AdSense Page Ads

Friday, February 11, 2011

Outdoor Valentine Dates (Because Mall is so Passé)



Yes, thank you Garfield for noting it down :D

Malls are indeed essential for (some of) us, in fact I remember the first thing I noticed when I move in to Bali (and one of the things that leave me quite freak out) was the lack of, ahem, proper mall which in turn means lack of proper bookstore. This is of course my biased opinion as my so-called proper bookstore means a LARGE ones with huge collection of Agatha Christie and Enid Blyton and Eoin Colfer and a proper Anne Rice section. Yes. I'm a freak.



However, I would like to encourage you lovebirds and other assortment of lovestruck people to AVOID mall this upcoming Valentine and hit outdoor instead. No, I'm not making a conspiracy against mall, I love them. I devoted to them still, especially those with grand bookstores. It's just something that I learn recently in Bali, that being together with someone (you loved) counts more when you do it outside (i.e. blend with nature) than when you do it in the mall/enclosed space.

Let's face it, in the mall/enclosed space you have to share your affection with many people, all in the same small space. Imagine whispering sweet words to your partner's ear during movie, only to find the person sitting behind you making, ahem, films of their own or the couple next to you state his undying love to each other. Or imagine walking hand in hand with your loved ones only to find yourself caught in the middle of Alays (yes, they will be there flocking the malls, another reason why you should avoid malls at any cost!). Or imagine holding hands with her on romantic dinner table only to find the waiter comes to you with the sour look of "God! How many pinks and silly lovebirds I have to endure for the day??" Outdoor it is, love. Outdoor it is.



If you happen to be in Bali or other small cities, outdoor dates are easy and relatively lower in cost than the indoor ones. A suggestion for Bali Valentine Date, do tourists stuff and enjoy it: Start your valentine day with a trip at the park (e.g. Bajra Sandhi or Puputan Badung) with playing and do sport together. Frisbee is one of the suggested game, even though you're there with the lover and not the dog, it sure brings out the sweat and lots of laughter. Then, get some delicious Balinese cakes for breakfast or even go for a full lunch/brunch/whatever at the local market. If you're nowhere near a local market, just pack up some stuff before you go and have a picnic in the park. Hit the beach at sunset, explore it and feel every wonderful things with all your senses, the sand on your feet, the splashing waves, his beaming face. And close it with dinner for two in an outdoor restaurant, or just plain fun at Angkringan! Not really romantic? It depends. Romantic for me is spending quality time JUST with my loved ones, it's about who I share the day with, not where I share the day.



Happen to be in Jakarta or other big city? Go to the park like Menteng park etc. Visit the Old City part of the town (where the buildings were made not later than 1950s) or visit the museum. Eat in a comfortable old-style dining spot, or the street vendor (there are plenty good spots such as Blok S). Get a bike tour if necessary (I know lots of major city offered bike tour now). Happen to have some extra money in your poscket? Kidnap her and sail to Pulau Seribu for a day in the sun. There are so many things that you can do with your loved ones without including the mall, and yes, they can be really budget friendly too. Some ideas to ask around to: @wisatakeluarga, @backpackseru, @infojakarta, @infojogja, etc. They usually know the best location in town, and the most affordable one. So plan it well.

Bottom line: do something different outdoor this valentine, blend in with nature and appreciate the colors in it, the life in it. Feel and taste the un-modern part of your surroundings. If ever in doubt, again keep this mantra for you: It's not what or where you share the day, it's whom you share the day with. Besides, if your partner willing to do crazy or uncommon valentine activities with you, you can be sure she/he'll stick "in sadness and in sorrow, in gladness and in joy". Happy Valentine's day everybody!

Thursday, February 10, 2011

Alanda dan Sebentuk Citra

Tak lama setelah saya membaca tulisan Alanda Kariza, saya membaca tulisan tentang politik pencitraan di media elektronik dan merasa Alanda adalah bukti nyata politik pencitraan tersebut. Untuk merefresh memori pembaca, Alanda Kariza adalah seorang gadis muda yang menulis kegalauannya dan menyatakan rasa tidak adil yang ia rasakan terhadap vonis ibunya, yang merupakan salah satu tersangka skandal Bank Century.

Setelah blog Alanda tersebar luas, menjadi konsumsi media massa dan meraih simpati publik, tiba-tiba para politikus berlomba ikut menyatakan ketidakpuasan terhadap vonis tersebut dan meminta pihak berwajib memeriksa ulang vonis tersebut. Lalu ibu Agra pun beralih nama menjadi Ibu Alanda. “Ibu Alanda pernah ingin bunuh diri”, “Ibu Alanda menghadapi sidang”, etc. Pencitraan yang mungkin tidak sengaja dilakukan oleh Alanda bisa jadi akan menyelamatkan ibundanya.

