AdSense Page Ads

Friday, June 26, 2015

Pencurian Pencapaian: Beranikah Kita Bersikap?

"The images are copyrighted and should not be posted online. Can you please provide me with the website, etc., where you found the images, so I can forward to my attorney? Thank you!"

Ack... Kok jadi rempong begini??

Jadi ceritanya saya menemukan gambar berlisensi di album Facebook orang lain. Pada tahu kan kalau di Facebook sekarang lagi gencar banget posting album foto? Tujuannya jelas, anda harus ngeshare album tersebut agar bisa anda simpan linknya di Facebook anda, yang mana meningkatkan traffic si empunya album tersebut. Sangat berguna kalau anda kebetulan jualan barang online, mau dapat tambahan penghasilan dari iklan, atau memang cuma haus kasih sayang eh perhatian. Sayangnya kebanyakan foto/gambar tersebut nyolong dari punya orang lain. Walau nggak ada watermark/logo yang punya pun kelihatan kok kalau itu album ngambil dari sumber yang berbeda karena pengambilan gambarnya pun berbeda. Beberapa yang jelas-jelas ada watermarknya pun dengan ceria dicuekin dan tidak ada credit untuk pembuat aslinya sama sekali. Pas saya ketemu gambar yang berlisensi ini saya iseng mengontak empunya, saya pikir dia cuma akan report ke Facebook agar gambar tersebut dicabut, eh ternyata mau bawa-bawa attorney segala. Waduh!!

Pasti anda berpikir, "Lagian iseng banget sih!" dan "Ga kasian sama orang lain!!" Percaya deh, waktu saya mendapat respon bahwa mereka mau pake attorney saya pun langsung menyesali keputusan saya untuk iseng. Paling tidak selama lima menitan lah. Saya pun berusaha 'membetulkan' keputusan saya dengan menginfokan mereka kalau orang ini nggak bermaksud jahat, dan cukup diinfo ke Facebook juga itu gambar bakal dicabut sama Facebook. Saya juga bilang gambar-gambar tersebut mungkin sudah dishare beribu kali jadi kalau memang mau memberantasnya pakai program seperti TinEye dan sekalian ngejar semua yang ngeshare agar tidak cuma orang ini aja yang kena. Hmm... Kalau dipikir-pikir sebenarnya saya memperparah ya. 

Kayaknya munafik banget ya, saya yang masih rajin beli DVD bajakan dan mengunduh buku/program yang gratisan kok malah ngaduin orang lain soal hak cipta. Dulu pas kuliah juga buku kuliah banyak beli fotokopian. Nggak sopan dong sekarang saya ngaduin orang lain kalau saya juga berbuat. Saya merenungkan ini seharian penuh. Kenapa saya merasa tidak apa-apa kalau pakai barang bajakan, tapi saya marah saat orang lain juga membajak? Apa bedanya barang bajakan yang saya pakai dan pembajakan foto/karya di fesbuk? Ini juga bukan sekali dua atau baru-baru ini ya. Dari dulu saya paling benci plagiarisme dan pencolongan karya orang lain, tapi ya itu tadi, beli DVD bajakan dan baca komik online gratisan jalan terus. Bingung kan?

Mungkin yang paling berasa adalah pencurian pencapaian. Setelah (mencoba) menjadi full time writer, saya berasa banget akan susahnya membuat sesuatu. Menulis blog seperti ini saja harus berpikir keras, karena sangat penting menarik pembaca dan membuat mereka menyukai karya saya ini. Nggak cuma ketik-ketik kelar. Sudah begitu masih harus diamankan dari orang-orang yang mungkin klepto dan suka copas seenaknya. Dari sewaktu saya masih kerja di Indonesia pun saya akan berusaha sebisa mungkin mengamankan hasil kerja saya, nggak apa-apa disharing dan dipakai selama saya masih bisa bilang "itu punyaku lho!". Paling tidak hasil karya saya dihargai, nggak tiba-tiba saya yang buat setengah mati lalu ada yang mengaku-ngaku. Itulah yang mendasari kesebelan saya terhadap orang-orang yang main posting gambar yang nyolong dari Internet, karena tanpa kredit/penulisan sumber yang sepantasnya seolah mereka (pembuat album) yang kreatif sekali dan mendapat segala puja-puji (dan iklan etc), sementara si pembuat aslinya hilang entah kemana.

"Tapi kan mencari gambar tersebut juga usaha!" Lah iya, terus apa susahnya sedikit lagi diteruskan usahanya dengan memberi link dimana gambar tersebut didapatkan? Apalagi kalau didapat dari website yang mungkin hitnya juga tidak banyak. Jujur, kalau DVD atau buku kuliah buatan perusahaan besar nurani saya tidak terlalu resah karena biasanya si penulis/pembuat film dan aktor/aktrisnya beserta segala yang terlibat sudah dibayar full. Apalagi di Indonesia yang menonton film dan beli buku itu mahal dan sulit. Kalau disini yang cuma bayar $8 perbulan bisa menonton film di Netflix sampai mampus sih beli DVD bajakan yang $5 dapat 3 itu rasanya rugi. Streaming film HighDef pun cuma $2.99 di Vudu, dan itu udah pasti nggak ada kepala orang yang lewat-lewat dan gambar yang goyang syalala. Buku disini bisa pinjam di perpustakaan, atau beli buku bekas cuma 50 sen ($0.50), jadi namanya mengunduh buku gratisan juga nyaris nggak perlu. Ayo pemerintah Indonesia perbaiki infrastruktur, kasihanilah kami yang ingin maju!! Lho, kok jadi melenceng hohoho...

Tapi baik di Indonesia maupun di Amrik sini, lain cerita kalau soal karya dari penulis/artis yang self-publish atau masih berusaha menjual namanya sendiri. Saya pernah mendapat pekerjaan sebagai penulis blog disini, tapi baru 5 artikel saya sudah keok karena tidak sanggup membuat karya secepat itu. Ceritanya kan saya idealis, pokoknya target pribadi 2 artikel seminggu dan nggak boleh nyontek karya orang lain! Ternyata nggak semudah itu lho mencari ide baru dan menuliskannya. Waktu iseng membaca situs berita/informasi Indonesia, ternyata banyak yang cuma copas dan translate dari artikel sini. Gubrak. Nggak pakai mencantumkan itu sumbernya dari mana pula. Dobel gubrak. Makanya banyak artikel yang menganjurkan makan Celery biar sehat (padahal saya jarang banget lihat celery di supermarket Indonesia, dan itu barang mahal pula), bikin kue pake nutella (siapa sih yang sanggup beli nutella tiap hari di Indonesia, kenapa nggak pake meses aja gitu), dan segenap info 'bermanfaat' lainnya. 'Bermanfaat' tanda kutip, karena mungkin nggak bisa dipakai di Indonesia. Penulis dan pekarya idealis macam saya berusaha membuat karya orisinal untuk menampilkan siapa kami, bikin website pun sekedar ingin berusaha dikenal agar orang mau membeli karya kami; kalau anda seenaknya copas atau mengambil karya kami tanpa ijin (dan mengaku karya anda), kasihan kami dong.

Sebenarnya mau penulis/pekarya pemula atau yang sudah ternama, pencurian seperti ini tidak bisa dibenarkan. Saya bilang pencurian karena memang ini pencurian ya, anda tidak bisa menjustifikasi/membenarkan hal ini dengan hanya "Cuma gambar/artikel, apa sih masalahnya?". Waktu anda memfotokopi buku kuliah atau membeli DVD bajakan (yang tetap salah, btw), si penjual tidak bilang bahwa mereka yang membuat buku/film/program komputer tersebut; hak cipta dan pencapaiannya tetap milik si pembuat karya. Waktu anda copy paste artikel/gambar dan menggunakannya untuk kepentingan anda sendiri tanpa memberi kredit yang sepantasnya, anda menghilangkan pencapaian si pembuat karya dan merampas hak cipta mereka. Cuma menulis "dari berbagai sumber" itu tidak membantu lho. Siapa pembuat aslinya tetap tidak diketahui. Bahkan di Amerika sini pun yang bisa menuntut dengan riang gembira, tidak selalu mudah menuntut hak cipta anda. Walau 'attorney'/pengacara itu terdengar horor, tapi kemungkinan mereka bisa menuntut orang ini (yang dari negara lain juga) dan sukses mendapatkan bayaran dari orang ini sangat kecil.

