AdSense Page Ads

Thursday, April 20, 2017

Makasih Sudah Menyekolahkan Aku

Bu,
Hari Kartini nih. Pasti Ibu sibuk mengurus si dedek centil keponakanku. Terbayang hebohnya dia dipakaikan baju kebaya dan melenggak lenggok cantik di TK nya. Dari jaman kita TK sampai sekarang anaknya si Kakak yang TK, tiap Hari Kartini berarti sibuk deh anak perempuan berdandan. Tapi buatku yang jauh di Los Angeles, Hari Kartini nggak cuma setahun sekali. Buatku tiap hari Hari Kartini.

Tiap pagi aku bangun aku diingatkan bahwa aku ada disini didekatnya Chris Pratt (kenal juga nggak padahal, tapi kan lebih dekat daripada kalau aku di Denpasar) karena Ibu yang dengan semangat Kartini memacu anak-anak perempuan Ibu untuk belajar. Ensiklopedi dan buku-buku yang Ibu beli, kursusan yang harus kita ikuti, dan tekad Ibu agar semua anak Ibu lulus kuliah, ini semua modal yang Ibu berikan pada anak-anak perempuan ibu sampai kita jadi (ahem) hebat dibidangnya.

Nggak, aku disini nggak ditanya apa itu proses fotosintesis saat melamar pekerjaan, juga nggak ditanya bagaimana menghitung percepatan benda bergerak saat nge-date, apalagi disuruh menyebutkan 5 ekspor utama Republik Kongo. Di pekerjaan juga nggak terpakai ilmu Mikrobiologi atau Parasitologi, dan jelas Farmakologi serta Histologi juga tidak tersentuh. Tapi semua 'ilmu' lain yang aku dapat saat sekolah itu terpakai lho.

Saat sekolah, aku belajar:
- Bersosialisasi: Bukan yang hapalan buku, tapi bagaimana berinteraksi dengan guru teman dan orang lain.
- Deadline: Alias peer. Belajar mencari waktu untuk menyelesaikannya dan mencari jalan keluar kalau tidak selesai.
- Aksi dan konsekuensi: Kalau salah, terlambat, tidak mematuhi aturan, siap-siap disetrap.
- Tanggung jawab pada diri sendiri: Terutama saat kuliah, saat tidak ada lagi yang mengawasi.
- Logika: Ilmu alam itu pakai logika, nggak bisa cuma dihapal.
- Hapalan: Karena ilmu sosial (sejarah, geografi etc) itu bagaimana kita melihat sesuatu dengan cepat dan mampu mengingat poin-poin pentingnya.
- Melihat secara garis besar/tidak berpikiran sempit: Dengan sedemikian banyak yang harus dipelajari, cari mati kalau masih nekat hanya menghapal buta.

Jadi saat aku:
* Mengurus perpanjangan green card, memohon nomor penduduk, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan birokrasi: pelajaran PPKn dan Geografi lah yang punya andil (baca: belajar membaca/mengartikan formulir dan membaca cepat menentukan hal-hal apa yang penting)
* Mengurus keuanganku: jelas matematika dan ekonomi/akuntansi yang berperan. Paling nggak tahu kalau keuangan sudah nggak seimbang dan bisa mengalokasikan dana dengan sesuai.
* Gonjang-ganjing rumah tangga: terimakasih banyak untuk Ilmu Alam yang memaksa saya terbiasa melihat segala sesuatu secara utuh dan mengambil keputusan dengan kepala jernih dan bukan emosi sesaat.
* Berkenalan bertemu orang baru dan mencari teman di negeri orang: setelah drama emo / ABG saat SMA dan ospek saat kuliah, ini mah kecilllll
* Mencari pekerjaan dan beradaptasi dengan atasan: apa kabar guru-guru sekolah yang sok cihui dan dosen-dosen yang sok penting hihihi? (Mayoritas guru/dosenku sih oke ya huhu, jadi kalau pak/bu guru/dosen ada yang baca jangan tersinggung #kisskiss)