Jangan emosi dulu, pembaca yang budiman. Saya sepenuhnya bersimpati kepada Alanda. I love my mum too, dan saya mengerti kegalauan Alanda saat menulis artikel tersebut. Alanda menulis dengan Hati. Bahkan bila dia menulis tersebut memang dengan niat membebaskan ibunya (yang saya yakin tidak), I would still admire her. Ini script writer/public relation officer yang harus dipunya tiap politisi.

Yang saya sentil disini adalah media dan para politikus yang langsung menerkam kesempatan ini seperti jambret yang melihat wanita dengan perhiasan meriah. Apakah media akan secepat dan seekstensif itu memberitakan tentang Arga (dan para politikus membela Arga) bila Alanda tidak menulis blog tersebut? Atau bila blog tersebut tidak meraih perhatian publik? Kebetulan sekali Alanda juga penulis buku dan memiliki segudang prestasi. It makes such a great cover story, “Ibunda anak muda berbakat terjerat ketidakadilan”. Satu pertanyaan, kemana Linda yang juga dijatuhkan hukuman berat, dan tersangka-tersangka Century lainnya yang tidak/minim diberitakan? It’s so hopelessly vulgar and crude.

Disini saya ingin mengajak anda untuk selalu melihat fakta. Media dan politikus akan selalu melakukan politik pencitraan tersebut, apa yang ok buat publik itu yang dipakai dan diekspos walau entah benar atau salah, dan ini berlaku di seluruh dunia. Contohnya adalah kasus Corby. Gadis Australia ini dituduh membawa narkoba dan dihukum penjara di Bali. Di Australia dia digambarkan sebagai gadis muda yang cantik dan dizolimi. She’s just wanna have fun, she doesn’t know what she was doing. Faktanya? Dia tertangkap basah dengan narkoba. Bila kita tertangkap membawa narkoba di negara lain kita bisa dihukum mati, jadi wajar kok dia dipenjara. Tapi pencitraan media Australia sempat membuat publik sana berpikir bahwa terjadi ketidak adilan dan dia tak pantas dipenjara. Ini contoh pencitraan efektif dengan hasil yang tidak baik.

Kalau anda pikir politik pencitraan hanya untuk media dan politisi/pemerintah, anda salah. Semua orang, termasuk saya dan anda, selalu melakukan politik pencitraan. Di hadapan bos atau orang tua ingin terlihat baik, di hadapan pacar ingin terlihat pantas dicintai, di hadapan teman ingin terlihat pantas dikagumi, etc. Apalagi dengan maraknya jejaring sosial yang ada, pencitraan menjadi makin mudah. Kenalan saya menceritakan di akun FB pribadinya betapa asyiknya sebuah pesta (dan betapa “in” nya dia), padahal saya juga hadir dan seingat saya dia hanya duduk sendiri di pojokan. Saya sendiri sempat dituduh sok kaya dan belagu karena seringnya saya posting soal jalan-jalan, padahal tiap kali saya keluar saya cuma nge budget 20-50 ribu. Nothing is what it seems.

Jangan tertipu akan pencitraan yang ada, yang dilakukan orang-orang baik sengaja atau tidak. Agar tidak tertipu, terbawa dengan kisah pilu atau justru enteng menghujat, selalu berusaha untuk mundur sebentar dan melihat fakta. Anda bisa jadi menemukan yang anda pikir emas itu ternyata kuningan, dan yang anda pikir kerikil itu ternyata berlian. Kemampuan menembus selubung pencitraan ini akan bisa membantu hidup anda, terutama saat melakukan pengambilan keputusan. Ga ada gunanya pro rekan kantor yang sukses melancarkan pencitraan “saya orang lemah yang patut dikasihani” dan jadi harus lembur mengerjakan pekerjaannya sementara dia asik menghadiri premiere film dan jalan-jalan (pasti pernah kan punya rekan kya gini?). Lihat fakta yang ada, kalau perlu diurutkan dan ditulis di kertas dan dibaca yang baik. Tapi jangan marah kala ada yang berhasil menembus pencitraan anda. Play it fair and square, baby :).

Monday, February 7, 2011

(Ab)normal. Kenapa Nggak?

"What is normal, anyway? Isn't it simply following the crowd? If you aren't troubling the rest of the world, then there's no harm in being abnormal."

Maaf ya, minggu ini saya buka dengan sedikit berat hehehe…

Kalimat diatas saya ambil dari cerita (komik) favorit saya, XXXHolic, dan menurut saya sangat sesuai dengan apa yang terjadi saat ini secara makro (dunia keseluruhan) dan mikro (dunia saya). Contoh makro adalah penyerangan ke jemaat Ahmadiyah, contoh mikro adalah rapat yang saya hadiri barusan. Ga nyambung? Tenang, nyambung kok… :)

Saya akan mulai dengan rapat saya hari ini. Team leader saya menjelaskan dalam sebuah diskusi ada 3 tipe: Pihak Predator (keyword: what can I get from you?); Pihak Prey (keyword: what do you want from me); dan Pihak Hello (keyword: hello, how can I assist you?). Predator akan menyerang Prey; Prey akan merasa terpojokkan dan menyalahkan Predator; sementara si Hello akan berpegang pada fakta dan menyampaikan apa adanya, dia tidak butuh sesuatu dan tidak merasa dirugikan. Seperti quote di atas, “trus kenapa kalau kita beda pendapat? Pokoknya selama ga saling mengganggu hajat hidup orang ga pa pa kan.” Bayangkan kalau dalam tragedi Ahmadiyah penyerang dan yang diserang bisa mengambil posisi sebagai si Hello, ga akan sampai separah ini saya rasa.

Saya ga akan melancarkan pembelaan yang berapi-api terhadap jemaah yang diserang, ataupun terhadap para penyerang. Been there as the victim,been there as the attacker. Saya bisa memahami perasaan kedua belah pihak. Waktu saya diposisikan sebagai victim/mengambil posisi sebagai Prey, saya mati-matian berpendapat “Perbedaan itu sesuatu yang indah, kenapa sih loe ngambil hak gue??!”, sementara waktu saya diposisikan sebagai attacker/mengambil posisi sebagai Predator, saya mati-matian berpendapat “Perbedaan loe mengganggu hidup gw, tau??!”. Padahal kalau dipikir, apa iya hak saya terampas saat itu? Apa iya perbedaan dia mengganggu hidup saya?

Apa kuncinya untuk menjadi si Hello dan menerapkan kutipan diatas, bahwa it’s ok to be (ab)normal? Simple, harus mau menghargai hak (dan pikiran)orang lain, atau dengan kata lain harus mau menghargai perbedaan. Caranya? Berani jujur pada diri kita sendiri dan mau membuka mata (hati). Ini ga semudah yang tertulis sih. Manusia pada dasarnya Predator, sangat kompetitif. Dan juga adanya keberanian kolektif, awalnya Hello tapi karena ngerasa banyak dukungan jadi ikutan Predator. Tapi inilah kenapa manusia berada pada posisi puncak, di ujung teratas rantai makanan. Karena kita mampu berpikir, mampu memilih, dan (harusnya) mampu mempertanggungjawabkan keputusan kita terhadap sesama. We’re social creature darlings, but social creature with attitude!

Balik ke rapat tadi, setelah dibekali dengan Pred/Prey/Hello tersebut kami dilepas oleh team leader kami untuk berdiskusi. Walaupun saya terus mengingatkan diri saya untuk mengambil posisi Hello, saya dengan (tidak) gemilang masih menjadi Predator. It runs deep :(. Setelah sore ini saya berpikir di rumah baru ngeh, apa iya apa yg saya mati-matian perdebatkan saat diskusi tadi mempengaruhi hidup saya? Segitu berartinya sampai saya rela dibenci rekan satu tim saya? Nggak lho. I just want to make them think I’m right. Saya ga menghargai perbedaan pendapat mereka dengan memaksakan pendapat saya. Dan sebenarnya kalaupun mereka ga berpikir pendapat saya bener, matahari tetap akan terbit besok, saya akan tetap bekerja dan ga dipecat, bumi tetap akan berputar, Johnny Depp tetap ga tahu kalau saya ada. Jadi ga ada bedanya toh? I’m wasting my energy for something unimportant.

Ngambil posisi Hello bukan berarti kalah atau aneh. Itu berarti “Ok, I’m willing to listen, and appreciate what you have to say :) “. Kadang-kadang kita berpikir “Ini yang terbaik untuk semua!” dan jadi Predator untuk mempertahankannya. Tapi kalau mayoritas orang justru berpendapat beda, berarti itu bukan “yang terbaik untuk semua” kan? Masih jauh perjalanan saya untuk bisa legowo menerima perbedaan, jadi si Hello, tapi suatu saat saya pasti bisa dan semoga anda juga bisa. Bila saat itu tiba, ga akan lagi ada kekacauan ala 9-11 atau Tragedi Ahmadiyah ini. Live and learn baby, live and learn.

Search This Blog