Melihat postingan KJRI Los Angeles hari ini membuat saya ingin menonjok orang. Happy International Day of Democracy konon. Gini ya mas mbak yang terhormat, demokrasi itu kalau semua partisipannya setara. Apa kabar ketua KPI dan korban pelecehan seksualnya?
Lagi-lagi ya kita melihat nilai manusia di Indonesia tergantung tahta dan harta. Jabatan itu amanah. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia pula, yang harusnya etik nomor satu. Garda depan moral Indonesia ceritanya. Eh malah korban yang diancam ITE. Situ waras?
Tapi brengseknya para pemegang amanah ini adalah juga cerminan jeleknya mayoritas masyarakat Indonesia. Mereka berani seperti ini karena tahu masyarakat nggak akan menyentuh. Tetep ke kondangan dengan gegap gempita karena tahu tamu yang lain akan menyembah jabatan dan hartanya. Hidup tetap aman damai.
Dan korban? Itu salah si korban. Pasti mereka diam-diam mau (yuhuuu Saipul Jamil kiss kiss). Cuma dipegang aja toh, nggak mati ato kehilangan sesuatu. Lebay dot com lah. Dan terutama saat korban perempuan, dibilang pasti dia yang gatal duluan. Dia yang bego mau dipergunakan. La la la.
Saya mengerti sih. Bagi kedamaian mental kita, sangat penting untuk menjerumuskan korban. Harus ada yang salah di diri mereka, karena kalo nggak berarti yang terjadi sama mereka bisa terjadi sama kita. Penting untuk mendiskreditkan korban karena yang terjadi pada mereka terlalu menakutkan bila terjadi pada kita.
Sayangnya fakta nggak akan berubah. Apa yang terjadi di KPI adalah bukti tak terbantahkan bahwa kekerasan seksual itu bukan soal nafsu. Kekerasan dalam bentuk apapun (termasuk seksual) adalah soal kontrol. Ini adalah bentuk primal, bentuk hewani kita yang ingin jadi predator puncak. Mau pakai rok mini atau baju hazmat nggak ada bedanya.
Kita bangsa yang santun konon. Tapi seringkali kesantunan kita membuat kita langsung buang muka atau tutup mata saat terjadi ketidakadilan. Bukan urusan kita, jadi jangan ikut campur. Atau saat kita menganggap korban kekerasan sebagai sesuatu yang nista dan dalam kesantunan kita kita menolak keberadaan mereka. Orang santun nggak terlibat dalam perkara rendahan begini bukan?
Saya punya harapan tinggi pada masyarakat Indonesia. Ada banyak yang sudah bersuara dan memperjuangkan. Semoga makin banyak yang vokal. Karena Indonesia amat sangat berpotensi maju, tapi kita nggak akan maju bila kita terus melihat rekan senegara kita sebagai ancaman atau sesuatu yang 'tak layak'.
Kekerasan, apalagi kekerasan seksual, bukanlah cerminan diri korban. Itu adalah cerminan diri pelaku. Korban nggak kehilangan apapun. Si pelaku yang kehilangan manusiawinya. Bagaimana kita melihat korban/pelaku pun cerminan dari kita sendiri. Bagaimana cerminanmu hari ini, hai kawan? Bagus?
No comments:
Post a Comment