Saya benar-benar berharap para motivator ternama berhenti menyesatkan pengikutnya. Serius. Seperti dibawah ini contohnya, benar-benar sesat menurut saya.
Sesat Pertama
Berharap manusia berubah sama saja seperti berharap dia akan tumbuh tanduk. Serius. Bukan tidak mungkin sih, tapi kemungkinannya amat-sangat kecil dan sebaiknya tidak menggantungkan harapan akan perubahan itu. Pasti anda sering sekali mendengar: Oh, dia pasti berubah kalau sudah menikah/punya anak/punya cucu. Jangan salah, kalau dasarnya tidak ingin berubah atau tidak mau berusaha berubah, seorang manusia tidak akan berubah. Makanya ada istilah: "Nabi saja tidak bisa merubah manusia, apalagi sesama manusia". Orang yang dasarnya pelit kemungkinan besar akan pelit seumur hidup, begitu pula dengan orang yang dasarnya mudah percaya, orang yang dasarnya royal, dan laki-laki yang suka wanita. Tidak percaya? Lihat saja Hugh Hefner, pendiri Playboy, yang diusia 86 tahun lebih masih menikah dengan wanita muda berusia 26 tahun. Buat saya pesan bahwa "pria akan berubah" ini menyesatkan bagi para wanita, karena seolah wanita harus memahfumi dan berharap bahwa sang pria akan berubah jadi lebih baik. Bila anda memiliki pasangan yang 'tidak baik' (baik pria maupun wanita), hal pertama yang harus anda tanyakan pada diri anda adalah: "Apakah saya bisa hidup dengannya bila dia tidak berubah?" dan bukannya "Kapan ya dia berubah?". Jangan pernah berharap manusia akan berubah, realistis sajalah.
Sesat Kedua
Ngomong-ngomong soal 'pria nakal', apa sih kategori nakal itu? Suka wanita atau sering gonta-ganti pacar begitu? Lalu bagaimana dengan 'wanita nakal' yang juga hobi kencan dengan berbagai pria? Saya tidak habis pikir kenapa di gambar itu tulisannya soal pria nakal dan dia bisa berubah, kenapa tidak 'orang' nakal (pria dan wanita) dan mereka bisa berubah? Kesan yang saya tangkap kita harus percaya bahwa 'pria nakal' bisa jadi baik, dan mensyukuri bila memang mereka berubah menjadi baik. Kalau 'wanita nakal' bagaimana? Tidakkah mereka juga berhak mendapat 'kepercayaan dan pensyukuran' yang sama dengan 'pria nakal'? Entah kenapa kalau 'pria nakal' bertobat dan jadi baik orang akan mengangguk paham dan berkata: "Syukurlah dia bertobat...". Tapi kalau 'wanita nakal' bertobat tetap saja lidah bergoyang: "Ih, dia kan wanita nakal..." atau "Gayanya bertobat, paling masih liar tuh..." atau "Terlambat, sudah rusak dia!". Ibaratnya, pria itu dianggap seperti sepatu boot yang semakin banyak dipakai semakin terlihat tangguh, sementara wanita dianggap seperti baju blus yang bila ada noda setitik bisa langsung dibuang. Ini tidak adil dan tidak masuk akal. Penyakit menular seksual itu tidak pandang jenis kelamin lho, begitupula ketidak ma(mp)uan untuk bertahan dengan satu pasangan saja alias doyan jajan. Bertobat juga tidak pandang jenis kelamin. Hidup itu harus adil dan harus bisa menghargai satu sama lain. Bila anda memutuskan 'pria nakal' bisa bertobat, maka seharusnya anda juga memutuskan 'wanita nakal' bisa bertobat. Kita sama-sama manusia toh?
Sesat Kedua Setengah
Lanjut dengan yang diatas, pastinya ada yang berpendapat kalau wanita harusnya menjaga dirinya karena wanita begitu berharga. Lah, memang pria tidak berharga? Atau kalau wanita lebih berharga daripada pria, kenapa anda tidak mengacungkan golok dan obor pada pria-pria yang 'merusak' wanita ini? Anda tidak bisa 'nakal' sendirian, harus ada partnernya bukan? Bila 'wanita nakal' dianggap sedemikian rusaknya sehingga tidak bisa diperbaiki/harus dijauhi, bukankah seharusnya kita menjatuhkan sanksi sosial yang jauh lebih keras untuk para pria yang mengakomodir kenakalan si wanita ini karena mereka merusak sesuatu yang sangat berharga?
Sesat Ketiga
Saya seorang wanita yang menghargai diri saya, dan saya lebih memilih punya pasangan baik daripada bertahan dengan pasangan yang tidak baik dan berharap dia berubah. Wanita yang bertahan di deraan dan akhirnya berhasil mengubah pasangannya menjadi lebih baik selalu dianggap wanita super dan 'berhasil' atau accomplished. Tapi coba pikir, bila anda punya anak/cucu/saudara perempuan apakah anda benar-benar ingin anak/cucu/saudara perempuan anda memaksakan diri hidup dalam ketidakbahagiaan karena berharap si pasangan suatu saat akan berubah? Ada orang-orang yang memang hobi/punya pembawaan martir (atau memang sadokis, senang disakiti) dan mau bertahan dalam ketidakbahagiaan, dan beberapa dari mereka memang pada akhirnya pasangannya berubah jadi lebih baik. Good for you, kata saya. Tapi ingat, banyak yang tidak seberuntung ini. Dunia ini penuh orang brengsek lho. Dan kalau anda memutuskan anda tidak ingin bersama pasangan anda yang nakal, monggo pergi. Yang lain tolong jangan menjudge dan mem-peer pressure wanita-wanita ini dengan label "Tidak tahan cobaan", atau "bukan wanita sejati". Setiap manusia, baik pria maupun wanita, berhak hidup tenteram dan tidak tersakiti. Oh, dan para pria yang tidak mau berpasangan dengan wanita nakal karena berpikir: "Kok kamu bisa dengan gampangnya menyerahkan diri kepada pria lain??", para wanita juga berhak (dan seharusnya) berpikir tentang pria nakal: "Kok kamu lemah mental sekali dan tidak mampu menjaga syahwat mu??". Pria baik [konon] akan mendapatkan wanita baik, maka dengan demikian wanita baik juga berhak pilih-pilih dan mencari pria baik, bukan cuma sekedar dapat sisa-sisa dan diwajibkan bersyukur karenanya. Please deh, hari gini bo'.
Kalau anda baca Facebook nya motivator ini, banyak postingannya yang bernada kurang respek terhadap wanita, dan ini sangat disayangkan. Contohnya saja postingan diatas soal wanita menyuruh anda berhemat, lalu istilah dia Work Shop [pria work wanita shop], atau "Wanita itu seperti anak-anak, tidak bisa mendengar janji. Dia langsung percaya, dan menagih setiap hari". Dan imbuhan/tambahan ASIMH (Awas Status Ini Mengandung Humor) buat saya tidak membantu, karena ini hanya akan membuat orang-orang menganggap status-status ini lucu dan makna sebenarnya tidak penting. Apa iya untuk membuat seseorang merasa bangga akan dirinya sendiri/termotivasi harus mengorbankan/merendahkan wanita? Di era dimana wanita bekerja bukan lagi suatu privilege/hak istimewa melainkan suatu keharusan (jaman sekarang hidup cuma dari satu penghasilan saja itu berat lho), joke-joke seperti ini seharusnya sudah diambang kepunahan. Bahkan dimasa lalu dimana wanita jadi ibu rumah tangga, tugas mereka pun tidak mudah lho. Membesarkan anak, mengurus rumah, mengatur keuangan, meladeni suami, ini semua tidak bisa dilakukan sekadarnya dan harus sepenuh hati. Dan ya, pria juga doyan Shop, lihat saja banyaknya butik atau produk khusus pria sekarang ini; pria juga kadang sibuk menagih janji seperti anak-anak; dan seterusnya. Bukan 'pria' atau 'wanita' yang melakukan hal-hal seperti ini, tapi 'MANUSIA'.
Saya bukan feminis dan saya tidak percaya hak wanita lebih besar daripada hak pria. Saya Equalist/percaya persamaan derajat dan saya percaya wanita dan pria harus diperlakukan sama. Bila anda menghujat para wanita nakal, hujatlah para pria nakal juga. Bila anda mensyukuri pria nakal yang bertobat, syukurilah wanita nakal yang bertobat juga. Dan bukan cuma anda para pria baik yang bisa menggeleng jijik dan bilang "Dia kan wanita nakal....", para wanita baik juga bisa (dan sebaiknya) melakukan hal yang sama dan bukannya disuruh berharap pria nakal ini akan berubah. Sekali lagi, ini bukan pria vs wanita. Ini adalah menghargai sesama manusia, apapun jenis kelaminnya. Para pria yang membaca artikel ini mungkin menganggap saya ekstrim, tapi tolong pikir baik-baik: apakah ini yang anda inginkan untuk anak-anak perempuan anda, dianggap tidak kompeten/hobi belanja/kekanakan/dan harus mengamini para pria nakal? Ini bukan cuma sekedar joke lucu. Setidaknya setengah jumlah manusia di Bumi ini adalah wanita dan semakin banyak dari para wanita ini yang bisa hidup mandiri. Dunia sudah bukan monopoli pria, dan saat ini semakin terlihat jelas bahwa pria membutuhkan kerjasama wanita. Atau lebih tepatnya, saat ini terlihat jelas betapa pentingnya kerjasama antar sesama manusia, terlepas dari suku agama ras atau jenis kelamin. Sudah saatnya kita melihat pria dan wanita setara bila kita ingin maju dan hidup harmonis. Kita 'MANUSIA', titik. Mari saling menghargai.