AdSense Page Ads

Monday, November 13, 2017

Narasi Hidup

Kemarin saya diajak masuk ke Universal Studio gratis. Karena dadakan, saya hanya sempat berada disana 3 jam saja, tapi itu sudah lumayan banget, mana teman punya fast-pass pula jadi nggak usah mengantri. Rejeki anak baik.

Lho, memangnya saya anak baik? Nggak tahu ya. Mungkin bagi banyak orang saya biasa saja, mungkin bagi beberapa orang saya horror dan tidak baik. Tapi bukti berbicara, rejeki saya lancar jaya dan orang-orang baik sama saya.

Sering kita melihat postingan: "Nggak bisa kalah kalau bersama Tuhan". Ya ini maksudnya. Kalau ada yang kita percayai, apapun sebutannya, kita nggak akan kalah atau bertekuk lutut. Begitu dapat masalah nggak gentar, karena percaya Tuhan (atau kosmos atau apapun) akan membantu kita dan menguatkan kita. Masalah tetap berlangsung, kita berpikir itu ujian dan makin pede menjalaninya. Masalah membuat kita terkapar, kita berpikir kalau sedang dicoba oleh Tuhan. Bagaimana energi negatif mau menang kalau begini caranya?

Begitupula saat mendapat anugerah. Biarpun kita pantas mendapatkannya, tetap merasa bersyukur dan nggak pantas karena kan Tuhan (atau kosmos atau apapun) itu keren banget, sementara siapa pula kita? Kita yang merasa perlu membagi anugerah ini pada sesama karena mungkin hanya numpang lewat/titipan saja, atau yang ingin orang lain merasakan nikmatnya anugrah Tuhan juga. Lagi-lagi, bagaimana energi negatif mau menang?

Kelihatannya enak ya hidup saya, nggak kurang satu apapun. Tapi kalau saya mau protes dan merasa hidup saya itu berat, bisa banget kok. Narasi hidup kita, kan kita yang atur. Ada orang yang hidupnya terlihat berkecukupan tapi hati merasa kurang, ada orang yang hidupnya nggak banget tapi hati merasa cukup. Kurang-lebihnya kita, kita yang mengatur.

Kalau soal kecukupan kebutuhan hidup, itu sudah jelas. Kita butuh dan harus berusaha agar setidaknya kebutuhan dasar seperti sandang pangan papan itu terpenuhi, begitupula dengan akses pendidikan dan kesehatan. Bukan hanya untuk diri kita sendiri, tapi juga untuk orang lain, untuk semua orang.

Dan disinilah kita terpaku: semua orang. Hidup kita bukanlah melulu tentang diri kita sendiri. Hidup bukanlah sebuah perjalanan mengejar 'surga', apapun definisi 'surga' itu, entah kenikmatan setelah mati atau kenikmatan duniawi. Hidup bukanlah seperti game yang pelaku utamanya maju terus pantang mundur mengejar garis finish. 

Hidup itu bagaikan sebuah mosaik yang indah, yang tiap bagian yang berbeda bersatu membuat sebuah karya seni yang indah. Hidup itu bagaikan film atau novel yang tiap orang memiliki peranan tertentu dan di akhir cerita kita berkata, "Whoa…". Hidup itu bagaikan pohon, yang setiap bagiannya tumbuh dan berkembang dan menjadi tempat hidup/habitat mahluk lain.

Kita yang sibuk melihat kedalam, seringkali tidak sadar dampak apa yang kita berikan pada orang lain disekitar kita, pada dunia yang kita tinggali. Senyuman kita, keramahan kita, kepedulian kita, semua ini berdampak bagi orang disekeliling kita, baik yang terkena imbas langsung atau tidak. Entah berapa kali kesedihan saya lenyap saat melihat dua orang yang tidak saling mengenal sibuk berbincang dan tertawa lepas. Atau saat melihat seseorang yang tampak begitu bahagia, walau saya tak mengenalnya.

Sebaliknya, saat berada di dekat orang yang marah-marah, saat berada di dekat orang yang tampak membenci dunia, rasanya dunia menjadi ikut kelam. Tidak ada yang lebih menular daripada energi negatif, yang bagaikan awan gelap menutupi matahari membuat semua orang menggigil dan tak nyaman. Dan terkadang, orang dengan sengaja menularkan energi negatif ini untuk membuat dirinya sendiri merasa lebih baik.

Tapi itu gunanya kita punya Tuhan, kita punya sesuatu yang kita percayai. Kita belajar rendah hati, bahwa ada yang lebih 'besar' daripada kita. Kita belajar tahu diri, bahwa kita bukan siapa-siapa. Kita belajar percaya, belajar memberi, belajar berbagi, karena bukankan Tuhan yang kita percayai telah memberi, membagi, mempercayai kita?

Terkadang kita sibuk meng-secure tempat kita di kerajaan Tuhan, kita lupa kitalah perpanjangan tanganNya. Kalau pas bagian menghukum orang lain, langsung mengaku-ngaku utusan Tuhan, pede banget gitu ah hahahah. Padahal ya, Tuhan kan konon maha pengasih dan penyayang, kok bukan bagian itu yang kita berjuang untuk sebarkan di dunia ini?

Kita nggak pernah perlu alasan untuk baik pada seseorang, untuk menyapa hangat atau tersenyum ramah. Satu-satunya alasan yang valid adalah kalau orang tersebut terlihat dalam kesulitan, kehangatan hati menjadi sebuah keharusan dan bukan hanya pilihan. Kita nggak perlu pilih-pilih siapa yang akan kita perlakukan dengan baik, karena Tuhan juga nggak pilih-pilih saat membagi anugerah kan? 

Mungkin hidup saya nggak enak-enak banget, tapi saya saja yang berdelusi ria. Tapi rasanya enak lho. Saya pernah hidup terbakar amarah. Saya pernah hidup beranggapan semua harus seperti apa yang saya percayai, dan orang-orang yang tidak sesuai standar saya adalah warga negara kelas dua, nggak level dan nggak penting. Terus dan terus api itu membakar sampai tak ada lagi yang tersisa kecuali arang yang menghitam didalam jiwa.

Namun perlahan tunas baru muncul, pucuk hijau yang menjanjikan kehidupan. "Sudah ah marahnya," "Nggak apa-apa kalau mereka beda," "Emangnya loe siapa?" "Tiap orang punya cerita sendiri," "Dunia itu… indah ya." Satu demi satu mereka muncul dari arang yang menghitam itu, menutupi kelam yang tersisa dan melahirkan jiwa yang baru: Jiwa yang percaya, jiwa yang welas asih, jiwa yang berperasaan.

Dan sekarang, hidup saya indah. Kulit saya berseri dan rambut saya tergerai indah. Senyuman saya membuat orang merasa hangat, dan keberadaan saya membuat ruangan terasa terang. Hampir tiap kali saya selfie saya harus meng-sms teman saya setelahnya: "Gilak, kok gue cakep banget ya??" Bukan pamer, tapi beneran nggak percaya. Soal rejeki… jangan ditanya. Indahnya hati akan tercermin pada indahnya diri, dan secara kolektif akan terlihat pada indahnya dunia.

Hidup kita adalah narasi yang kita buat sendiri, yang kita pilih dan terapkan dalam hidup saya. Narasi saya adalah senyuman dan iman, gelak tawa dan petualangan, hangatnya hati manusia dan indahnya kasih Tuhan. Apa narasi hidup anda?

No comments:

Post a Comment

Search This Blog