AdSense Page Ads

Tuesday, January 5, 2016

Bangsa Pelupa tapi Penuh Kekinian

Kadang nggak ngerti ma orang Indonesia. Pas kemarin kabut asap kenceng banget mencerca pemerintah (baca: Jokowi). Tapi pas giliran hakimnya mutus bebas teriakannya nggak sekenceng kemarin2.

Waktu kabut asapnya masih ada trending mampus dong pasang profile pic pake filter kabut asap, ato pake masker. Solidaritas ceritanya. Kekinian kekononan. Pas udah lewat ya udah lewat. Ini pengusaha divonis bebas nggak dikejar, nggak ada petisi change.org yang super trending agar hakim dan pengusahanya dijitak. Nggak ada call of action untuk bikin orang-orang yang bertanggung jawab untuk bertanggung jawab. Kan udah lewat, udah nggak kekinian lagi.

Masih bilang pemerintah yang salah? Yang harusnya menghukum hakim dan pak pengusaha? Lah kalian aja pada diam. Pas gojek dihapus langsung dong semua pada bersatu-padu. Padahal yang pake gojek cuma orang di kota besar (Jakarta dan sebangsanya). Nah ini kebakaran hutan yang bikin polusi DUNIA dan mengancam lingkungan hidup lho. Mo nafas pake apa kalo pohon penghasil oksigen nggak ada lagi? Ato kalo kita disetrap PBB karena kerjaannya ngimpor asap melulu? Tapi kabut asap nggak trending lagi. Titik. Jadi biarin aja itu pengusaha lolos. Enak bener ya jadi bangsa pelupa tapi super kekinian.

Saya menolak lupa. Saya menolak lupa kalau saat terjadi aksi teror di Paris yang pasang profile pic bendera Perancis langsung dituding tidak nasionalis. Yang dibilang seharusnya kita lebih care pada "tragedi" kabut asap di Kalimantan daripada aksi teror di Perancis. Umm, mungkin karena aksi teror di Perancis mengakibatkan korban yang tidak sedikit, termasuk umat Islam di seluruh dunia, termasuk orang Indonesia di luar negeri, yang mendapat stigma dan perlakuan buruk sementara kabut asap berulang tiap tahun karena bahkan masyarakat sekitarnya pun tidak menunjukkan greget untuk mencegahnya berulang? Tapi okelah, terserah anda.

Kemana para 'nasionalis' ini sekarang? Yang selangkangan Nikita Mirzani lebih sedap daripada Freeport? Yang heboh bilang mencintai hutan tapi buang sampah sembarangan dan taman bunga dihancurkan demi selfie? Yang menyindir nyinyir bilang menteri perhubungan dikasi jatah gojek makanya peraturan diubah, tapi diam seribu bahasa soal Zon dan Novanto ketemu si keparat Trump yang bikin hidup umat Islam dan imigran (termasuk orang Indonesia) di Amrik jadi luar biasa susah?

Pencitraan. Itulah mereka. Yang lantang berbicara kalau lagi panas-panasnya, yang lagi kekinian. Saya peduli loh. Saya nasionalis loh. Padahal kalo disuruh nunjuk Riau dimana di peta buta mungkin nggak bisa. Yang kritis mengkritisi orang atau pihak yang tidak disukai, tapi kalo yang nggak nyenggol anda alias pren anda, tutup mata deh dengan manisnya. Jonru bikin berapa kali berita salah terus dihapus semua pada mingkem, walau berita fitnah itu disebar sudah entah berapa kali, tidak perduli postingan awalnya sudah terjadi. Tapi sharing posting soal jangan bergosip atau cara mendidik anak untuk jadi anak jujur dan bertakwa jalan terus. Pencitraan banget kan. Saya beriman. Saya bertakwa. Saya nasionalis. Saya membela agama saya. Tapi kalo lagi rame aja ya, kalo nggak rame saya nggak ikutan.

Indonesia itu luas banget lho. 17,000 lebih pulau lho. Tapi seberapa sering daerah pelosok jadi trending topic? Bali yang mungkin jauh lebih dikenal daripada Indonesia di mata dunia aja jarang kesebut. Pas heboh Hypermart Bali melarang berjilbab (ceritanya), langsung semua angkat bicara. Tapi apa ada yang tahu kalo Bali lagi krisis karena rencana reklamasi? Atau tahu kalau pas Nyepi Bali secara efektif tutup pulau? Semua tahu Bali, tapi itu tidak sama dengan peduli Bali. Sama dengan daerah lain di Indonesia. Kecuali Jakarta ya, yang hampir selalu jadi trending topic.

Paling sedap (sarkasme) kalau lihat meme Soeharto yang "Enak jamanku tho?". Yup, karena 'enak' hidup di jaman ala Hunger Games. Jakarta itu Capitol, Soeharto itu Presiden Snow, dan provinsi-provinsi lain adalah distrik-distrik penyuplai Capitol alias Jakarta. Yang lain boleh kelaparan dan bekerja sampai mampus untuk menyuplai Capitol. Anak-anak distrik lain tidak mendapat kesempatan untuk makanan yang cukup, boro-boro pendidikan atau kesempatan layak untuk menghadapi anak-anak Capitol di Hunger Games yang sebenar-benarnya. Kesenjangan antar daerah yang ada sekarangpun ya berkat 30+ tahun Presiden Snow kita tercinta itu, yang fokusnya ke Capitol dan bukannya keadilan yang adil dan merata. Nggak perlu repot soal kebencian atau undang-undang ITE yang (ceritanya) menguntungkan pemerintah pula, soalnya yang berani protes tiba-tiba hilang atau mati. Enak banget kan?

Indonesia itu keren habis. Disaat Amerika masih baru pertama kali punya presiden minoritas, kita punya Ahok yang triple minoritas. Kita punya Megawati yang presiden wanita pertama. Kita punya Dorce dari kapan tahu, sementara Amerika baru punya Caitlyn Jenner aja senengnya ampun-ampun, walau dia sama sekali nggak ada faedahnya dibandingkan kerja sosial Dorce. Tapi kita membiarkan diri kita jadi mainan pihak pencari kuasa yang jualannya kebencian dan misinformasi. Kita berpikir sebagai 'saya' dan 'kamu', bukannya sebagai 'kita'. Lihat Amerika. Video kampanye presidensial Trump itu kasar dan rendahan banget: "he's the only one with enough balls (testikel) to banned muslims." Kampanye presidensial lho, untuk negara yang pegang kendali kontrol nuklir di PBB. Kampanye ketua kelas saja kasar begitu mana ada yang memilih, kecuali anda sekolah disekolah yang nggak beres. Ini Amerika, dan benar-benar ada banyak orang yang mau memilih keparat itu karena kebencian dan rasa takut yang disebarkan para pencari kuasa ini lebih kuat daripada akal sehat dan nurani mereka. Saya melihat keruntuhan sebuah bangsa yang besar didepan mata saya, dan Indonesia berada di arah yang sama.

Jadi mau kemana kita? Tetap maju dengan pencitraan kita, yang peduli cuma kalau lagi kekinian atau kalau sesuai dengan apa mau kita? Atau mau mulai berjalan bersama untuk Indonesia yang lebih baik, yang masalah di tiap daerah adalah masalah kita bersama? Jangan munafik. Jangan tebang pilih. Indonesia milik kita bersama, sudah saatnya kita perduli.

1 comment:

  1. sebenarnya heboh juga, tapi beritanya di tutup2in. sekarang kan disini mau balik ke orde baru bwahahahaaa.
    anonim ah..takut.

    ReplyDelete

Search This Blog