Aku disini success story lho Bu. Belum sesukses yang bisa membiayai kalian semua ke Disneyland sayangnya (pergi sendiri saja kayaknya belum sanggup/nggak rela bayarnya), tapi bisa dibilang American Success Story. Imigran yang belajar melakukan apa-apa sendiri, yang 5 bulan kerja full time sudah bisa sewa apartemen sendiri, yang walau pisah dari suami masih sanggup jalan-jalan ke negara bagian lain dan hidup dengan aman dan nyaman, yang nggak tergantung dari bantuan pemerintah apalagi bantuan orang tua. Disini banyak lho Bu yang biar seumur aku masih menadahkan tangan ke orang tua. Bangga nggak sih Ibu sama aku? Aku bangga sama aku hehehe.

Dan ini semua karena Ibu. Ini semua karena Ibu memperjuangkan pendidikanku. Walau kadang sirik melihat teman-teman yang tampak lebih makmur berkat orangtuanya, aku tahu 'modal' yang sudah Ibu berikan padaku adalah sesuatu yang tidak akan pernah habis dan tidak bisa diambil dariku. Dan aku berharap akan lebih banyak orang mampu menyadari hal ini.

Anak perempuan kan bukan hanya barang ya, Ibu. Pastilah cita-cita banyak orang tua (kalau bukan seluruh orang tua) supaya anak perempuan mereka berkeluarga bahagia, anak suami lengkap. Tapi untuk mencapai itu kan perlu modal. Kalau pernikahan adalah sebuah perusahaan, tentu kandidat partner/rekan bisnis utama yang akan dipilih adalah yang bisa memajukan perusahaan, bukan yang cuma ada disitu menghias kantor. Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan rekan bisnis utama (baca: suami) dan ia harus mengurus agar dirinya plus karyawan (baca: anak-anak) tetap terjamin? Bagus kalau perusahaan utama (baca: orang tua suami/istri) masih mau dan bisa turun tangan, kalau tidak?

Sama seperti perusahaan, punya gelar tinggi-tinggi tidak menjamin bisa menjalankan perusahaan. Makanya suka sebal kalau melihat orang yang pasang status membenarkan ibu RT berpendidikan tinggi "Bagus kan anak bisa diasuh lulusan S2", tapi masih rajin main copas berita hoax. Malu sama gelar gitu. Nggak punya gelar pun bukan berarti karyawan (baca: anak-anak) nggak terurus. Nggak usah jauh-jauh, lihat Menteri Susi. Salah banget kalau berumah tangga hanya melihat pendidikan pasangan. Walau pendidikan bagus itu membantu karena kita terbiasa dengan logika dan metode ilmiah dan sebagainya, tapi balik lagi ke apa yang bisa dan telah kita pelajari, iya nggak Bu?

Aku di sekolah juga belajar utang piutang. Ini sebabnya aku tahu bahwa utangku ke Ibu yang telah memperjuangkan pendidikanku mungkin tidak akan pernah terbayar. Apa yang kupelajari saat kuliah dan sekolah adalah modal hidupku. Dan bila kelak aku berkeluarga (lagi), itu juga yang akan menjadi modal anak-anakku. Sampai akhir hayat kita, aku akan tetap berhutang pada Ibu. Jadi Ibu jangan takut kehilanganku ya, bahwa aku kabur dan melupakan Ibu. Konon kan setelah menikah wanita jadi milik suami. Tenang saja, nggak begitu kok. Hutangku masih banyak, mesti tahu diri. Lagipula, aku senang dekat-dekat Ibuku tersayang. Kiss kiss muah muah dari Los Angeles. Makasih ya sudah menyekolahkan aku, Kartini Spesialku. Ai lop yu pull.

PS: Ajik/Babe ku tersayang, makasih juga ya. Jangan ngambek klo nggak di mention, kan Ajik nggak Kartinian xixixi. Lop yu tu!!!!

1 comment:

Search This Blog