AdSense Page Ads

Showing posts with label AirAsia. Show all posts
Showing posts with label AirAsia. Show all posts

Monday, August 18, 2014

Mimpi dalam Selembar Voucher Tiket

Saya ingin pergi. Saya tak tahu saya mau pergi kemana, tapi saya ingin pergi melihat dunia. Saya ingin melihat dengan mata kepala saya indahnya Indonesia, dan ingin merasakan seperti apa di negeri orang. Mungkin ini efek tinggal di pulau kecil dan memiliki pekerjaan yang (lumayan) monoton, mungkin ini efek tekanan keluarga atas status single saya, mungkin ini efek kesetressan saya menjadi single sekian lama, tapi saya benar-benar ingin pergi jauh. Dulu-dulu saya tidak perduli, dulu-dulu saya sudah cukup senang 'mengunjungi' tempat-tempat eksotis tersebut hanya lewat bacaan, entah kapan perasaan saya berubah dan hasrat untuk bepergian semakin menyeruak. Sayangnya mimpi hanyalah mimpi. Pelesir itu   butuh uang, dan rasanya tidak masuk akal membuang uang untuk tamasya beberapa hari saat uang tersebut bisa dialokasikan untuk hal yang lebih penting, uang sekolah adik atau cicilan motor misalnya. Paling tidak, begitulah alasan saya bila ditanya teman. Alasan yang sebenarnya adalah saya pengecut. Saya tidak berani meninggalkan zona aman saya.

Hijaunya kaki Gunung Merapi
Lalu saya memenangkan voucher tiket AirAsia senilai Rp 500,000. Saat itu saya belum pernah sekalipun naik AirAsia, walaupun tiket murah dan promo-promonya sudah melegenda. Rasanya seperti menang golden ticket-nya Willy Wonka! Hitung-hitungannya dengan voucher ini saya bisa membeli tiket PP ke destinasi wisata seperti Jogja, Makassar, bahkan Singapura atau Thailand dengan hanya menombok Rp 500,000 saja, bahkan kurang. Selama beberapa minggu setelah saya menerima voucher tersebut via e-mail, hampir tiap hari saya membuka e-mail tersebut dan tersenyum-senyum sendiri. Sumringah rasa hati ini. Sekarang saya bisa pergi, pikir saya. Saya bisa melihat dunia (atau setidaknya tempat lain selain Jakarta dan Bali). Saya bisa bertemu dan berkenalan dengan orang lain. Saya bisa menjadi petualang sejati dan bukannya wanita kantoran yang membosankan. Walau nominalnya tidak banyak, voucher ini membuat saya 'mampu' untuk melihat dunia, dan alasan ketakutan saya menjadi tidak valid sama sekali.

Hari berganti dan bulan berlalu, namun voucher tersebut masih belum juga terpakai. Berbagai alasan saya kemukakan pada diri saya sendiri: mulai dari susah mendapat cuti, banyak hari raya, sampai (lagi-lagi) biaya. Bisikan-bisikan pesimis pun muncul, “Sudah tidak usah dipikirkan, menangnya juga kebetulan dan kamu tidak rugi apa-apa. Kamu juga sudah dapat pengalaman yang menarik dan teman baru saat memenangkan tiket ini. Jangan rakuslah.” Untungnya sifat keras kepala (plus irit) saya bersikeras dan tidak mau begitu saja melewatkan kesempatan melihat dunia. “Ke Singapura saja,” kata si keras kepala. “Beli tiket PP diskon ke Singapura, cukup satu malam atau bahkan pulang hari saja. Paling tidak kamu bisa melihat bandara Changi dan jalan-jalan via MRT tanpa harus membayar hotel. Tidak seberapa memang, tapi setidaknya kamu tahu rasanya terdampar di luar zona amanmu.” Cukup masuk akal menurut saya, dan jadilah saya mulai bermimpi dan merencanakan petualangan saya.

Birunya laut Sulawesi
Kalau di buku novel, pastinya saya sudah terbang ke Singapura dan setelah itu menjadi petualang sejati dan hidup bahagia selamanya. Sayangnya ini bukan buku novel. Tiga minggu sebelum masa berlaku voucher ini berakhir saya bertemu seseorang istimewa di internet, dan dia akan ada di Jakarta hanya dua hari sebelum pulang ke negaranya, Amerika Serikat. Pertanyaannya, apakah saya sebodoh dan seputus asa itu menggunakan 'golden ticket' saya untuk bertemu pria ini? Saya baru berkenalan dengannya hanya dua hari di internet waktu ia menawarkan untuk bertemu muka, bagaimana kalau ternyata dia psikopat atau jaringan trafficking? Apakah satu-dua jam bersamanya setara dengan petualangan satu-dua hari di Singapura atau Jogjakarta? Apa iya saya akan rela membuang begitu saja kesempatan saya untuk melihat dunia, yang mungkin tidak akan bisa saya dapatkan lagi, hanya demi seseorang yang mungkin akan mematahkan hati saya lagi? Saya sudah capek berurusan dengan romansa, dan ini juga salah satu alasan kenapa saya ingin 'pergi', saya ingin bebas menjadi diri saya sendiri. Tapi saya kesepian, dan saya tak ingin melihat dunia sendirian. Saya akhirnya menggunakan voucher tersebut untuk membeli tiket ke Jakarta dan bertemu dengan prian ini hanya 4 hari setelah kami pertama kali berkenalan dan berbincang di internet. Saya tahu saya pengecut, saya tahu saya mungkin telah menutup kesempatan terakhir saya untuk melihat dunia, tapi saya telah memilih. Petualangan terbesar adalah petualangan bersama seseorang yang kita kasihi, dan saya menginginkan seorang belahan jiwa lebih daripada saya menginginkan melihat dunia.

26 bulan kemudian saya asyik memandangi gedung-gedung tinggi Singapura dari kolam renang di lantai 57 hotel Marina Bay Sands saat suami saya berseru, “Ary, smile!” dan menjepret foto selfie kami berdua. Yup, dia pria yang temui dengan menggunakan voucher AirAsia tersebut. Secara tidak langsung, voucher tersebut sudah 'menerbangkan' saya ke The Getty, Santa Monica Pier, Los Angeles, Very Large Array, Tombstone, Singapura, Malaysia, Toraja, Bromo, Pura Gunung Salak, Surabaya, Pare-pare, Makasar, Lombok, dan area-area di Bali yang belum pernah saya jamah sebelumnya. Namun itu hanyalah bonus bagi saya. Voucher tersebut memberikan saya hal yang paling saya inginkan: pasangan hidup yang mencintai saya, teman berpetualang yang super asyik, seseorang yang mengisi relung kosong di hati ini. Berkat voucher itu pula saya menemukan sahabat sehati dan keindahan Bali yang sebenarnya. Saya harus membayar Rp 10,000 dengan kartu kredit untuk menggenapi harga tiket tersebut, sementara saya tidak memiliki kartu kredit sehingga harus meminta bantuan seorang sepupu. Kami menjadi dekat setelah itu dan menemukan bahwa kami memiliki banyak kesamaan terutama dalam kecintaan kami terhadap Bali, yang akhirnya terkulminasi dalam proyek pertama kami "Journey To Bali: The Best Festivals and Events in 2014". Oh ya, dan saya pun menemukan hasrat dan cita-cita saya: saya ingin menjadi penulis.

Besarnya Very Large Array (total 27 antena satelit) di New Mexico
Berawal dari sekedar harapan untuk melihat daerah/negara lain selama satu hari, saya malah menemukan pasangan hidup, mendapatkan teman-teman sehati, berpetualang ke daerah-daerah yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya, menerbitkan buku, dan mengetahui panggilan hati saya. Semua berkat sebuah voucher tiket. Kedengarannya lebih ekstrim daripada cerita di buku novel bukan? Ternyata ada benarnya saat orang berkata “hidup manusia lebih aneh daripada fiksi.” Dan petualangan kami baru saja dimulai. Terimakasih AirAsia!

Sunday, April 27, 2014

Sometimes Dreams Do Come True

I remember holding on to the AirAsia voucher for so long. It worth only Rp 500,000, but to me it was my greatest treasure. To me it's a gate to a new life, the life of an adventuress that I've always longed for. I have always wanted to travel and see things other than Jakarta and Denpasar, but I never did because I always thought I couldn't afford it. Then a friend - someone whom I submitted some articles to - connected me with a gig, a request to cover a special one-day bank promotion in Bali. I made friends, touring Bali's tourist district by bike, won the voucher, and get to experience a very impressive fancy dining. The next day I had my first white water rafting experience with the bike team, and after that the adventuress in me is officially awaken. I want to go to Jogja and pray at Prambanan, I want to experience a day at one of Indonesia's remote island, or even go to Singapore just to get a stamp in my passport. I know the voucher is probably only enough to pay a one way ticket, but it is a good start. I will go somewhere, I keep telling myself, I will go somewhere.

Days past and turn to weeks, which in turn turns into months. And I was still lodged where I was. The expiry date for the coupon was fast approaching, yet not a single trip has been made, nor even planned. The adventuress in me had calmed down, yet I can feel her silent seething frustration. Life, said the pessimist in me (which called herself Logic), is too complicated for adventures. The adventuress made one final bid though. See the world, she said, go to Singapore and see the world. I have loathed people who prefer going abroad than experiencing my own beautiful country, but I understand why the adventuress in me wanted to go to Singapore. Jogjakarta can still be considered as my comfort zone, and it is far too costly to go to Labuan Bajo or Raja Ampat; yet I can easily do a day trip to Singapore and it will only cost me less than Rp 1,000,000. It is crazily affordable now. A round trip ticket to Jakarta cost about Rp 800,000, which is roughly the same price that I have to pay for a non-promotional return ticket to Singapore thanks to the voucher. I made up my mind and start saving hard to make that day trip come true.

About a month from that day and a mere 3 weeks before the expiration date I looked at the voucher again. It was decision time, and I have to make one really fast. I met a special person online, and I wanted to meet him in person. The problem is that he will only be in Jakarta for 2 days before returning to US. I could use the voucher to buy a ticket to Jakarta to meet him, but that means I wont be able to use it to go to Singapore. What will it be? An hour in Jakarta with a man that I think I have fallen in love with or a day in Singapore to established myself as an adventuress? I had enough heartaches and dissappointment already, why waste my chance of adventure just for another heartache and dissappointment? I wanted to see the world, I really do. But I was lonely too, and world is so grey and dull when you are lonely. I booked the ticket to Jakarta an hour later, fully realizing that I am not an adventuress and I'm just a meek lame commoner. It hit me hard when I held the Jakarta ticket, and I silently say goodbye to my Singapore adventure.

Fast forward 26 months later, and I am standing on the edge of a swimming pool 57 stories above the ground, looking at the vista of Singapore below. My husband, the man that I decided to meet in Jakarta with that voucher, called out my name and as I faced him he grinned and snapped a picture of my smiling face. As I rested my head on his shoulder I realized how far that voucher had took me. It initially took me to Jakarta, but then it took me to Arizona, California, remote islands of Gili in Lombok, Lombok island, other places in Bali that I've never been to, and eventually Singapore. The voucher has allowed me to tick off a vast majority of my travel bucket list, even those that I didn't know I wanted to go to. And yes, it has also given me the thing that I wanted above all else: a travel companion, a lover, a life partner. You see, sometimes dreams do come true, and mine come true because of that little voucher. Life is unpredictable, life is harsh; yet in life dreams can come true. So believe in life, and enjoy it to the fullest :)

Search This Blog