#amnesiaL
Kalau baca komentar sinis soal demo taksi yang anarkis saya jadi ikut sinis. Semua mendadak amnesia, lupa kalau sebelum hadirnya taksi online para taksi-taksi ini yang membantu kita. Saya masih ingat waktu saya di Jakarta dulu, nomor taksi yang saya percayai selalu ada di hape saya. Lebih aman naik taksi daripada menunggu bis saat malam hari, atau kalau perlu cepat tapi nggak mau penampilan berantakan karena 'ojekwind', atau kalau kehujanan. Di antara pengguna taksi kebelaguan juga hidup dan meraja dong, dengan yang berasa 'punya' mengibaskan rambut "Oh gue mah cuma percaya Blue Bird." Tahu deh yang punya duit lebih dan sanggup membayar taksi yang bukan 'Tarif bawah'. Taksi Blue Bird juga (biasanya) selalu nyaman dan bersih. Itulah kenapa taksi-taksi mendadak warnanya jadi pada biru, berharap yang manggil berpikir mereka manggil Blue Bird padahal bukan. Kalau dipikir-pikir kenapa mereka pada nggak daftar jadi pengemudi Blue Bird sekalian. Mungkin ada kualifikasi tertentu untuk jadi sopir Blue Bird sehingga yang nggak qualified nggak boleh narik Blue Bird. Wajar saja, nama baik itu mahal lho.
Fast forward beberapa tahun kemudian, cicilan motor dan mobil luar biasa murahnya. Ada Transjakarta pula yang tambah memudahkan perjalanan. Penghasilan para supir taksi ini terpuruk, terhempas. Biaya bensin dan kebutuhan hidup membuat harga taksi tidak lagi affordable. Lalu jreng-jreng-jreng masuklah taksi online. Semua gegap-gempita menyambutnya karena murah dan nyaman. Terutama murahnya. Bisa tetap tampil gaya dengan harga KW? Yuk mareee. Baik taksi mobil maupun motor (baca: ojek) jadi tambah nggak laku. Selain gaya karena tinggal pesan via hape dan dijemput on the spot, harganya juga membantu banget. Harga yang bisa didapat karena nggak ngikutin aturan. Padahal aturan dibikin untuk membantu dan melindungi masyarakat. Pada mikir nggak apa harga yang ditawarkan para taksi online itu masuk akal atau sustainable? Apa iya bakal murah terus? Wajarlah sopir taksi itu pada mengamuk. Ibarat anda biasa jualan bakso Rp 8,000 yang sudah berijin dan aman konsumsi, terus tiba-tiba ada yang jual bakso Rp 4,000 tanpa ijin dan belum tentu aman konsumsi. Atau jual baju sepotongnya Rp 25,000 lalu saingan jual baju Rp 5,000. Ini ngomong-ngomong yang terjadi pada barang buatan Cina ya, baju bisa dijual Rp 5,000 karena dibuatnya massal. Yang jual baju Rp 25,000 tapi buatnya terbatas jelas nggak mungkin bisa ngedrop harga sampai Rp 5,000. Bisa defisit dia. Dan anda heran mereka jadi frustasi?
Menuduh pengusaha atau pemerintah yang 'bermain' di harga taksi juga menggelikan. Anda punya usaha pastinya anda mau untung dong? Anda bikin usaha dan bukan badan amal. Badan amal saja mesti punya profit untuk menggaji karyawannya. Selama ini nggak ada yang protes mahalnya harga taksi atau jeleknya pelayanan taksi, tapi sekarang mendadak pada sok tahu ini salah penguasa dan pemerintah. Padahal taksi itu kebutuhan tertier. Nggak semua orang perlu dan mampu naik taksi, biar yang online sekalipun. Karena taksi online murah mendadak jadi kebutuhan sekunder atau bahkan primer. Cabe deh. Anda tahu kebutuhan primer itu apa? Angkot. Tapi nggak ada yang protes dan demo bilang harga angkot di Jakarta terlalu mahal. Angkot (bis, kereta bawah tanah, shuttle etc) di Los Angeles sini sudah terpadu. Bayar $1.75 dengan kartu bis saya bisa naik dan gonta-ganti moda transportasi sampai tujuan saya (satu arah) selama dua jam. Dua jam hitungan terakhir ya. Jadi kalau saya naik bis jam 8 pagi saya masih bisa melakukan transfer jam 10 pagi, dan karena bayar bis selalu dimuka walau bis yang jam 10 itu baru sampai stasiun tujuan jam 11 atau jam 12 saya tetap aman. Yang naik angkot (terutama bis) ya orang-orang yang ga mampu beli mobil, yang bayarnya seringkali pakai receh. Jadi walau kadang ada rute yang orangnya sedikit, mereka masih tetap harus melayani rute itu demi penumpangnya. Tapi nggak ada dong yang comel di medsos soal pentingnya transportasi umum di Jakarta. Nggak ada yang mikirin nasib pengemudi angkot dan kernetnya yang seringkali juga jadi sapi perahan pemilik angkot. Nggak ada yang mengeluhkan hak masyarakat kecil untuk mendapatkan transportasi umum yang terpercaya dan murah. Kita kan nggak naik angkot, sori-sori aja yah.
Soal aturan, tahukah anda Uber (salah satu taksi online) bermasalah dimana-mana karena melanggar/ nggak mengikuti aturan? Buat anda di Indonesia mungkin nggak berasa, KTP aja masih bisa bikin yang palsu kok. Tapi di Amerika sini ini masalah banget. Soal asuransi misalnya, karena kendaraan pribadi masalah asuransi jadi nggak jelas. Seandainya kecelakaan pihak asuransi bisa menolak klaimnya karena kendaraan itu nggak dilist sebagai kendaraan komersil. Uber juga bisa menolak kaum disable atau penumpang dengan anak, karena kendaraan mereka nggak diequip untuk mengakomodir kaum disable atau child seat untuk anak (yang wajib adanya disini). Keamanan juga isu utama. Untuk jadi sopir taksi resmi disini prosesnya nggak mudah, banyak background check dan track record mesti bersih. Uber nggak seheboh itu ngeceknya, dan kejahatan yang dilakukan oleh supir Uber bisa terjadi. Di India ada supir Uber yang memperkosa penumpangnya. Setelah dia ngedrop penumpangnya dia balik lagi ke alamat itu dan memperkosanya. Di Amerika sini ada pelaku mass shooting yang sebelum melakukan penembakan masih narik penumpang di Ubernya. Kebayang ga kalau dia iseng bang-bang-bang penumpangnya? Sure, supir taksi resmi juga kadang bodong dan bisa melakukan kejahatan, tapi poinnya adalah: aturan itu ada untuk melindungi kita, bukan untuk mempersulit kita. Dan sebaliknya, aturan itu juga ada untuk melindungi pengemudi. Selaku freelance, supir Uber nggak berhak dapat overtime etc, dan kalau mereka diterminate/PHK tanpa sebab jelas mereka nggak bisa ngomong apa-apa. Baru-baru ini pengemudi Uber New York demo karena pemotongan tariff. Alasan manajemen biar bisa bersaing dengan pesaing, tapi yang terjepit mereka. Sopir taksi normal dengan tariff yang teregulasi nggak akan diginiin. Sudah lupakah kita soal demo Go-jek yang memotong tariff pengemudi juga?
Apakah ini berarti saya mengamini tindakan anarkis? Jelas nggak. Tapi jujur saja deh, what's new? Kendaraan baik umum maupun pribadi sering kali dirusak dan dibakar massa saat menabrak orang lain, peduli setan siapa yang salah. Penumpang diturunkan paksa dan pengemudi digebukin juga biasa saat demo menuntut kenaikan tariff angkot. Kemana suara kita saat itu? Foto pengemudi Blue Bird dengan senjata tajam dan status yang memprovokasi juga bukan hal baru. Sudah sering saya melihat ancaman dan kebencian seperti itu di media social, biasanya soal agama atau anti ras tertentu. Pemuka agama, seleb religi, media kompor, semua sibuk mengamini dan mendiamkan letupan-letupan emosi ini, bukannya mengingatkan untuk tetap tenang dan damai. Semakin panas semakin laris cuy, ngapain diademkan. Kita yang juga sibuk me-like dan nge-share berita kompor, berita yang "Me vs You", kenapa sekarang mendadak heran akan terjadinya tindakan anarkis dan kebencian? Kita mengajarkan dan menyebarkan bahwa tidak apa-apa membenci orang lain, kenapa heran saat kita yang dibenci?
Nggak usah bacot bilang ini salah pengusaha, pengusaha dan pemerintah yang bermain etc. Nggak usah bacot menyalahkan sopir taksi yang gagap teknologi. Ini bukan soal teknologi, ini bukan soal Sharing Economy, ini soal ketidak-adilan yang dirasa terjadi. Bukannya menuding SDM kita yang tidak siap, kita seharusnya berpikir bagaimana menyiapkan mereka. FYI Indonesia salah satu pengguna Facebook terbesar, tapi menurut survey banyak dari kita yang bahkan nggak tahu Facebook itu pakai internet. Sedih nggak sih? Dan Sharing Economy pala loe peyang, saya masih ingat banyak orang kantoran beralih jadi pengemudi Go-Jek saat jayanya karena tergiur bayarannya yang konon besar. Kalau anda yang bisa memilih pekerjaan lain mengambil jatah para pengemudi ini, mereka makan apa dong? Dari yang "mumpung ada jadi kenapa nggak dibikin jadi uang" jadi "diadain demi dapat uang". Ini bukan Sharing Economy jadinya. Uber itu awalnya dibuat agar orang yang mumpung mau pergi kemana gitu bisa dapat uang tambahan mengangkut orang lain yang searah, tapi malah pada bikin ini jadi full-time job. Ya itu, karena gampang jadi pengemudi Uber, less checking and no attachment. Muncullah rental-rental yang nyewain mobil untuk orang yang mau jadi pengemudi Uber, dan bahkan broker-broker yang kerjaannya merekrut orang dan menangguk bonus rekrutment dari Uber. Sama dengan AirBnB, yang awalnya cuma room-sharing, manfaatin kamar kosong dirumah, akhirnya jadi masalah karena banyak apartemen (di daerah populer) yang menolak menyewakan kamarnya untuk jangka panjang. Buat apa disewakan $1500 perbulan kalau bisa disewakan $500 per minggu? Saya sewa kamar di AirBnB di Los Angeles seharga $450 untuk seminggu plus biaya AirBnB, saat iseng tanya rentnya di front desk ternyata cuma $610 sebulan. Yang untung siapa? Yang punya modal.
Shame on you yang merendahkan para sopir taksi yang sedang kebingungan ini, yang nggak mau mengerti kondisi mereka. Yang dengan sombongnya menyalahkan mereka karena gagap teknologi, nggak mikir bahwa anda termasuk beruntung yang kondisi keuangan dan pendidikannya membuat anda mampu memiliki dan menggunakan teknologi canggih. Padahal biar app mereka seindah dan semulus app terkenal di iPhone atau GooglePlay pun anda nggak mau manggil mereka karena nggak masuk budget anda. Shame on you yang langsung begitu saja beranggapan anda 'lebih baik' dari orang kebanyakan karena pakai taksi online, padahal dulu sok-sokan 'lebih baik' dari orang lain karena sanggup pakai Blue Bird atau paling nggak Ekspress Taxi, bagai kacang lupa kulitnya. Shame on you yang saat perusahaan-perusahaan taksi ini berusaha melakukan (social) damage control malah anda hina dina, bukannya berpikir positif bahwa "At least they are trying!". Shame on you yang mendiamkan dan nge-share kebencian di media social, apapun alasannya, dan dengan demikian membuat orang lain berpikir "It's ok to be violent and hateful". Shame on you yang baru berkoar setelah hajat hidup anda untuk tampil gaya dengan nyaman dan murah terjajah, padahal transportasi umum yang aman dan terjangkau juga dibutuhkan oleh masyarakat yang nggak sanggup naik taksi biasa maupun online. I see your ugliness. Shame on you and your Amnesia(L)!
Kalo gw pengemudi Blue On :p
ReplyDelete