AdSense Page Ads

Tuesday, March 29, 2016

#Dapet

#dapet

Mungkin yang paling jelas mendeskripsikan perasaan saya saat ini adalah frase "pengen makan orang". Maklum, lagi menjelang dapet. Biasanya mantan pacar dulu langsung buru-buru membelikan coklat pas tanggal-tanggal mau dapet. Entah co cuit banget (karena dia memang super perhatian) atau reaksi pavlov, takut saya meledak. Suami saya sudah mulai-mulai ngeh belakangan ini. Biasanya saya disogok kentang goreng atau makanan enak biar 'adem'. Mungkin kalau saya dijual di pet store instruksinya sederhana: Beri makan bila mulai bermasalah. Mudah kan melihara saya?

Walau makanan saja tidak cukup untuk membuat saya bahagia, tapi sekitar 95% masalah saya terasa lebih ringan saat saya makan makanan yang enak atau yang saya sukai. It's my happy place. Kata comedian Jim Gaffigan di bukunya Food: A Love Story: "There's an old Weight Watchers saying: "Nothing tastes as good as thin feels." I for one can think of a thousand things that taste better than thin feels." Saya setuju sepenuh hati. Waktu saya lagi stress dan pergi ke terapi, terapisnya bertanya pada saya: "Apakah kamu pernah depresi dan merasa tak ada jalan keluar?" Saya yang dalam kondisi emosional masih sempatnya terhenyak, "Apa mungkin?? Kan selalu ada Mexican food!". Waktu ditanya apakah saya memiliki seseorang, sesuatu yang selalu membuat saya bahagia, saya berpikir tentang teman-teman saya, anda-anda di fesbuk, keluarga saya, sushi, ramen, menudo (sop babat ala Meksiko), steak, apple pie pake es krim, dan seterusnya. Setelah sesi assessment itu berakhir saya jadi mempertanyakan apa iya saya benar-benar butuh treatment. It seemed that I can treat myself. Literally and figuratively.

Tapi itu saya. Dan saya beruntung banget memiliki love of my life yang saya benar-benar suka, happy place saya. Saya rasa saya juga beruntung memiliki cara pikir yang cukup seimbang dan kepercayaan diri yang cukup. Mental saya seimbang dan sehat gituh. Kecuali saat saya dapet, yang langsung seluruh dunia rasanya tiba-tiba tidak karuan. Dari yang kondisi ideal yang pernah kegembiraan dan pengertian seperti di Inside Out atau alam Teletubbies, mendadak jadi hancur berantakan seperti di Hunger Games atau Snowpiercer. Dan walau coklat atau makanan enak lainnya membantu, tapi berkat hormon yang menggila saya pun serasa gila: sedih, marah, pahit, kecewa, beragam emosi negatif bermain di kepala saya, menguasai saya. Ini cuma sebentaran saja ya, begitu selesai haidnya biasanya kondisi langsung normal lagi. Kebayang nggak kalau yang emosinya terus seperti itu? Atau yang tidak memiliki 'happy place' untuk meredakan emosinya?

Kalau kita membicarakan mental illness atawa penyakit jiwa, kita biasanya entah berpikir orang-orang yang luar biasa nggak beres (ketawa sendiri, ngoceh sendiri) atau yang psikopat model Jason dan Freddy. Padahal orang yang kelihatannya biasa pun mungkin memiliki mental illness, yang mana mereka nggak bisa mengontrol perasaan mereka. Beruntunglah anda-anda yang bisa mengesampingkan perasaan anda untuk melakukan tugas yang lebih penting. Banyak lho yang tidak bisa, dan bukan karena mereka cengeng atau lemah, tapi karena tidak bisa. Itu ibaratnya orang lumpuh disuruh meloncat. Kita juga sering tidak mengerti bahwa tiap orang memiliki reaksi emosi yang berbeda. Makanya kita bisa dengan semena-mena bilang "Udah ah meweknya, cari pacar baru aja sana", padahal mungkin buat orang tersebut si pacar lama adalah segalanya. Atau "Duh baru segitu aja, plis deh", padahal mungkin ada yang dialami orang ini yang bisa bikin anda menangis meraung-raung, tapi buat orang ini biasa aja. Different people have different feeling and different perception.

Jangan buru-buru menuding, "Ah emang di Indonesia terbelakang dan ga peka". Di Amrik sini saya mencari help itu susah lho. Padahal konon negara maju dan berperikemanusiaan. Saya coba ke terapis yang dicover sama asuransi saya, dan next available appointment baru akhir Juni. I'll already have my shit together by that time lol. Padahal lagi, disini mass shootingnya itu sudah mengkhawatirkan sekali dan kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yang mengalami gangguan emosi. You'd think mereka akan memprioritaskan penanganan gangguan emosi agar tidak ada yang iseng beli pistol dan bang bang bang. Ada website-website model http://7cups.com yang menyediakan sarana curhat, tapi untuk bantuan professional itu susah carinya apalagi kalau anda dianggap low risk (tidak suicidal atau homicidal). Intinya, kalau anda memiliki gangguan mental you are royally f*cked.

Di Indonesia sebenarnya menurut saya lebih mending. Kita masih punya keluarga dan komunitas serta agama/spiritualitas yang bikin kita bertahan. Kalau sedih disuruh sholat tahajud atau sembahyang/berdoa itu bukan tanpa alasan: kita jadi merasa tidak sendirian karena ada Beliau tempat kita bersandar. Orang sini kan nggak begitu-begitu amat percayanya. Keluarga juga hands off banget, elu ya elu gue ya gue. Tapi kita seringkali masih unkind/nggak ramah sama orang-orang yang butuh dukungan kita. Dan seringkali yang mereka butuhkan cuma itu, ada orang yang perduli biar nggak merasa sendirian. Tuhan itu luar biasa, tapi kadang kita butuh sesuatu yang nyata, yang bisa dirasa oleh panca indera kita. Kadang kita Cuma butuh pelukan atau seseorang untuk menggenggam tangan kita, atau sekedar suara di telepon: "You'll be fine.". Bukan yang "you'll be fine tapi sebenarnya gue nggak peduli dan plis udahan ngeganggu gue", tapi yang "I know you are not fine and it is ok to feel that way tapi kedepannya pasti akan lebih baik karena elu pasti dikasi yang lebih baik".

Everyone has their own battle. Nggak semua orang yang kelihatan bahagia sebenarnya bahagia. Nggak semua orang juga yang suka dramatis nggak jelas sebenarnya hidupnya sedramatis itu. Kita mungkin nggak punya lisensi sebagai terapis, tapi bukan berarti kita nggak bisa membantu. Pengertian. Itu aja. Kadang ada yang butuh ngumpet berhari-hari. Kadang ada yang butuh menangis penuh ratapan, bahkan cowok. [Terkadang saya merasa cowok yang beban mentalnya lebih parah. Kita perempuan nangis atau minta peluk itu dianggap biasa, tapi mereka bisa dianggap cengeng dan ga macho jadi mereka nggak ada pelampiasan]. Kadang ada yang terjerumus ke self-destruct. And it's all ok. Selama itu nggak membahayakan orang lain atau diri mereka sendiri, apapun yang orang lakukan untuk mengekspresikan emosinya itu nggak salah. Dan anda perlu membuat mereka mengetahui itu: bahwa mereka tidak sendiri, bahwa perasaan mereka valid, bahwa mereka berhak berekspresi.

Kenapa repot-repot? Karena orang yang bahagia akan menciptakan dunia yang bahagia, yang adem dan damai. Kalau anda pengusaha atau seorang bos anda bisa melihat bahwa karyawan yang bahagia adalah karyawan yang produktif. Dan kenapa pula kita tidak bisa menjadi jawaban dari doa seseorang? Tangan Tuhan yang menyentuh umatnya dan memberitahu: "Hey, kamu nggak sendiri lho. Ini Aku disini untukmu, lewat tangan umatKu." It doesn't hurt to care. Karena nggak semua orang bisa lepas dari emosi mereka semudah saya lepas dari emosi saat dapet saya, yang saya tahu pasti akan berlalu. Bila anda salah satu diantara yang tidak bisa lepas, peluk erat dari saya. You are not alone.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog