AdSense Page Ads

Monday, September 12, 2011

Sorry, No Lap Dancing Today

Pagi ini rasanya hitam sehitam-hitamnya. Saya marah, saya sedih, saya putus asa. Rasanya saya tersapu dan tenggelam dalam emosi negatif. Lebay? Nggak juga, saya cuma benar-benar terluka oleh suatu hal.

Orang-orang memiliki mekanisme sendiri dalam menghadapi keterpurukan. Ada yang bengong ga karuan, ada yang mengunci diri di kamar dan menangis seharian, ada yang berusaha memblok rasa sakit itu dengan melakukan kegiatan yang berguna (jarang) ataupun tidak berguna (lebih mungkin). Saya? Rasanya pagi itu saya ingin dance seharian dengan music R&B dan Hiphop favorit saya bersama teman-teman yang asyik, lengkap dengan minuman dan keriangan; atau bahkan lap dancing dengan orang yang saya sukai. Karena masih jam kantor, saya mendengarkan music sekencang-kencangnya melalui earphone, bertepuk tangan dan berdansa dengan kertas-kertas kerja saya. Bos saya (bless his soul) lewat dengan cangkir kopinya,mengangkat alis, dan berlalu sambil pura-pura tidak melihat (I love you boss). Walau hanya sebentar, saya cuma ingin melupakan masalah saya.

Pemakaian alkohol atau obat hanya karena “keren” jelas sebuah kebodohan, namun saya bisa mengerti kenapa orang lari ke obat-obatan atau minuman keras saat terpuruk. Ataupun melakukan tindakan-tindakan yang konyol. Mereka mengalihkan rasa sakit kita, membuat kita tak mampu merasakannya walau hanya sebentar. Dan bila masalah yang anda hadapi benar-benar berat, ketenangan “sebentar” yang ditawarkan oleh kebodohan sesa(a)t itu benar-benar terasa seperti suatu anugrah. Seperti kata Dr. Taub dalam serial House, M.D: “You got your Vicodin [pil penenang] to block your pain, I got my affairs.”

Tapi apa benar kita cuma sekedar mencari ketenangan sesaat, melarikan diri dari masalah? Saya rasa lebih dari itu. Saya selalu berpikir bahwa tindakan-tindakan bodoh yang saya (hendak) lakukan saat terpuruk bukan hanya sebuah pelarian,namun juga pencarian. Pencarian perhatian. Pada dasarnya kita semua adalah kanak-kanak: kita butuh ditenangkan, butuh dipeluk dan diyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja, butuh sesuatu untuk berpegang. Saya pribadi akan dengan senang hati menukar kegilaan (impian) saya diatas dengan pelukan hangat dan tangan yang membelai lembut rambut saya, dan kata-kata: “It’s okay Yoges… I’m here…”. Saya rasa bahkan teroris tersangar pun sebenarnya butuh hal ini, mereka hanya terlalu terluka dan terlalu “rusak” untuk menyadarinya.

Walau hanya sementara, jauh lebih mudah untuk menghilangkan sakit kita dengan melakukan hal-hal yang negatif dan bodoh. Saat kita terbawa dalam emosi yang negatif, ada suatu perasaan suicidal/ingin bunuh diri, ingin melakukan hal-hal yang merusak, dan pikiran-pikiran menantang: “Terus kenapa?? Toh tidak ada artinya lagi!! Suka-suka saya dong!!”. Padahal sebenarnya bukan hidup anda yang ingin anda rusak, bukan hidup anda yang ingin anda tantang, melainkan masalah anda. Yang amat mungkin terjadi berikutnya adalah hal-hal buruk berkat kebodohan eh petualangan anda, lalu anda akan terpuruk lebih dalam, lalu anda akan melakukan hal-hal yang lebih bodoh lagi, dan lingkaran setan ini terus berputar.

Bandingkan dengan bila anda menahan diri: saat saya marah saya memaksa diri saya diam di rumah dan bermain Harvest Moon atau membaca buku petualangan favorit saya, pokoknya mencegah saya melakukan tindakan bodoh atau melampiaskan kekesalan saya pada orang lain. Rasanya menyebalkan dan membuat frustasi, seperti dipaksa berpuasa atau makan sayuran mentah selama berminggu-minggu. Sehari, dua hari, tak terasa anda sudah bisa bersikap cuek terhadap masalah anda karena masalah selalu ada, dan anda sudah belajar untuk menghadapi (atau bahkan menyelesaikan) masalah anda. Perbandingannya seperti main game dengan cheat (yang mudah tapi entah kenapa tidak tamat-tamat) atau main game tanpa cheat. Adu ketahanan ini jauh lebih mudah bila anda memiliki sesuatu atau seseorang yang berarti buat anda. Seperti pendapat saya diatas: bukan hanya mencari pelarian namun juga mencari perhatian. Itulah kenapa saya sibuk “mengganggu orang” saat saya terpuruk, hanya mendengar suara mereka di telepon atau membaca komen di dunia maya membuat saya yakin Tuhan tidak meninggalkan saya, Ia berbicara melalui teman-teman saya. Teman saya berfokus pada latihan silatnya, yang lain pada tulisannya. Apapun itu, ada cara yang lebih baik dan lebih permanen (dan bukannya singkat tapi temporer) untuk menghadapi masalah anda.

Tak terasa jam makan siang pun tiba. Mama saya tiba-tiba menelepon untuk makan siang. Teman saya dari Jakarta meng-SMS saya. Kenalan dari Surabaya menelepon saya. Tuhan sudah mengirimkan malaikat-malaikatNya. Sorry guys, no lap dancing today. I’m saved.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog