like crowded places especially that I'm a photographer, you'll not be able to take a decent photographs without someone disturbing you." - Komentar di sebuah artikel mengenai air terjun di Bali (e-mail saya untuk link lengkapnya).

Oke, noted! Seorang "photographer" perlu spot yang tenang, yang tak terganggu oleh orang-orang demi mendapatkan hasil yang bagus. Tapi bukankah spot-spot tersebut biasanya, erm... , milik umum, yang berarti orang lain punya hak untuk nongkrong di sana??

Yes, I'm being a bitch. Komentar di atas bisa saja diartikan bahwa dia lebih suka lokasi foto yang tenang (coba ke Kuburan Jeruk Purut barangkali?), dan saya saja yang lebay. Namun saya selalu merasa tergelitik (kesal) kalau mendengar orang flaunting/memamerkan, "yeah, berhubung gue fotografer..." atau " wajar kan, secara gue blogger..." atau "sori aja ya, gue tuh dokter..." etc. Oh God....

Yup, saya tahu anda berprofesi sebagai apapun itu namun maaf, entah mengapa saya ga impress atau terkesan. Ingat ilmu padi? Semakin berisi semakin merunduk. Kayanya semua maestro dunia (atau orang-orang yang hebat di bidangnya) ga ada yang mamerin what they're good at. They're just so damn good with what they do (Bill gates, Steve Jobs, Donald Trump, etc), mereka ga perlu menjelaskan kepada dunia tentang kebisaan mereka. Dunia sudah tahu. Sebaliknya, yang repot-repot pamer biasanya mengikuti pepatah lainnya: "tong kosong nyaring bunyinya". Anda yang mana?

Monday, October 24, 2011

Hidup Menu Indonesia!

Menu monster. Es krim yogurt dengan selai stroberi, honey star, rice crispies, mochi stroberi, dan potongan kiwi (satu-satunya yang tampak agak ‘sehat’ di campuran ini. Saya benci kalorinya, saya benci harganya, saya cinta rasanya. I. LOVE. IT.

Saya tidak pernah bisa mengerti istilah “diet”. Buat saya makan ya makan. Selama menu yang boleh dimakan, dan selama ga bikin susah orang, I’ll eat anything. Kalau pakaian sudah mulai sempit dan dompet sudah mulai kosong, sudah saatnya ngerem. Semudah itu. Dan cara lain yang paling jitu? Stop semua makanan ‘bule’ dan hanya makan menu asli Indonesia. Sehat bo’!

Lucu banget,paling tidak buat saya, melihat berbagai tulisan tentang “pola makan yang sehat”. Bukan pola makannya yang lucu, namun menu dan informasi yang ditulis jelas-jelas copy-paste dari artikel luar. Saya pernah menemukan artikel “Mudik Sehat”, yang intinya menyarankan para pemudik untuk makan apel dan keju. Hmm, ini kita membicarakan pemudik yang sama yang naik motor ber-3 dalam 1 motor kan? Lalu artikel “Penganan sehat” yang isinya antara lain popcorn, seledri + dipping, apel + selai kacang. Serius benda-benda ini adalah makanan umum di Indonesia??

Nope, saya ga anti makanan asing. I eat anything, remember? Saya cuma ingin mengkampanyekan enak dan sehatnya makanan asli Indonesia. Saya percaya penuh dengan teori evolusinya Charles Darwin, bahwa mahluk hidup menyesuaikan diri dengan sekitarnya, termasuk soal makanan. Secara logika buat saya tidak masuk akal bahwa menu makan orang asing lebih baik dari menu tradisional kita; karena bagaimanapun juga tubuh kita sudah terbiasa dengan menu tersebut selama entah berapa ratus atau bahkan ribu tahun. Gado-gado (yang variasinya antara lain pecel, ketoprak, tahu tek, tipat cantok), ikan asin, tahu-tempe, urap, dan masih banyak lagi. Teman saya dari South Africa sampai repot-repot berusaha mengimpor tempe karena begitu sukanya dia dengan menu ini.

Ini baru dari segi bahan baku, apalagi dari segi porsi. Sampai saat ini saya belum pernah melihat menu Indonesia yang dagingnya disajikan utuh layaknya steak. Rendang yang terkenal saja hanya disajikan dalam potongan-potongan kecil. Bila anda pernah mencermati menu nasi campur anda, isinya adalah sedikit-sedikit dari semua menu. Pernah ada yang iseng menghitung kalorinya? Saya yakin ga akan seheboh menu Barat yang penuh daging dan sebagainya.

So yeah, menu kita menyehatkan (dari segi bahan baku dan cara pemasakan), rendah kalori (saya ga punya bukti sayangnya, namun kalau saya melihat kecenderungan rendahnya tingkat obesitas di masyarakat Indonesia dahulu harusnya menu ini sesuai dengan kebutuhan kalori kita), dan….. (ini yang paling penting) Ramah lingkungan! Ayolah, masuk akal kan? Sementara menu barat isinya “daging 200 gr” untuk 1 porsi, saya yakin ibu-ibu Indonesia bisa dengan mudah menggunakan daging itu untuk 4 porsi, atau bahkan 5. Jadi sebenarnya kita makan lebih sedikit daging, dan dengan begitu lebih sedikit berperan dalam kerusakan lingkungan. Hidup makanan tradisional!

Saya pernah hidup di kota besar, dan saya tahu sulitnya mencari makanan asli Indonesia yang dimasak dengan benar, bukan yang dimasak sembarangan dan dengan pengawet berlimpah. Kalau boleh saya sarankan, ambil sedikit waktu anda dan coba memasak saat akhir minggu; ajak rekan-rekan anda untuk mengkonsumsi penganan tradisional dan bukan hanya pastry gurih. Biarkan menu tradisional ini terus hidup lewat dapur anda, lewat kesadaran anda. Bagaimanapun juga, menu kita sehat dan irit beib. Selamat bersenang-senang!

Foto-foto beragam menu makanan saya

Search This Blog