Ada hal menarik yang saya temukan dari 3 film Princess/Putri-putrian Disney terakhir, yaitu Brave, Frozen, dan Maleficent; dimana ketiga film ini mematahkan epos "Someday my prince will come". Tidak ada pangeran tampan berkuda putih yang menyelamatkan mereka dari yang jahat atau merengkuh mereka penuh cinta (taelah...), para tokoh utama di film ini harus berusaha sendiri memecahkan masalah mereka. Alih-alih menunggu si pangeran (atau figur penguasa lain) menolong mereka, mereka lanjut sendiri dengan problematika mereka. Realistis sekali menurut saya, karena satria piningit itu tidak ada.
Sekali lagi, satria piningit itu tidak ada. Titik.
Anda boleh berharap ada satria all-in seperti di ceritera wayang atau kitab-kitab suci, anda boleh berharap akan ada nabi/titisan dewa/utusan Tuhan yang akan membereskan segala sesuatu, anda boleh berharap semua akan dengan begitu saja menjadi 'benar' dan sebagaimana seharusnya. Anda bisa berharap sampai kiamat, dan hal itu tidak akan terwujud. Kenapa? Karena satria piningit itu tidak ada. Masalahmu ya masalahmu, Tuhan akan membantu melancarkan tapi tidak membereskan. Beliau tidak cuma mengurus satu manusia saja lho.
Masalah dengan konsep 'satria piningit' adalah besarnya harapan yang kita bebankan di 'orang pilihan' ini, yang mana sebenarnya kita melepas tanggung jawab kita. Seperti waktu kita kecil dan berharap ibu akan membantu kita mengganti celana kita saat kita mengompol, atau ayah yang memperbaiki mainan yang kita rusakkan, atau pak/bu guru yang melerai dan membela kita saat kita berkelahi. Saat kita tidak berdaya sah-sah saja berharap keajaiban. Tapi saat kita mampu, menengadahkan tangan mengharap mujizat sama saja seperti pengemis berbadan tegap dan sehat lahir batin berharap mendapat uang untuk makan hari itu.
Konsep satria piningit ini begitu menonjol (buat saya) pada masa menjelang akhir kampanye presiden 2014 ini, dimana aroma black campaign begitu keras dan masyarakat semakin terpecah+semakin 'kejam' dalam berkomentar. Apa iya kalau Jokowi naik Indonesia langsung bebas korupsi? Apa iya kalau Prabowo naik ekonomi Indonesia langsung melejit naik? Jawabannya tidak. Pak presiden terpilih cuma bisa berusaha mengarahkan warga negaranya, masalah achievement itu balik lagi ke orang pribadi. Apa kalau Jokowi/Prabowo naik kita langsung tertib lalu-lintas, atau menjalankan Pancasila, atau menjadikan Sumpah Pemuda nyata dan mau bersatu tanpa melihat SARA? Kalau anda menjawab "Ya, itu pasti terjadi kalau calon presiden saya terpilih!", perkenankan saya bertanya: "Kenapa tidak sekarang? Kenapa harus menunggu si A atau B naik?"
5 tahun bukanlah waktu yang lama. 10 tahun juga tidaklah terlalu lama. Obama sudah menjabat presiden selama 6 tahun (menuju 8 tahun) dan tidak banyak perubahan yang ia lakukan, perubahan yang ia lakukan pun masih bisa digugat dan dibatalkan oleh sistem pengadilan sana. Kenapa kita optimis sekali kalau si A atau B naik maka Indonesia langsung kinclong? Semua butuh proses bung. Saya sangat kagum dengan MRT Singapore karena kecepatannya dan kerapiannya. Saat saya mencoba MRT Singapore saya langsung berkomentar, "MRT ini menunjukkan betapa berdedikasinya dan tekunnya orang Singapore, karena butuh waktu lama membangun MRT ini dan mengimplementasikan sistem se-flawless ini." Benar saja, MRT Singapore mulai beroperasi tahun 1987, saat saya mencoba MRT tersebut, ia sudah berusia hampir 27 tahun. Bila diterapkan dalam konteks negara Indonesia, sanggupkah kita bertekad membuat perubahan dan menjalankannya selama setidaknya 3 dekade? 3 dekade berarti setidaknya 6 kali pemilu, yang (bisa jadi) berarti 6 presiden. Apakah siapa yang kita pilih benar-benar akan membuat perubahan untuk Indonesia?
Yang akan membuat Indonesia jadi lebih baik bukan si satria piningit alias capres kita. Yang akan membuat Indonesia jadi lebih baik adalah anda, saya, dan seluruh warga negara Indonesia. Mungkin bila memang kita dianugrahi pemimpin yang bisa mengayomi dan membawa Indonesia menjadi lebih baik (setidaknya selama 5 tahun kedepan) ya syukur. Tapi kalau ternyata yang terpilih brengsek sebrengsek-brengseknya itu tidak berarti Indonesia terpuruk dan terbelenggu dalam kebobrokan lagi selama 5 tahun. Tanpa peduli siapapun presidennya saya melihat teman-teman saya meraih mimpi dan menjadi lebih baik berkat usaha mereka sendiri. Tanpa peduli siapapun presidennya saya melihat orang Indonesia bangkit dan mulai bangga menyebut lantang "Saya orang Indonesia!". Tentu, dengan pemerintahan yang lebih baik semua hal ini bisa dengan mudah dicapai; tapi bahkan di negara maju seperti AS pun tidak semua orang mampu dan mau memanfaatkan kemudahan ini.
Sekarang saatnya memilih dengan akal sehat, dengan apa yang anda inginkan terwujud untuk Indonesia selama setidaknya satu dekade kedepan. Bila calon anda (yang anda rasa mampu melancarkan agenda anda) terpilih, maka teruskanlah. Bila calon lain yang terpilih (dan ternyata merusak Indonesia) tetap teruskan perjuangan anda. Ingatlah MRT Singapore yang butuh hampir 3 dekade untuk berjalan lancar dan mulus. Ingatlah bahwa anak cucu cicit anda akan tinggal di bumi pertiwi ini, dan pikirkan tempat/negara seperti apa yang anda inginkan untuk mereka. Ingatlah ilmu lidi yang tidak bisa dipatahkan saat digabung menjadi satu bonggol besar. Ingatlah bahwa tanah negeri ini basah oleh darah para pejuang dari berbagai suku golongan dan agama yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dan dari sanalah istilah "Tanah Tumpah Darahku". Ingatlah bahwa tanah negeri ini subur oleh belulang leluhur sebelum kita, termasuk pendatang dari negeri Cina, India, Jazirah Arab, dan berbagai kebudayaan lain semenjak jaman dahulu kala yang akhirnya berasimilasi dengan kebudayaan suku asli Indonesia dan menjadi Indonesia yang kita kenal sekarang.
Satria piningit itu tidak ada. Berhenti merengek dan mengharapkan oramg lain membereskan masalah/ketidaknyamanan yang anda rasakan. Sebaliknya, lihat kedalam diri anda; karena si 'satria piningit' itu adanya di dalam diri anda. Andalah 'satria piningit' untuk diri anda sendiri, dan mungkin juga untuk bangsa ini. Batang-batang tipis lidi yang dijadikan satu akan mampu menahan beban yang berat dan berguna untuk lebih banyak hal daripada batang-batang lidi yang terpencar/berserakan. Bukankah demikian dengan 'satria piningit'-'satria piningit' dalam diri kita semua? Mari, kita maju bersama!
No comments:
Post a Comment