Saya baru pulang dari kencan bersama si Akang tercinta, kita habis menonton konser LA Philharmonic Orchestra. Kebetulan konser yang dibawakan adalah karya Beethoven, Missa Solemnis. Pasti anda berpikir kalau konser ini religius, musik Misa gitu lho. Kereligiusan yang saya lihat hanyalah dua Suster yang kebetulan duduk disamping kami, mereka pun bukan orang Amerika melainkan orang Korea. Saya tidak yakin para pemusik dan penyanyinya dari kalangan religius, karena mereka membawakan nomor lain juga dan kebetulan saja kali ini yang dibawakan nomor religius. Penontonnya jelas bukan kalangan religius, contoh nyata: suami saya jelas-jelas Ateis dan tidak percaya agama. Yang membawakan konser ada disitu untuk alasan pekerjaan, yang mendengarkan konser ada disitu untuk menikmati musik. Mungkin lain cerita kalau musik ini dibawakan saat misa yang sebenarnya di gereja, tapi malam ini di Walt Disney Concert Hall musik ini semata untuk menghibur dan tidak ada nilai religiusnya sama sekali. Setidaknya bagi saya.
Hal ini sama dengan kasus penyerangan kantor majalah Charlie Hebdo di Perancis. Yang menyerang mengaku Islam, tapi baik saya maupun anda para pembaca budiman tahu bahwa mereka tidak merepresentasikan Islam yang sebenarnya. Agama Islam dijadikan alasan untuk melakukan tindak kekerasan, yang kalau saya lihat dari kelakuan teman-teman saya yang Islam dan cihui-cihui sebenarnya merupakan tindakan yang amat sangat tidak Islami. Sayangnya timeline fesbuk saya yang dulu sempat meledak dengan hoax pelarangan jilbab dan pelarangan pemotongan hewan kurban (dan pelarangan pengucapan selamat natal dan kontar pemakaian atribut natal untuk umat Muslim) justru sepi seperti kuburan. Dari semua teman saya hanya beberapa yang mengangkat topik ini dengan tagar #JesuisCharlie, dan mereka semua yang memang terekspos budaya asing, dan hanya satu orang yang berani membuat status menyatakan bahwa itu bukan Islam. Yang lain sibuk mengangkat soal salahnya Charlie Hebdo melecehkan Nabi Muhamad, soal teori konspirasi bahwa para penyerang ini sebenarnya mau mendiskreditkan Islam, bahkan membandingkan antara serangan ke kantor Charlie Hebdo dengan umat Islam yang terbunuh di Palestina. Serius, apa susahnya sih buka mulut dan menyatakan dengan tegas bahwa penyerangan tersebut tidak mencerminkan Islam?
Ada komentar yang menarik dari postingan teman saya tentang penyerangan ini: "Kita yang mayoritas tidak tahu apa rasanya jadi minoritas". Referensinya adalah terhadap para umat Muslim yang kebetulan minoritas di negara lain. Umat Islam Indonesia yang mayoritas bisa tenang-tenang saja posting status negatif yang memperkeruh suasana, sementara yang minoritas di negara barat ketar-ketir karena jadi sasaran. Jangan salah, Islamophobia itu bukan karena Islam adalah ajaran yang buruk atau mengerikan, dan jelas bukan monopoli umat Kristen saja. Islamophobia terbentuk berkat media yang hobi menjual berita buruk karena laris (termasuk media di Indonesia) dan ketidaktahuan akan Islam yang sebenarnya, Yang tidak beragama pun jadi terbawa mengecap Islam sebagai sesuatu yang buruk. Apalagi kalau yang kebetulan Islam itu adalah pendatang, lengkap sudah penderitaan. Anda boleh bilang itu karena para Zionis ingin menghancurkan Islam (kok Hinduis tidak dituduh seperti itu huhuhu), tapi fakta yang sebenarnya adalah manusia pada dasarnya takut dan sulit menerima hal baru. Wajar kalau orang yang tidak tahu takut pada Islam, sama halnya dengan orang yang tidak pernah lihat pesawat parno saat disuruh naik pesawat; wajar kalau orang lokal benci para pendatang, sama seperti saat ada anak baru di kantor/sekolah anda yang anda anggap membahayakan posisi anda. Jangan tersinggung, ini fakta manusia.
Teman saya yang konservatif ngomel-ngomel di fesbuk soal dia terus ditanya: mana buktinya Islam cinta damai? Ada juga yang komen bilang jalankan Sunah dan Sabda Rasul serta taat Quran untuk membuktikan hebatnya Islam. Buat saya ini semua tidak cukup. Terkadang kita perlu buka mulut dan menyatakan sikap. Saya merasa beruntung, saya dikelilingi teman-teman beragama Islam yang baik-baik dan sangat menyenangkan. Buat saya Islam identik dengan teman-teman yang rajin shalat Dhuha, teman-teman yang kuat puasa tanpa harus menyentak saya "Jangan makan depan gue, gue puasa!", teman-teman yang selalu ada buat saya walaupun saya bukan Islam, teman-teman yang menerima saya apa adanya walaupun saya agak bengal dan kadang berangasan. FPI bukan Islam yang saya tahu, ISIS bukan Islam yang saya tahu, Al Qaeda dan Boko Haram bukan Islam yang saya tahu, Bali Bomber bukan Islam yang saya tahu. Tapi untuk orang-orang yang tidak memiliki kesempatan, maaf, menurut saya kehormatan untuk berakrab ria dengan orang-orang yang mencerminkan Islam yang sebenarnya, itulah Islam yang mereka ketahui.
Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Catat, di dunia! Kalau umat Islam di Indonesia bersatu dan bersuara, dunia pasti mendengarkan. Bila ada yang mampu 'membetulkan' persepsi dunia tentang Islam, itu pastilah umat Muslim Indonesia. Kegigihan orang Indonesia serta potensi sumber daya manusia Indonesia yang berlimpah menjadikan orang Indonesia bibit unggul di kancah dunia. Bila ada yang mampu melambungkan nama Islam, mengubah Islam dari cap agama teroris menjadi agama yang membawa kebaikan bagi dunia, itu pasti orang Indonesia. Dan sebagai 'raksasa', umat Islam di Indonesia memiliki kemampuan, bukan, kewajiban untuk melindungi umat Islam lainnya terutama di negara dimana mereka minoritas. Caranya ya itu tadi: terus kabarkan bahwa Islam menentang kekerasan, bahwa segala tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama Islam sama sekali tidak mencerminkan Islam yang sebenarnya.
Jangankan anda yang umat Islam, saya yang bukan Islam atau Kristen saja sakit hati melihat kartunnya Charlie Hebdo tersebut. Membaca komentar di media massa yang bilang umat Islam itu bangsa onta juga bikin saya sakit hati. Islam itu baik, Islam itu damai, Islam itu - sama halnya dengan agama dan kepercayaan lain - tidak pantas dijadikan bahan olok-olokan. Tapi dengan mencoba melogiskan alasan tindakan para penyerang ini (karena Nabi Muhammad bahkan seharusnya tidak digambar), atau sibuk dengan teori konspirasi, atau malah membandingkan dengan perang di Palestina, anda mengirimkan sinyal yang jelas terhadap dunia: anda mengamini tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama agama anda. Jangan berharap anda bisa membuat dunia mengerti tentang kebaikan Islam bila anda sibuk mengurusi hoax-hoax tidak penting di negara anda yang aman dan damai tapi menolak bersuara saat dunia seharusnya bisa mendengar anda. Jangan berkoar anda mendukung Palestina tapi menolak menyelamatkan umat Islam lain yang minoritas di negeri lain karena anda kekeh Islam tidak pernah salah. Islam memang tidak pernah salah, begitu pula dengan agama dan kepercayaan lain. Yang salah biasanya manusianya. Tagar #Illridewithyou dibuat oleh umat non-muslim yang mencoba menolong wanita muslim. Apakah anda tidak malu bahwa sumbangsih anda saat umat Islam di negara lain terancam disakiti sebagai pembalasan hanya teori konspirasi dan pembenaran terselubung akan tindakan para penyerang tersebut? Disaat kita bisa membuat #shameonyousby mendunia, disaat kita bisa membuat Jokowi naik daun dan jadi cover majalah Time, kita memilih diam seribu bahasa disaat suara kita bisa membantu umat Muslim lainnya yang sedang kesulitan. Kalau sekian banyak orang Indonesia yang punya fesbuk dan twitter membuat tagar #thisisnotIslam misalnya, saya yakin itu akan mendunia juga.
Ada istilah di dalam bahasa Inggris: Two wrong doesn't make a right. Majalah Charlie Hebdo bersalah dengan free speech mereka yang kebablasan, tapi tindakan para penyerang tesebut juga tidak bisa dibenarkan. Perdebatan antara siapa yang salah duluan ibaratnya seperti memperdebatkan mana yang lebih dulu, ayam atau telur; dan berdebatnya saat kandang ayam tersebut sedang kebakaran. Jelas tidak relevan dan sangat salah prioritasnya gitu lho. Umat Muslim minoritas di negara lain saat ini membutuhkan dukungan anda, membutuhkan suara anda untuk berkata dengan lantang: Islam tidak identik dengan kekerasan. Dunia perlu tahu bahwa para pelaku kekerasan hanyalah oknum dan bukan pelaku ajaran Islam yang sebenarnya, agar dunia bisa lebih ramah terhadap umat Islam secara keseluruhan. Bisakah, atau lebih tepatnya, maukah anda melaksanakan hal ini? Maukah anda menyiarkan dengan lantang bahwa Islam bukan agama kekerasan? Pilihan anda menentukan pandangan dunia terhadap Islam.