AdSense Page Ads

Monday, March 25, 2019

Saat Iman Bertemu



"Assalamualaikum," kata bapak tua itu sambil tersenyum. Saya pun terpana.

Sudah seminggu terakhir ini saya pakai pashmina saat keluar rumah. Suhu di Los Angeles sedang galau soalnya. Terlalu panas untuk pakai jaket winter, terlalu dingin untuk pakai jaket biasa. Jadilah pashmina sang penengah. 

Kalau mau jujur sama diri sendiri, saya memang cari masalah sih. Pashmina dipakai ala kerudung kan memang karena untuk menutupi telinga dan leher agar tidak dingin. Ya kalau disangka Muslim bonus lah. Begitulah alasan ngeles saya.

Karena saya marah akan penembakan di New Zealand, dan saya ingin orang-orang yang diam-diam ekstrimis di kota Los Angeles melihat bahwa seorang wanita tidak takut akan teror dan kebencian mereka.

Karena saya sedih akan ketakutan dan kecurigaan yang dimiliki orang-orang yang hanya tahu Islam dari media yang bombastis, dan saya ingin mereka melihat ada keramahan dan ketulusan dalam Islam, sebuah sisi teduh yang tak terdengar.

Karena saya emosi dengan orang-orang di Indonesia yang memuji Will Connolly tanpa tergerak melakukan hal yang sama untuk kaum minoritas di Indonesia, dan saya ingin mengingatkan bahwa nggak perlu se SARA untuk membela yang tertindas.

Seminggu berlalu tanpa insiden, walau saya sudah sangat siap beradu argumen bila ada yang menyerang saya karena disangka Muslim. Lalu bapak itu berpapasan dengan saya, dan sambil tersenyum berkata, "Assalamualaikum."

Rasanya seperti masuk ke pancuran mata air alami: bersih, tenang, damai. Iman bapak ini menyapa iman saya dan segala hal lain yang saya rasakan seolah tak berarti lagi, melebur dalam persatuan jiwa kita dengan satu salam tersebut.

Kalau ditanya agama buat apa, mungkin ini jawabannya. Bukan untuk menentukan identitas kita  keluar, namun menemukan Tuhan di dalam. Menemukan damai dan cinta kasih. Menemukan siapa kita tanpa pengaruh luar.

Setelah salam bapak itu, rasanya apapun yang terjadi karena efek kerudung pashmina itu saya nggak perduli lagi. Terserahlah orang mau bagaimana. Kita kan nggak bisa merubah orang lain.  Kerinduan akan kedamaian ini lebih bermakna.

Saat bapak itu menyapa, saya hanya bisa terpana sebelum akhirnya melempar senyum termanis saya. Walaikumsalam, bapak. Mungkin bapak nggak tahu kita beda agama, tapi terima kasih iman bapak sudah menyapa iman saya. Sehat dan damai terus ya pak.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog