AdSense Page Ads

Tuesday, January 26, 2021

Cari Papih



Selama WFH saya jadi sering menonton talkshow siang yang sangat penuh drama. 

Biasanya tentang si bapak yang bilang itu bukan anaknya dan/atau si ibu yang maksa kalau itu si bapak, dan berbagai cerita perselingkuhan yang semua pihak dipertemukan dan berantem di tivi. Kalau ada yang bilang Amrik negara dewa, monggo lho nonton acara-acara ini lmaoooo.....

Yang paling bikin saya perih adalah saat bukan hanya si bapak yang mati-matian bilang itu bukan anaknya, tapi si kakek nenek atau anggota keluarga lain ikut teriak-teriak bilang si ibu perek dan terlihat sangat tidak suka pada si ibu.

Saya jadi berpikir, apa faedahnya jadi punya bapak dan/atau keluarga bapak kalau mereka dari awal mati-matian menolak si anak?

Emak-emak amrik yang masuk di acara ini sih nasibnya mending. Di acara-acara ini dikasi DNA test gratis, jadi ketahuan itu memang bapaknya atau bukan. Kalau memang ada bukti DNA itu bapaknya pun bisa dikejar untuk membayar tunjangan anak sampai si anak umur 18 tahun. Jadi walaupun si bapak dan keluarganya tetap nggak mau mengakui atau tetap benci, paling nggak ada faedahnya tahu itu benar bapaknya.

Lah Indonesia?

Sebelum menuduh "Itu kan salah si emak sendiri tidur kemana-mana", waktu saya masih menikah saya pun beberapa kali dituduh tidur sama lelaki lain walau tanpa bukti. Kalau suami di Indonesia bersabda itu pasti anak tetangga walau tanpa bukti, apa iya si istri bisa membantah dan dipercaya?

Inilah kenapa bagi saya memilih pasangan sebelum menikah dan (apalagi) punya anak adalah sesuatu yang sangat penting. Lebih baik telat atau bahkan tidak sama sekali daripada anak kedepan sengsara. Ga diakuin, ga dinafkahin, sedih kan?

Generasi sekarang bukan lagi generasi dulu yang mana perkawinan adalah bentuk karir. Yang menikah satu dari sedikit cara agar tetap bisa bertahan hidup dan tak lagi jadi tanggungan orang tua. Generasi sekarang mandiri dan kuat.

"Kamu tuh banyak maunya. Buktinya kamu baik-baik saja kan?" Iya. Tapi melihat mama diteriaki papa bikin adek jadi percaya bahwa wajar si calon suami meneriaki dia. Bahwa omongan keluarga papa yang nggak enak bukti nyata bahwa adek memang nggak ada harganya. Dan lingkaran kekerasan ini terus berlanjut.

Punya anak bukan hanya soal esek esek yes yes no, bukan hanya soal ketemu penghulu dan/atau resepsi ciamik. Punya anak berarti memastikan kebutuhannya terpenuhi, baik fisik maupun mental.

Jangan membawa anak ke dunia dimana ia tidak diinginkan atau tidak dicintai. Dimana ia tak bisa berkembang sepenuhnya karena sibuk bertahan hidup dari usia sangat muda. Apalagi bila sekedar
karena kita capek ditanya "Kapan kawin" dan "Kapan punya anak?"

Dan berhubung lelaki bukanlah rencana cadangan, walau kita sudah teliti sebelum membeli kita tetap harus bisa mandiri. Karena kita tidak tahu rencana Tuhan. Bisa saja akhirnya kita tetap harus membesarkan si adek sendiri.

Bagi para pria yang kebetulan membaca ini, anda pun harus berpikir teliti. Punya anak banyak bukanlah bukti kejantanan. Kambing pejantan anaknya banyak tapi jadi sate semua kan? Bukti kesuksesan adalah anak yang mampu membanggakan, yang membuat nama anda dibisikkan hingga bertahun kedepan. "Iya, anaknya pak XYZ. Hebat memang pak XYZ itu..."

Wajar kan kalau si calon ibu juga mesti mumpuni? Nggak cukup cuma cantik saja. Ingat, mereka yang akan lebih banyak bersama calon anak anda di masa penting perkembangannya. Mereka juga yang harus menjadi pilar penunjang anak anda bilamana Tuhan berencana lain untuk anda.

Bangsa yang hebat adalah bangsa yang orang-orangnya hebat juga. Dan orang hebat harus dibuat, dibentuk di keluarga yang hebat. Jangan milih yang asal-asalan cuma biar si tante nyinyir diam. Bolehlah kita punya standar.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog