A little bit of this, a little bit of that, and all the things the cat sees along her way
AdSense Page Ads
Monday, September 9, 2013
Yang Kalah saat Perhelatan Miss World
Akhirnya Miss World 2013 seluruhnya diselenggarakan di Bali. Ceritanya Maksiat menang huhuhu. Tapi ada yang tahu tidak siapa yang sebenarnya kalah? Siapa yang sebenarnya dizalimi? Siapa yang sebenarnya terebut haknya?
Yang kalah adalah orang-orang kecil: pekerja dari pulau Jawa yang waktunya tersita karena pemeriksaan tambahan di Pelabuhan Gilimanuk, sopir-sopir truk yang membawa muatan cepat rusak seperti sayuran dan daging yang juga terpaksa menunggu karena pemeriksaan tambahan di Pelabuhan Gilimanuk, pekerja hotel di Jakarta dan sopir-sopir taksi di Jakarta yang bisa saja mendapatkan penghasilan tambahan dari sekian banyak kru acara Miss World ini, orang-orang pekerja migran di luar negeri yang terdiskriminasi karena Indonesia identik dengan kekerasan dan teror, pekerja di Jakarta yang terpaksa harus berangkat jauh lebih awal ke tempat kerja agar tidak tercebak macet akibat aksi demonstrasi FPI di bundaran HI, atau para pekerja yang mendapatkan peringatan atau bahkan dipecat akibat keterlambatan yang disebabkan demonstrasi ini.
Sangat gampang, bahkan terlalu gampang untuk berkoar "Anti Maksiat!" dan berkhotbah akan apa yang "harusnya dilakukan" menurut pandangan anda bila anda kebetulan memiliki status sosial ekonomi yang cukup bagus. Tapi lain ceritanya bila anda dalam situasi sosial ekonomi yang "terjepit". Orang-orang ini hanya butuh penghidupan, itu yang paling utama. Mereka tidak memiliki pilihan atau privilege untuk menolak pekerjaan atau merelakan pekerjaan mereka hilang dengan alasan "Anti Maksiat". Saya yakin sepenuhnya orang-orang ini akan bilang "TIDAK!" bila mereka tahu bahwa jasa mereka dipakai untuk tujuan yang tidak baik (kriminalisme, maksiat, dsb), tapi bagaimana bila mereka tidak tahu? Sopir taksi mengantar wanita muda cantik dan berpakaian rapi, tahu darimana bahwa uang yang dipakai untuk membayar benar-benar dari uangnya sendiri dan bukan dari "uang jajan" yang diterima dari bosnya sebagai istri simpanan? Sopir truk mengantar sprei bersih ke hotel, tahu dari mana bahwa sprei yang ia kirim akan digunakan oleh tamu hotel yang terhormat dan bukan untuk seks bebas dengan para pelacur? Apa yang bisa ia lakukan kecuali menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin?
Enteng sekali untuk berkomentar online dengan laptop mulus anda atau dengan hape mahal anda: "Baguslah, jadi para muslimin dan muslimah di Jakarta tidak tercemari oleh kemaksiatan." Waktu saya membantu mengorganisir sebuah event musik di Bali, penyelenggaranya yang orang Amerika memberikan saya tip lumayan besar karena merasa terbantu dan puas dengan pekerjaan saya. Uang ini kemudian terpakai untuk membayar operasi usus buntu saya 2 bulan kemudian. Para pekerja video dari Bali yang kami sewa pun mendapatkan bonus yang lumayan, dan kameramen yang kami bawa dari Jakarta dengan manisnya mendapat wejangan (plus bertukar alamat e-mail) dengan kameramen nya Madonna. Warung Tegal dimana saya membeli makanan untuk kru kami mendapat rejeki nomplok, begitu pula sopir-sopir taksi dan penyewaan mobil yang kami gunakan untuk transportasi. Siapa anda, sekali lagi saya bertanya, siapa anda yang merasa berhak mengambil atau menafikan kesempatan ini dari mereka? Bahkan bila anda adalah salah satu dari mereka dan anda kekeh untuk bilang "Tidak!" dan menolak pekerjaan tersebut, anda tidak punya hak untuk menjudge mereka yang mencoba bertahan hidup dan memberi kehidupan yang layak bagi keluarga mereka. Bagi mereka, mereka melakukan pekerjaan sebaik mungkin dan dibayar sepantasnya. Ya, mereka memang secara tidak langsung bekerja untuk warga negara Amerika yang konon kafir, tapi bukan berarti mereka melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepercayaan mereka.
Umat Islam di Indonesia itu bukan cuma yang sibuk menentang "kemaksiatan" Miss World. Umat Islam di Indonesia itu juga kakek malang ini yang meninggal karena kecewa BSLM nya diambil orang. Umat Islam di Indonesia itu juga pekerja migran di luar negeri yang saat pulang ke Indonesia dipalak oleh pihak berwajib dan agen mereka. Umat Islam di Indonesia itu juga ibu-ibu atau bapak-bapak di "Andai Aku Menjadi" yang melakukan berbagai pekerjaan berat demi penghasilan yang sangat minim. Umat Islam di Indonesia itu juga para WNI yang tinggal dan bekerja di negara Barat dan harus menghadapi tatapan sinis dan kecurigaan karena kentalnya aksi dan ancaman kekerasan yang dilakukan kelompok muslim garis keras di Indonesia. Umat Islam di Indonesia itu juga si tukang sayur keliling di rumah saya di Jakarta, si ibu penjual kue berjilbab yang dengan setia mendorong gerobak kuenya tiap pagi di dekat kantor saya di Bali, keluarga Pak 'Ndut penjual Lontong Sayur Betawi yang setelah Pak 'Ndut meninggal beralih ke pembuat kue kering (nastar dll) sementara tetap mencoba bertahan hidup di Bali karena menurut mereka "lebih adem dan aman". "Maksiat"nya Miss World bukanlah suatu prioritas bagi mereka. Namun kesejahteraan mereka harusnya menjadi prioritas bagi banyak kalangan yang mengaku "Saudara seiman".
Saya bukan seorang Muslim, saya penganut Hindu-Bali. Walaupun saya bukan Muslim, saya juga tidak setuju dengan Miss-miss an dan berbusana yang "mengundang". Bagi saya ada banyak cara yang lebih bermartabat untuk mendapatkan "Pengakuan" dari lawan jenis. Saya juga tidak mendukung seks di luar nikah, karena pada akhirnya wanitalah yang paling dirugikan. Ini bukan dari ajaran agama manapun, ini cuma common sense atau akal sehat. Kemaksiatan Miss World 2013 bisa diperdebatkan sepanjang yang anda mau, tapi tolong, tolong pikirkan seluruh umat Muslim di Indonesia sebelum anda sibuk mengancam dan berdemo dan membuat hidup yang lain susah. Tempatkan diri anda dalam posisi mereka: yang berjuang demi mendapatkan sesuap nasi, yang bahkan tidak tahu apakah mereka bisa makan besok, yang berusaha mendapatkan uang untuk biaya sekolah anaknya, yang bekerja sedemikian keras demi hidup yang lebih baik. Jangan hanya berkoar dan berkhotbah dari kenyamanan rumah anda di kota besar, dengan akses internet tak terbatas dan uang donasi dari umat anda; jangan hanya menuduh dan berkomentar negatif dari hape anda yang keren dengan pulsa yang dibayar ayah bunda tercinta; jangan hanya mencibir dan menilai dari laptop anda yang mulus di kantor anda di gedung tinggi yang anda dapatkan karena anda lahir dari keluarga yang berada dan mendapatkan pendidikan serta kesempatan yang maksimal. Pikirkanlah kaum marjinal, pikirkanlah janda-janda tua dan mereka yang terlahir di kondisi kurang mampu, pikirkanlah para orangtua yang membanting tulang agar anak mereka mendapatkan kesempatan yang lebih baik, baru tanyakan pada diri anda: apakah yang akan saya lakukan membantu mereka?
Saya bukan seorang muslim. Saya adalah warga negara Indonesia, dan orang-orang ini adalah juga warga negara Indonesia. Pikirkanlah mereka. Bantu mereka. Lindungi mereka.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment