AdSense Page Ads

Friday, October 24, 2014

IKEA, KFC, dan Budaya 'Makan Brand' Orang Indonesia

Jadi menurut postingan Mbak Jihan, blogger favorit saya, di medsos beredar tulisan yang intinya "Mereknya sih IKEA, tapi kelakuan Indonesia". Waduh.

Sebenarnya sudah agak lama saya ingin menulis tentang IKEA di Indonesia, dari semenjak saya baca berita tentang IKEA yang dibuka di Alam Sutra dan mengecek harga-harganya yang bikin melotot. Bayangkan saja, beberapa item yang saya lihat di katalog IKEA Indonesia bedanya bisa sampai sekitar Rp 450,000 ($45) dengan harga IKEA disini. $45 itu lumayan lho, bisa buat masak 4 hari untuk berdua disini. Rp 450,000 di Indonesia mungkin bisa masak dua minggu atau bahkan sebulan untuk berdua. Padahal itu barang produksi Cina juga, bukan buatan asli Denmark. Dan lagian, buat apa juga beli IKEA sementara pengrajin lokal bisa bikin dengan kualitas lebih bagus?

Disini IKEA itu bukan barang mewah, IKEA itu justru dianggap ringkih dan kurang bagus. Saya belum pernah ketemu orang sini yang dengan bangganya "Saya beli IKEA lhoo!!". Bukan berarti IKEA jelek ya, tapi IKEA itu terkenal bukan karena brandnya, melainkan karena low cost dan space saver. Disini banyak sekali blog-blog yang isinya bagaimana mendesain rumah/apartemen mungil dengan menggunakan produk-produk IKEA karena harganya terjangkau dan anda bisa modifikasi sendiri sesudahnya. Prinsipnya anda datang, pilih produk, bawa produk pulang, bangun sendiri. Manual book nya juga pake gambar, bukan tulisan; jadi benar-benar idiot proof gitu. Set lemari/partisan seri KALLAX yang kami beli di IKEA lebarnya 3 meter dan tingginya sekitar 1.5 meter itu muat masuk di mobil VW Golf compact kami yang mungil, bahkan plus beberapa pernak-pernik. Hitungannya murah (menurut orang sini) karena mereka menghilangkan biaya pengiriman, biaya assembly, dan biaya asisten toko. Sekedar gambaran, harga produk jadi di toko lain (bahkan Walmart yang terkenal lebih jelek lagi) itu bisa 2-3x lipat harga yang kita bayar di IKEA, belum lagi ongkir dan uang tip petugasnya. 

Masih ga percaya? Kalau mau IKEA anda diantar ke rumah, disini biayanya start dari $59 (catet, start ya... jadi sangat amat mungkin lebih tinggi lagi biayanya); kalau malas pergi kesana dan mau pesan online/via telp, biayanya start dari $99 (biaya delivery start dari $59, biaya petugas IKEA mengambilkan barang dari gudang $40); kalau sudah begitu mau minta ada yang assembly juga, biayanya start dari $79. Jadi ga mungkin ada orang yang beli IKEA demi brand name belaka, karena hitung-hitungannya sekalian dia beli barang jadi daripada yang mesti dibikin/di assembly sendiri. 

Buat saya, salah satu alasan kenapa orang Indonesia menganggap brand luar itu lebih wah adalah karena faktor harga. Kelihatannya memang iya, karena nilai tukar yang tinggi jadi barang yang di negara aslinya murah pun dianggap mahal di Indonesia. KFC misalnya, atau resto fast food lainnya. Disini nggak ada bangga-bangganya makan di KFC ato McD, karena bisa dibilang cuma orang yang ekonomi menengah kebawah yang beli KFC atau McD. Burger McD yang $1 misalnya, itu sudah salah satu menu yang paling murah yang bisa anda dapatkan disini (berhubung satu sachet kecil cookies model oreo harganya juga bisa $1). Sementara di Indonesia, duduk di McD beli burger mungil seharga Rp 10,000 (alias $1) rasanya sudah wah gimana gitu, padahal ngebakso (yang lebih kenyang) harganya bisa cuma setengahnya. Tapi makan bakso kan nggak elit, ga menunjukkan kemampuan ekonomi ceritanya. Ga percaya? KFC dan McD dekat rumah saya di Bali tiap malam minggu isinya ABG semua. Disini waktu saya cerita ketemu si Akang pertama kali di KFC malah diketawain. Belum lagi rasanya KFC sini, bweehhh..... Serius, bukan cuma pelayanannya saja, bahkan rasa fastfood Indonesia pun lebih enak daripada disini.

Untuk menghilangkan minder terhadap produk luar, yang paling penting adalah mengukur nilai mata uang secara proporsional. Waktu saya pertama mencoba mencari kerja disini, kerjaan dengan gaji UMR pun saya coba, karena saya pikir gaji UMR sini sudah cukup untuk menabung dan kebutuhan sehari-hari. Lagi-lagi masalah konversi mata uang bo'. Tapi waktu iseng menghitung, ternyata gaji saya dulu sebesar 2x UMR Denpasar, jadi seharusnya saya pantas mendapatkan setidaknya 2x UMR di sini. Rugi bandar kan jual diri dengan harga dibawah harga pasar. Balik lagi ke soal IKEA, misalnya saja UMR disini $64/hari, maka dengan bekerja satu hari saja orang bisa beli 1 unit Kallax di IKEA US. Terjangkau untuk orang pas-pasan bo'. Sementara dengan UMR di Jakarta yang sekitar Rp 105,000/hari, seseorang harus menabung selama 12 hari lebih untuk membeli 1 unit Kallax di IKEA Indonesia. Rasanya jadi ga masuk akal kan beli barang mahal yang di negeri asalnya dianggap barang murah? Kecuali, tentunya, anda tipikal orang-orang yang kalau kaya akan beli iPhone App 'I'm Rich' seharga $999.99 dan tidak ada faedah apapun kecuali menunjukkan ke dunia bahwa anda sanggup membuang uang sebesar itu karena, yah, 'I'm Rich'. 

Kalau memang masih mau memaksakan 'makan brand' dan ikut trend jadi orang kaya ala negara maju, jangan setengah-setengah. Ada banyak hal yang bisa dilakukan di Indonesia dengan tetap bergaya "Gue orang kaya lho". Makan bayam misalnya. Bayam seikat disini harganya $1.29 lho. Yang organik lebih mahal lagi. Seporsi salad biasa sekitar $4-$5, jadi makanlah gado-gado anda sebanyak-banyaknya. Tahu harganya bisa lebih mahal dari daging, apalagi tempe yang lebih susah dicari. Jalan-jalan ke Bali dan menginap di hotel yang harganya sejutaan? Monggo lho! Di Los Angeles sini hotel esek-esek saja tarifnya $70 semalam, dan ini yang hotel reyot isinya wanita malam semua ya. Tiap hari ke dokter juga anda harus bangga. Dokter umum di Amerika bisa mencharge $100 kalau tanpa asuransi (yang berarti 1.5x UMR/hari), dan itu juga harus pakai appointment yang telpon sekarang baru dapat giliran dua minggu lagi. Di Indonesia dokter umum startnya Rp 35,000 - Rp 50,000 (sekitar setengah UMR/hari) dan sudah dapat obat generik lagi. Jadi kalau anda bisa dengan entengnya ke dokter umum di Indonesia berbanggalah, karena anda sudah terhitung berada di Amerika sini.

Dunia ini penuh dengan orang yang ignorant, yang nggak tahu (dan nggak mau tahu) dunia diluar tempurungnya. Banyak orang Amerika sini yang saat tahu saya dari Indonesia langsung menganggap saya 'terbelakang', dan syok saat saya bisa nimbrung berbicara Bahasa Inggris dengan lancar. Seorang famili si Akang dengan polosnya berpikir kalau Indonesia dan India itu sama. Baca-baca di Internet, ada yang komentar wajar kalau banyak perempuan dari negara dunia ketiga mau nikah sama orang Amerika karena bahkan hidup pakai welfare/bantuan pemerintah yang minim disini lebih enak daripada hidup di negara asalnya. Nyesek kan dengarnya? Tapi apa bedanya dengan kita? Reaksi kebanyakan orang saat saya bilang saya tinggal di Amerika adalah "Aduh enak ya bisa ke Amerika". Apa enaknya coba? Semua-mua diatur, saya harus berparno ria dengan segala kelengkapan identitas saya agar tidak dideportasi, bahkan sampai imunisasi pun harus lengkap. Disini memang lebih teratur, namun itu juga berarti lebih banyak aturan dan kekangan. Makanan instan semua, karena makanan yang dimasak dari awal/home made cooking itu mahal harganya. Belum lagi biaya kesehatan yang tidak terjangkau. Tapi kan kebanyakan orang tidak tahu soal ini, yang mereka tahu orang yang diluar negeri saat pulang ke Indonesia bisa foya-foya, padahal justru menurut orang luar negeri gaya hidup Indonesia yang santai dan menu Indonesia yang sehat dan super terjangkau itu luar biasa. Bisa dibilang kita sama ignorantnya dengan rekan-rekan kita di negara (yang konon) maju.

Orang dimana-mana ya sama. Bahasanya boleh beda, kemancungan hidung dan warna kulit boleh beda, gaya hidup boleh beda, tapi soal ignorant/pikiran sempit dan segala kejelekan manusia lainnya mah sama. Stupidity transcend races. Bego itu nggak ada batasan ras nya. Balik lagi ke komen antara Kucing Persia dan Kucing Kampung, definisi 'kampungan' itu sebenarnya luas sekali, dan perilaku yang 'kampungan' untuk sebagian orang mungkin biasa saja untuk orang lain. Ibu saya pernah bertanya, apa tidak apa-apa saya membawa masuk beliau dan keponakan-keponakan saya ke gerai eskrim punya bule di Seminyak karena mereka tampak lusuh. Saya ingin menangis rasanya, karena sama sekali nggak ada yang 'kampungan' dari ketegaran dan kecerdasan ibu saya dalam mengarungi hidup. Saya bangga terhadap ibu saya.

Sudah saatnya kita berhenti melabeli orang dengan 'kampungan' atau label lain yang mendiskreditkan seseorang, atau membabi-buta menyukai sesuatu dari luar negeri karena dianggap unggul (walau sebenarnya tidak). Sudah saatnya kita, di jaman internet ini, mau berusaha sedikit menggali informasi dan berusaha melihat segala sesuatu dengan obyektif. Sudah saatnya kita, orang Indonesia, berhenti berpikir kalau Indonesia itu tidak keren atau kalah keren dengan negara lain. Sudah saatnya kalau kita menyadari perilaku kurang terpuji apapun bukanlah dikarenakan 'label' orang tersebut (agama, ras, kewarganegaraan, etc), tapi karena pribadinya saja yang kurang terpuji. Sudah saatnya kita membuka mata dan membuka hati, dan melihat manusia lain sebagaimana adanya.

14 comments:

  1. Setuju mbak. Saya baca beberapa cerita di blog mbak dan saya setuju dengan pemikiran mbak Ary. Saya juga suka sebel kalau ada orang yang suka meremehkan bangsa sendiri dan menganggap negara-negara lain itu lebih bagus. Memang ada sih hal-hal yang lebih bagus, tapi ada juga hal-hal yang lebih jelek. Label "negara maju" dan negara "berkembang" pun mungkin mereka (negara2 Barat) yang buat, jadi standarnya ya yang mereka buat sendiri. Kalau Indonesia mau buat standar sendiri mengenai negara yang disebut "maju" ya bisa aja Indonesia jadi negara maju dan negara2 Barat itu menjadi negara berkembang, hehehehe.

    ReplyDelete
  2. Tulisan yang membuka mata. Terima kasih, mbak. Izinkan saya membagi tulisan ini melalui akun jejaring sosial milik saya. Salam kenal..!

    Tatzu- Jakarta

    ReplyDelete
  3. fenomena xenosentrism alias menganggap yg datang dari luar negeri itu keren, wow, dan prestise

    btw, saya pernah liat katalog IKEA dan memang harganya muahal; dengan sedikit putar otak, menurut saya, kita bisa menghasilkan barang DIY dari bahan bekas, rakit-rakit-rakit, jadi deh (ini bukan bermaksud mendiskreditkan lho)

    maksud saya, ketika mental itu masih melekat, kadang tanpa sadar kita membatasi diri dengan tembok tinggi bernama "gengsi" :D

    ReplyDelete
  4. Tulisan yg menarik. Izin share. Terima kasih

    ReplyDelete
  5. terserah pribadi masing2 aja kali mba..gausah menyudutkan pikiran orang lain dgn membuat blog seperti ini..di ikea sendiri juga banyak produk yang dibuat di indonesia..anda yang harusnya buka mata dan pikiran..ikea juga sudah memberikan banyak lapangan pekerjaan..bukan seperti anda kerjaannya cuma nulis makan tidur..

    ReplyDelete
  6. Hmm..
    ini blog gak mutu banget..
    kalau memang mau membanggakan Indonesia gak perlu kali mengkaitkan Perusahaan lain, cukup tulis yang bisa membanggakan Produk Indonesia aja

    cuma mau mengkoreksi sedikit..
    Apakah saat Mbak jihan membeli Tempe di daerah pembuat Tempe, harga nya sama dengan di Tukang sayur atau pun Pasar. . .???
    Pasti beda kan..? Itu contoh kasus kecil, yang gampang di cerna..
    So Produk luar masuk ke Indonesia pasti kena Pajak dll, So Price disana dengan di Indonesia pasti Berbeda..
    Weleh weleh, anak SD aja NGERTI...!!!!

    Jadi untuk pembaca yang baik, klw baca blog itu harus di Cerna jangan Main setuju aje. . .
    Di Bego begoin ko mau aja...

    ReplyDelete
  7. Tp memang bener budaya orang Indonesia yg suka "makan brand" dan harganya selangit. Pdahal klo mau lebih 'open mind' dan tidak karena gengsi, bisa pilih beli produk lain yang lebih bagus dan terjangkau.

    ReplyDelete
  8. yes agree sama mbak Ary. Kita orang Indonesia sering menjelek-jelekan product dalam negeri termasuk furniture dan sofanya. Padahal kita sering menerima complainan sofa, kursi kantor dan product lainnya yg merk luar ( Beli di mal2 Indonesia jg sih). Mereka bilang mau service furniture mereka lalu kita bongkar ternyata banyak yang kualitasnya kurang bagus dan dibawah kualitas product Indonesia.
    Mereka perlu membuat harga tinggi karena pajak barang masuk tinggi dan orang Indonesia juga lebih "memandang" product luar negri lebih baik.

    ReplyDelete
  9. Ga setuju dgn Blog ini, harga IKEA segitu mungkin murah banget buat mereka yg senang dgn merk tsb, daripada harus ke Singapura buat belanja merk itu. Biarkan saja pasar yg berbicara, toh IKEA bisa saja sukses atau tdk sukses... kita lihat saja.. tdk perlu menghakimi yg belanja merk tsb.
    Pom Bensin Petronas di Indonesia akhirnya ditutup, yg beli dikit, mungkin kebanyakan berprinsip sama spt saya, ga mau pakai produk Malaysia. Sya tdk menghakimi yg pake BBM Petronas, cukup saya yg tdk usah beli BBM tsb.
    Saya kalau jalan2 di Indonesia tdk naik AirAsia walaupun mereka pake embel2 "Indonesia" di logo AirAsia, saya juga tdk menghakimi yg naik AirAsia untuk bepergian di Indonesia.
    Saya tdk menghakimi yg beli mobil Proton, atau menghakimi Jokowi yg hadir di pembuatan MoU Hendropriyono dgn Proton buat berencana bikin Mobnas, saya tdk setuju, saya tdk beli Proton, kalau mereka akhirnya bikin mobnas dgn Proton saya juga ga akan beli. Tapi saya tdk menjelek2an yg beli Proton, terserah masing2 saja. Itu murni bisnis kan? yg tdk boleh itu kalau Curang, Korupsi, atau Kriminal... kalau itu saya bersedia menghujatnya. Itupun sebatas omongan krn saya tdk punya kekuatan lain selain suara atau sikap.

    ReplyDelete
  10. Masalahnya mas Danny bukan soal beli IKEA atau nggak, tapi yang merasa 'mampu' membeli IKEA lalu menghakimi orang lain yang ga mampu . Bos saya 15 tahun yang lalu jauh-jauh beli furnitur anaknya ke IKEA Singapura, tapi dia nggak yang 'Oh sori ya, gue sih cuma mau pakai IKEA'. Dia beli karena kebetulan barang IKEA memang cocok dengan selera dan kebutuhan dia. Sementara di artikel saya ini IKEA dikaitkan dengan barang mewah dan jadi justifikasi untuk meledek orang lain 'kampungan'. Gitu lho Mas Danny :D :D :D

    ReplyDelete
  11. Masih ada ya, baso harga lima ribu? :D

    ReplyDelete
  12. Sebagai orang Indonesia seharusnya kita malu beli furniture buatan luar lha wong kita ini negara yang dianggap hasil ekspor furniturnya berkualitas tinggi koq malah bela2in beli ikea buat biar dianggep keren dari luar negeri gitu lha wong konsep ikea di Indonesia udah melenceng dari konsepnya ikea aslinya ( modern furnitur low cost dan low space) malah diindonesia jadi furniture mewah ingat kita ini negara pengekspor dan penghasil furnitur berkualitas tinggi yang di akui dunia lho

    ReplyDelete

Search This Blog