Mungkin hal ini terlihat sepele, tapi pencurian pencapaian ini menunjukkan siapa anda. Apalagi saat anda tahu tidak ada konsekuensi yang berarti, jadi tindakan yang anda lakukan murni keputusan anda sendiri. Kalau anda tetap mencuri karya orang, itu menandakan anda tidak mampu menghargai orang lain. Anda-anda yang main like dan share walaupun ada watermark/logo yang jelas-jelas menunjukkan itu milik orang lain juga terlihat ceroboh dan (lagi-lagi) tidak mau repot-repot menghargai hasil karya orang lain. Ironisnya banyak yang dengan sopannya komen "Ijin share ya..." padahal itu album foto isinya kompilasi dari berbagai sumber, yang mana tidak ada link ke sumber aslinya. Jreng jreng.

Karena saya sendiri pekarya dan punya banyak teman yang juga pekarya saya sangat tahu nilai sebuah karya. Mau masterpiece atau produk gagal, membuat suatu karya orisinal yang mencerminkan siapa kita itu susah sekali lho. Coba saja anda lihat, film (Hollywood) sekarang hampir semuanya sequel atau franchise atau adaptasi buku/serial TV, cuma sedikit yang benar-benar karya asli. Kalau anda masih menganggap saya mengada-ngada dan lebay, coba bayangkan kalau anda pergi arisan membawa kue senampan, lalu si empunya arisan mengaku kue itu dia yang buat. Atau saat anda kongkow bersama geng anda dan teman baik anda bilang bahwa modifikasi mobil barunya yang keren itu murni ide dan karyanya, padahal anda yang membantu membuatnya dan sampai disemprot yayang karena keasikan memodif sampai lupa jadwal kencan. Sakit dan ngeselin nggak sih? 

Iya, iya. Pasti banyak diantara anda yang sabar dan rela saja diambil hak dan pencapaiannya. Tapi bukan berarti orang lain harus ikutan pasrah seperti anda dong? Mungkin anda berpikir kalau melaporkan ke Facebook atau mengingatkan si pembuat album via komentar itu "ikut campur" dan "kurang pantas", apalagi kalau kebetulan album foto (colongan) tersebut membantu anda. Itu pilihan anda, tapi itu ibaratnya seperti anda melihat orang dirampok di depan warung makan anda, lalu mengamini karena toh uang rampokannya dipakai untuk beli makan di warung anda. Kita tidak bisa hanya berdoa dan berserah pada Tuhan untuk dunia yang lebih baik, kita juga harus berani bersikap dan berusaha sebisa mungkin. Salah satunya ya dengan membantu mempertahankan hak orang lain. Empati dan Simpati itu tidak harus cuma untuk kasus ekstrim yang mencucurkan air mata, empati dan simpati itu juga bisa timbul dari hal kecil, sekecil mengingatkan orang lain untuk tidak mencuri hak orang lain, seberapapun kecilnya. Jadi, siap mengambil sikap?

Dear Little Turtle

I hate you. Or, at least I did. 

I still remember the first time I met you: so petite and dainty like a fresh spring rose, with a smile so sweet it almost give me diabetes. In my mind you are toxic, dangerous, loathsome. Yet people surrounded you with adoration, and the combination between their awe and your aura of beauty hurt me and burned me like the sunlight turned the vampire into ashes. Looking at you from a distance hurt me. Being with you in the same room hurt me. Your existence in this world hurt me. I envied you, can't you tell? I can be as witty and as gaily as possible, yet the eyes will still be on you. I was the kind of people that others will easily stepped on just to be a tad bit closer to people like you. As if your glamour would spread. Diarrhea spread, glamour not so much.

Then we're somehow stuck together. I still hated you that time. A tiny part of me was still insecure, but I have grown to love myself too. I had someone who love me. I had a good job. I was invincible in my own way. And most of all, I know for a fact my boyfriend couldn't care less on how you look. Which is a big plus. I was still uncomfortable with you, and still loathed the fact that you probably sailed through life thanks to your looks alone while I have to strive and pull myself out from the bottom of the abyss just to where I was at that point. