AdSense Page Ads

Thursday, July 15, 2021

Sesat



Kata orang kita melawan covid. Konon. Tapi bagi saya, kita sebenarnya melawan segala kebatilan di dunia.

Kalau ngomongin kebatilan, pemikiran kita langsung ke esek-esek, judi dan miras, segala perilaku tidak terpuji dan demenannya setan. (Dan Setan pun yang: "Ih kok gue lagi yang dibawa-bawa??"). Tapi apa sih perilaku batil itu? Apa sih yang disukai setan?

Setan konon senang melihat manusia sengsara. Karena manusia yang sengsara nggak akan ingat Tuhan dan akan berpaling dariNya. Manusia yang sengsara akan menyengsarakan manusia lain, dan tambah banyak orang yang berpaling dariNya. Semakin banyak yang sengsara, semakin bahagialah oom setan. Laskarnya berlipat ganda.

Bukankah itu yang terjadi saat ini? PMKM/lockdown baru menyengsarakan masyarakat luas, terutama kaum marjinal. Cari makan tambah susah. Harga-harga makin mahal. Kalau sampai terkena covid yuk mari bye bye karena rumah sakit dan tenaga Kesehatan sudah tidak ada. Ini salah siapa? Ya salah kita yang tidak perduli dan menyengsarakan orang lain.

Sebagaimana penyakit apapun, yang paling menderita itu orang miskin. 

Kaum marjinal dan menengah bawah belum tentu bisa mengambil vaksin. Entah kendala data diri, kendala transportasi, atau ya memang tidak sanggup mengambil day off untuk meredakan efek vaksin. Vaksin itu kan memang bekerja dengan mengaktifkan daya tahan tubuh, jadi merasa meriang atau bahkan harus istirahat full itu ya wajar.

Boro-boro mereka bisa isolasi. Sudah lupa ya banyak orang Indonesia yang hidup di rumah petak, bersempalan tanpa ada social distancing. Nutrisi pun tidak seperti kita horang kayah yang tinggal pesan makanan online. Kalau sakit, ya walahualam. Mungkin lebih baik sekalian meninggal daripada berjuang hidup meninggalkan hutang bayar obat dan perawatan yang mungkin tak akan pernah terbayar.

Seorang teman bersikeras bahwa ini virus yang tak pandang status social, semua bisa kena. Iya, tapi opsi perawatan saat kena itu beda antara yang berduit dan yang tidak. Apa iya tukang becak punya kenalan agar bisa masuk waitlist rumah sakit? Atau abang gorengan bisa titip konsul foto thorax ke dokter paru saudara jauh?

Bagi kita yang lebih beruntung daripada saudara-saudara kita ini, buat kita yang kerja kantoran dan keluarga (lumayan) terjamin, buat kita yang berpendidikan dan mampu berpikir, ketidakpedulian kita akan covid adalah sebuah kesesatan. Kita menjerumuskan, bahkan menggali makam, untuk saudara-saudara kita yang kurang beruntung.

Seharusnya kita mampu berpikir apa dampak tindakan kita, postingan kita. "Gue sih nggak papa!" Ya iya. Elu ga kenapa. Nah yang lain? 

Jalan-jalan saat covid positive, apa nasib si mas waiter resto yang mungkin pulang ke rumah yang ada anak kecil atau warga sepuh? Menolak karantina sehabis bepergian atau party berdesakan dengan alasan "sebelum/ setelah party hasil negative!" bukan berarti kamu tidak membawanya pulang. Apa kabar orang-orang kecil yang kamu temui sepanjang jalan? Bagaimana orang-orang yang mungkin melihat postingan anda dan meniru tanpa melakukan prevensi sebagus anda?

Lalu jempol yang seolah tak bertulang posting ini itu, menafikan covid dan menantang imunitas. Apa iya kamu berani kena covid tanpa ada akses finansial dan kesehatan seperti halnya orang-orang pinggiran? Apa iya kamu rela berdesakan menunggu dapat hospital bed, dan pasanganmu yang kinclong mau mengantri tabung oksigen?

Para penegak hukum yang membawa pulang uang hasil sitaan dari pedagang kecil dan politikus yang bermandi dana bansos harusnya dipermalukan, bukan malah "syukurlah Tuhan masih memberi rejeki." Elu ngambil rejeki orang, cuy. Gerai-gerai besar yang tidak ditindak dan tetap buka harusnya dihujat di media karena tidak memikirkan nasib masyarakat banyak. Entah berapa banyak yang terpapar hanya akibat antrian BTS meal di M kuning.

Orang Indonesia getol menyumbang kanan kiri, terutama saat hari raya/upacara keagamaaan. Orang Indonesia semangat membangun rumah ibadah, agresif pelesir suci atas nama pembersihan diri. Tapi bilamana manusia dibuat Tuhan dari jatidiriNya, bukankah semua manusia itu berharga? Bukankah semua manusia itu penting? Lalu kenapa kita tidak bisa berpaling dari diri kita sendiri dan bukannya melihat apa yang terjadi di sekitar kita?

Vaksin. Taat prokes. Bila ada uang lebih nggak usah jalan, sumbangkan ke driver ojol atau delivery driver yang sudah membantu kita. Bersuara lantang pada berita hoax tentang covid, dan menolak keras orang yang memanfaatkan situasi. Kalau dibilang anda sales covid, ya nggak kenapa. Lebih baik jadi sales covid yang mungkin menyelamatkan manusia lain daripada nggak perduli dan pasti menjerumuskan.

Kita ini orang mampu, nduk dan ndoro. Tugas kita untuk menolong yang tidak mampu. 'Kelebihan' kita bukan anugerah, melainkan amanat. Ingat itu.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog