Kalau baca komen di berita ini, komennya menyakitkan dan nggak enak dibaca. Tapi ada satu yang menarik: seseorang yang bertanya kenapa di Indonesia kalau Natal gereja dijaga ketat. Kalau dipikir-pikir benar juga. Apa salahnya orang Kristen merayakan Natal?
Walau saya penganut agama minoritas, saya sebenarnya tidak terlalu mengalami diskriminasi yang sampai gimana gitu. Setidaknya menurut pikiran saya. Waktu saya SD dulu ada teman saya yang menuduh saya memuja batu. Saya ingat saya tidak tersinggung, karena saya sembahyang di Pura memang terbuat dari batu. Lagipula, saya juga tidak mengerti kenapa teman-teman saya kalau sholat menungging-nungging. Jadi impas kan, sama-sama tidak tahu. Masuk kuliah saya gencar ditawari pindah agama, baik Islam maupun Kristen. Jengkel? Jelas. Tapi jengkel saya bukan dendam kesumat gitu, jengkel saya sebatas seperti ditawari masuk MLM atau asuransi. Nggak kepikiran buat saya untuk merasa terhina atau diuji oleh Tuhan, saya cuma ga ingin diganggu. Semakin saya dewasa semakin banyak cerita-cerita ketimpangan, yang konon di BUMN/kementrian kalau mau naik jabatan harus beragama Islam, yang konon izin pembuatan rumah ibadah lain dipersulit. Saya tetap saya, dan hidup saya tidak terpengaruh oleh diskriminasi tersebut.
Tapi saya nggak akan bohong, kadang sakit hati kalau membaca rumah ibadah di Indonesia diserang, atau orang-orang yang mengumandangkan anti-natal atau anti hari raya agama lain. Atau Borobudur yang peninggalan umat Buddha diakui sebagai peninggalan kebudayaan Islam. Di Bali yang punya tradisi unik Hari Raya Nyepi banyak umat non-Hindu Bali yang protes dan tidak mau menghormatinya, padahal mereka nggak disuruh ikut sembahyang, cuma disuruh diam di rumah saja seharian. Saat natal begini juga kayanya sibuk semua polisi menjaga gereja agar tidak ada bom atau serangan lainnya. Sedih ga sih? Hak menganut kepercayaan itu ada di Pancasila, tapi kenapa orang mau berdoa dengan khusuk malah dipersulit?
Entah berapa banyak teman saya di FB yang men-share berita tentang #Illridewithyou , tapi saya jadi bertanya, apa bisa di Indonesia teman-teman dan warga negara Indonesia yang Muslim melakukan hal yang sama untuk agama minoritas? Wong kasi selamat Natal saja dipermasalahkan kok, atau soal sinterklas dan rusa kutub/reindeer yang sumpah nggak ada di mention sama sekali di Alkitab. Teman saya memberikan argumen bahwa itu sesuai menurut kepercayaan Islam, bahwa mereka tidak mengakui Tuhan (dan agama) lain selain Allah. Tapi tapi tapi, kalau mbak-mbak yang memulai #Illridewithyou di Australia juga punya kepercayaan yang sama (menolak mengakui agama Islam), bukankah #Illridewithyou itu tidak akan terwujud? Bukankah wanita muslim disana akan lebih sengsara jadinya?
One good turn deserve another. Mbak-mbak yang bukan muslim di Australia itu melindungi mbak-mbak yang berjilbab walau mereka berbeda kepercayaan. Kaum muslim di Indonesia bisa melakukan apa untuk kaum non-muslim di Indonesia? Kalau masih mau 'anti', kalau masih nggak mau mengakui, coba bayangkan bila anda diposisi minoritas. Bayangkan anda mau sembahyang tapi deg-degan rumah ibadah anda diserbu. Bayangkan sekian ribu orang mengumandangkan anti agama anda. Bayangkan saat ada bencana alam yang maha dahsyat agama anda yang dituduh penyebabnya. Sakit hati kan. Sedih kan. Mbak-mbak di Australia itu tidak melihat si mbak berjilbab sebagai "Muslim", ia melihat si mbak berjilbab sebagai seorang manusia yang ketakutan dan harus dibantu. Tidak bisakah kita melihat sesama kita seperti itu? Bukan dari agama, warna kulit, status sosial atau segala atribut duniawi lainnya, tapi bahwa mereka manusia, titik.
Natal sudah dekat. Saya cuma berharap para kaum Nasrani di Indonesia bisa beribadah dengan tenang dan aman, dan bebas dari kutukan atau kecaman atau gangguan lainnya dari umat non-Nasrani. Mungkin dari sekian ratus ribu orang Indonesia yang men-share #Illridewithyou akan ada sekian orang yang menggunakan tagar yang sama untuk melindungi sesama warga negara Indonesia yang kebetulan beragama lain. Mungkin. Alangkah indahnya persatuan dalam perbedaan bukan? Salam!
No comments:
Post a Comment