AdSense Page Ads

Friday, December 19, 2014

Pelajaran dari Belanja Online

Untuk Natal tahun ini kami (tepatnya saya) memutuskan untuk mencoba belanja hadiah lewat online. Ada dua kali pengiriman, dan dua-duanya sedikit 'bermasalah', walau ujung-ujungnya saya yang diuntungkan. 

Pemesanan pertama lewat Amazon, saya membeli dua buah buku diskon dan mendapat free shipping. Ternyata paket saya dikirim saat saya tidak dirumah dan ditaruh di depan pintu apartemen saya, dan saat saya sampai dirumah paket itu sudah lenyap. Stress kan. Saya langsung menelepon Fedex (jasa kurir yang dipakai), dan Amazon. Suami saya blang mereka tidak akan mau membantu, saya buang-buang waktu saja. Surprise, surprise. Amazon langsung meminta maaf (padahal bukan salah mereka) dan mengirimkan gantinya dengan overnight shipping. Fedex menelepon balik keesokan harinya dan bilang mereka akan mengontak Amazon untuk menyediakan saya reimburst/ganti rugi bea pengiriman. Pemesanan kedua lewat website ThinkGeek. Kali ini semua barang sampai dengan selamat, tapi alih-alih dua boneka dan dua mug saya malah mendapat satu boneka dan tiga mug. Saya langsung mengontak mereka, dan mereka mengirimkan boneka pengganti (sama, overnight shipping juga) plus saya boleh menyimpan mug ekstra tersebut sebagai 'hadiah' dari mereka. Hebatnya, mereka benar-benar standby 24/7, jadi walau saya menelepon di akhir minggu dan tengah malam pun saya tetap bisa dibantu. Wow.

'Drama' belanja online ini membuat saya menyadari soal 'hidden cost', biaya tersembunyi. Di Amerika sini banyak orang yang tidak suka dengan korporasi/perusahaan besar, dan menganggap mereka hanyalah manusia-manusia rakus yang mengeruk uang sesamanya. Walau tidak sepenuhnya salah (siapa sih yang tidak mau jadi kaya?), namun saya rasa banyak dari hater ini tidak menyadari bahwa hidden cost ini juga membebani harga akhir barang yang mereka beli. Untuk Amazon saja mereka sudah mengeluarkan (dengan hitungan harga normal) sekitar $30 untuk buku pengganti saya dan $25 untuk overnight shipping tersebut. Untuk Thinkgeek total mereka mengeluarkan $10 untuk 'hadiah' mug saya yang mereka salah kirim, dan $25 untuk overnight shipping. Padahal saya belanjanya juga cuma sedikit. Di Amerika sini kita juga bisa mengembalikan barang yang kita beli bila kita tidak suka, bahkan barang elektronik sekalipun. Terkadang barang tersebut direparasi dan dijual setengah harga (yang lagi-lagi hidden cost), atau dibuang kalau memang tidak bisa dipakai lagi. Dengan kebijakan seperti ini saya yakin sekali hidden cost/cost risk ini sudah dimasukkan kedalam harga barang, kalau tidak bisa rugi bandar kan.

Ini pasti pengetahuan dasar bagi kalian para pembaca yang ekonom atau memiliki bisnis sendiri, tapi ini pengetahuan baru buat saya. Saya pun berpikir, bukankah hidup itu juga penuh 'hidden cost'? Sama seperti kita misuh-misuh soal perusahaan yang rakus karena harga barang yang mahal, kita juga sering misuh-misuh soal orang-orang yang tidak sesuai dengan kita, padahal kita tidak tahu soal hidden cost/apa yang terjadi pada mereka sehingga mereka seperti itu. Kita sering mencibir (dengan sirik) “enak ya jadi orang kaya/cantik”, padahal kita tidak tahu kehidupan mereka seperti apa. Selalu ada sesuatu dibalik apa yang terlihat, dan kita seringkali cuma mau melihat apa yang kita lihat. Kalau mau adil, ini juga harusnya diterapkan bahkan untuk orang-orang yang hobi membully atau menyakiti orang lain (koruptor dan penghasut misalnya); bahwa mereka pasti punya alasan tersendiri untuk menjadi seperti itu. Tapi jadi ada konflik kepentingan: membantu orang yang tertindas atau mencoba mengerti sang penindas?

Dunia ini tidak pernah hitam atau putih saja, bahkan untuk yang bilang dunia ini abu-abu, abu-abu itu ada banyak macam lho. Makanya ada buku “Fifty Shades of Grey”. Lho? Tapi serius, dunia ini tidak cuma hitam-putih, dan menurut saya tidak ada kebenaran mutlak kecuali Tuhan yang Maha Esa (yang menurut para Agnostik juga sebenarnya tidak tepat). Kita tidak tahu apa motivasi orang, apa yang membuat seseorang menjadi seperti itu, karena kita tidak mengalami apa yang ia alami dan kalaupun kita mengalaminya kekuatan mental masing-masing orang berbeda. Kita tidak pernah tahu 'hidden cost' yang dimiliki orang lain. Yang kita tahu adalah 'hidden cost' yang kita punya, apa yang membentuk diri kita sendiri. Kalau kata Michael Jackson, “I'm starting with the man in the mirror/I'm asking him to change his ways...” Terkadang sangat penting kita bersuara untuk hal-hal yang penting buat kita, tapi jangan lupa bahwa langkah pertama untuk mengubah dunia menjadi lebih baik adalah mengubah diri kita sendiri. Karena seperti yang saya bilang tadi, kita tahu 'hidden cost' kita tapi kita tidak tahu 'hidden cost' orang lain. Salam!

No comments:

Post a Comment

Search This Blog