AdSense Page Ads

Tuesday, November 3, 2020

Berlari



Tokoh protagonis: Kamu harus menyembunyikan kami!
Tokoh antagonis: Tidak bisa. Dia sudah tahu kalian dimana. Kita tidak bisa membuatnya marah.
Tokoh protagonist: Lalu kami harus bagaimana?
Tokoh antagonis: Nanti juga kalau dia bosan dia akan pergi.

Ini dari salah satu episode serial TV "The Boys". Saya sudah pernah menontonnya sebelumnya, tapi entah kenapa malam ini saat saya menonton ulang rasanya tertampar. I have been there. Saya sudah pernah di posisi si tokoh protagonist, yang menjadi bulan-bulanan seorang abuser.

"Kalau dia sudah bosan dia akan pergi".

Saat bersama seseorang yang melakukan abuse terhadap kita, termasuk abuse mental, kita cuma bisa berharap dia akan berhenti melakukannya. Mungkin dia akan berubah dan jadi lebih mencintai kita. Mungkin dia akan sadar dan malu dan berhenti melakukannya. Segala kemungkinan berkecamuk dalam pikiran kita, sebuah harapan tanpa akhir.

Pada kenyataannya, ini tidak pernah tentang kita. 'Kita' tidak akan membuatnya berubah. Orang seperti ini hanya memikirkan dirinya sendiri. Bila ia selesai dengan kita, itu bukan karena kita menyadarkannya. Seperti di serial TV itu, dia hanya bosan dengan kita.

Satu-satunya cara lepas dari orang seperti ini hanyalah saat ia menemukan mainan baru. Mainan lama pun akan ditinggalkan. Yay lepas! Eh belum tentu. Bagi orang seperti ini, kita adalah miliknya. Selalu dan selamanya. Kita harus selalu siap sedia bahwa dia akan kembali ke kita. Kalau dia bosan dengan mainan barunya. Kalau kita terlihat bahagia.

Lalu datanglah dia kembali. Kadang didahului dengan bujuk rayu. Kadang langsung mengecam dan mengancam. Bagaimanapun cara ia kembali dalam kehidupan kita, intinya tetap sama: dia memiliki kita. Sekarang dan selamanya.

Yang tentu saja tidak benar. Kita adalah milik diri kita sendiri. Kita berhak untuk merasa aman dan utuh. Tidak ada yang berhak memiliki kita seolah kita barang tak bernyawa. Tapi itu rasanya berada dalam hubungan dengan seorang abuser. Dan bukan hanya kita lho, orang-orang sekelilingnya juga merasakan hal yang sama.

Seperti di serial TV tersebut: "Kita tidak bisa membuatnya marah".

Saat kita berhasil mengumpulkan keberanian dan pergi, orang-orang sekitarnya tidak akan membantu kita. Mereka tidak mau mengambil resiko dia marah dan membuat hidup mereka sengsara. Yang kalau dipikir-pikir masuk akal sih. Siapapun yang tidak menyetujui tindakannya pastinya sudah pergi jauh-jauh dari kapan tahu. Yang tersisa hanyalah orang-orang yang terlalu takut untuk pergi, atau tidak perduli akan apa yang ia lakukan.

Bahkan orang-orang yang tidak menyukainya pun, bilamana mereka terikat suatu hubungan dengannya seperti saudara atau rekan kerja, tidak akan mau membahayakan diri mereka sendiri dengan membuatnya marah. Sekali lagi masuk akal. Perlu keberanian yang luar biasa dan kerelaan berkorban tak terperi untuk mau membantu orang lain saat tahu diri kita akan terluka karenanya.

Blam. Semua pintu tertutup. Mau kabur tidak bisa. Terus diam tidak mungkin. Menunggu dia pergi juga tidak bisa, karena kalaupun dia pergi tidaklah untuk selamanya. Kita bagai hidup dalam waktu pinjaman, menunggu hingga akhir datang. Terus berlari tanpa henti. Lalu apa artinya kita hidup? Apakah kita benar-benar hidup ataukah kita hanya sekedar mainan tak bernyawa?

Jawabannya adalah: kita berharga.

Saya tahu ini bukanlah sesuatu yang mudah. Sekian lama saya beranjak pergi dari hubungan ini, dan masih ada masa dimana saya terpuruk menangis dalam ketakutan. Saya seringkali masih melihat kebalik pundak saya karena takut ia akan kembali. Sekali waktu saya pikir dia menemukan saya dan sayapun histeris seharian, walau semua teman dan kekasih saya meyakinkan saya bahwa saya aman bersama mereka.

Tapi kita bisa pergi. Kita berhak pergi. Kita berhak hidup tanpa merasa takut. Kita berhak merasa dihargai dan dicintai. Dan begitu ia kembali untuk menyiksa kita, begitu ia memaksa kita untuk mengingat betapa rendah dan tak berharganya diri kita, tarik napas yang dalam dan ingat ini: kita rendah dan tak berharga dimatanya. Bukan berarti kita rendah dan tak berharga di mata orang lain. Bukan berarti kita rendah dan tak berharga, titik.

Begitu kita mampu mengingat siapa kita, seberapa berharganya kita, baru saat itulah kita akan siap terbang jauh. Sisanya tinggal perencanaan. Merencanakan bagaimana caranya hidup sendiri. Merencanakan bagaimana bisa pergi meninggalkannya dan bersembunyi dengan aman. Merencanakan bagaimana mengusirnya atau kabur lagi bila ia datang kembali.

Kita juga perlu membangun lingkungan dan koneksi yang kuat. Kita perlu orang-orang yang akan berdiri melindungi kita, dan sebaliknya, kita akan mau berdiri melindungi mereka bila perlu. Kita perlu bersama orang-orang yang menghargai kita. Yang mengerti ketakutan kita. Yang tahu bahwa setiap manusia berhak hidup tanpa rasa takut, dan berani menghadapi orang yang hendak merampas hak asasi tersebut.

Sekali lagi, ini bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan di Amerika yang perlindungannya termasuk kuat, banyak korban kekerasan domestik yang tidak mampu lepas dari abusernya. Namun bukan berarti kita tidak bisa lepas. Kalaupun kita tidak bisa lepas secara fisik, kita masih bisa lepas secara mental. Pelan pelan. Kamu berharga. Tiap orang, tiap manusia, kita berharga.

DM saya selalu terbuka bagi yang ingin bercerita, bagi yang ingin dikuatkan. Kamu tidak sendiri. Ingat ya. Kamu tidak sendiri.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog