Integritas itu seperti vas bunga kristal yang anggun. Kelihatannya wow banget, tapi sebenarnya sekali senggol bisa hancur berantakan. Selamat ya berusaha membetulkannya, serpihan demi serpihan.
Cuma disenggol lho. Bukan dihajar pakai gada/palu, apalagi pake mesin paku bumi untuk bikin jalan layang. Cuma disenggol. Rapuh banget nggak sih? Dan kita nggak ngeh. Padahal setiap saat integritas kita diuji, disenggol, dilihat apakah bisa bertahan atau nggak.
Contoh paling nyata ya soal pemilu ini. Definisi integritas menurut KBBI: "Mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran." Blas hilang semua dalam eforia pemilu.
Paling gampang deh, kalau saya kritis terhadap calon dan malah sensi karena dianggap saya nggak mendukung, atau sharing hoax dan menolak menghapus walau sejuta umat sudah mengingatkan, ya selamat tinggal goodbye ya integritas anda di mata saya.
Dan ini saya yang berani bicara. Masih banyak orang lain yang mungkin merasa itu salah, tapi nggak protes. Walhasil bukannya menggaet suara swing voter, malah jadi males. Bagus nggak malah berbalik, yang semula pro jadi balik netral. Susah kan kalau begini.
Contoh lain adalah perkataan yang tak sesuai perbuatan. Nggak bisa terus menyalahkan "dasar pihak sebelah biangnya hoax!" tapi kita nggak bergerak menyaring menghapus hoax, atau menghimbau agar tidak terpecah hanya karena pemilu tapi postingannya nyinyir terus tentang lawan. Lah piye?
Di Amerika yang pemilunya tahun 2016, hampir 3 tahun dan disini masih berantem. Apa daya, semakin banyak hantaman yang dihajar ke Trump justru banyak orang semakin malas karena hantamannya nggak berintegritas. Saat dasarnya benar pun, banyak yang skeptikal karena terlanjur bete mendengar histeria sebelumnya. Apa ini yang kita inginkan?
Ingat, suara kita paling kencang bukan berarti kita paling benar. Bukan pula berarti orang jadi mendadak mengerti kehebatan calon anda. Ini sudah injury time lho. Saat ini kebanyakan orang mungkin sudah tahu siapa yang akan mereka pilih, dan nggak ada lagi 'fakta baru' yang anda berikan yang bisa mengubah pemikiran mereka.
Bagaimana kita bisa mengajak memilih yang benar saat perbuatan kita pun masih nggak benar? Bagaimana kita bisa membuat orang percaya pada calon pilihan kita saat mereka merasa nggak bisa mempercayai kita, dan merasa tidak didengar oleh kita?
Jangan sampai pemilu selesai dan selesai pula hidup anda, karena anda terlanjur dicap orang yang nggak punya integritas. Niat dan semangat karena merasa pilihan anda yang terbaik ya silakan, tapi ingat presiden ganti gak ganti lingkungan kita akan tetap sama. Jangan mengorbankan integritas dan kepercayaan yang dibangun seumur hidup demi eforia sesaat. Ti ati mas dan mbak.
No comments:
Post a Comment