Setetes air mata. Dua tetes. Terus dan terus hingga saya tersedu sesenggukan di lantai apartemen saya. Padahal sudah dua tahun berlalu, tapi saya masih seperti ini.
"Jangan pergi." "Aku janji akan jadi istri yang lebih baik." "Jangan marah." "Aku nggak akan bertanya lagi." "Maaf. Aku nggak tahu salahku apa tapi tolong maafkan aku." "Jangan pergi." Pikiran ini berkecamuk di kepala saya kala gebetan saya terlihat tak nyaman saat saya mengundangnya ke pesta teman saya.
Nafas terasa pendek. Dada terasa sesak. Mata membesar dalam ketakutan. Tubuh yang gemetar. Kepala yang terasa berat dan tak bisa berpikir jernih. Mulut yang kering. Airmata yang terus mengalir. "Jangan lagi," pikir saya. "Jangan lagi."
Cuma SMS kok, batin kita. Hanya bertanya apa kabar, tukas kita. Hal yang awalnya terlihat nggak berbahaya bisa menjadi calon kiamat bagi pasangan kita. Orang baru akan selalu terlihat lebih menarik. Gairah dan canda riang tanpa beban jelas lebih menyenangkan.
Sementara hidup pasangan anda serasa seperti di neraka. Dia nggak tahu apa yang terjadi, tapi yang dia tahu kasih anda semakin berkurang. Yang dia tahu anda semakin tidak peduli. Dan mungkin, mungkin itu salahnya, walau ia tak tahu apa salahnya.
Anda yang melihat pasangan semakin gelisah akan menjadi tambah tidak suka padanya. Apalagi saat ia mulai mempertanyakan mengapa anda berubah. Anda yang merasa bersalah akan mencari pembenaran, dan sangat mungkin menyalahkan pasangan anda.
Saat semua terbongkar, dan biasanya memang akan ketahuan, refleks pertama anda pastinya mempertahankan diri anda. Anda menyanjung betapa hebatnya si selingkuhan dibanding pasangan anda. Pasangan anda yang sudah terpukul karena kehilangan cinta anda akan semakin terpuruk karena merasa dirinya tidak pantas, merasa dirinya gagal.
Semua demi sebuah rasa yang fana. Karena porsi besar dari indahnya selingkuh adalah dag dig dug der romansa, lezatnya buah terlarang. Saat tidak lagi jadi terlarang, saat benar-benar harus mengarungi hidup bersama dan bukan hanya curi-curi ketemu, rasa itu sangat mungkin hilang.
Ini bukan hanya dilakukan oleh pria. Wanita juga banyak yang bersalah. Berkirim pesan di dunia maya hingga mengabaikan pasangan, membuat sejuta alasan untuk membenarkannya: "Habis pasangan saya nggak romantis," "Habis pasangan saya kasar," "Habis pasangan saya membosankan."
Ya tinggalkan. Nggak usah cari alasan. Punya pasangan itu komitmen, bukan sekedar baju yang anda bisa ganti pakai sesuka hati anda. Kalau anda sudah merasa tidak cocok, ya pergi. Kalau anda tidak yakin mau pergi, ya jangan cari yang lain. Fokus dengan pasangan anda sampai anda tahu apa yang anda mau.
Dan kita pun berujar dengan patuh: "Oh iya, itu benar." Tapi seberapa banyak dari kita yang berani menentang teman kita yang berselingkuh? Seberapa banyak dari kita yang berani berkata tegas: "Loe ga kesian sama pasangan loe?"
"Itu kan urusan dia," kilah kita, "Gue mah ga mau ikut campur urusan rumah tangga orang." Tapi saat kepercayaan pecah berkeping-keping akan ada seseorang yang harus membawa kepingan itu seumur hidupnya. Akan ada seseorang yang terluka selamanya.
Jangan terlibat dengan pasangan orang karena dirayu dan diceritakan betapa brengseknya si pasangan. Jangan melibatkan diri dengan orang lain karena berpikir anda berhak mendapat lebih dari pasangan anda. Jangan diam saat anda tahu seseorang akan terluka karenanya.
Gebetan saya menjawab SMS saya dengan nada ceria, menenangkan saya dan bilang ia tak keberatan pergi ke acara saya. Namun saat itu saya sudah bersembunyi di balik selimut, bantal basah oleh airmata. Jangan lagi. Jangan lagi.
No comments:
Post a Comment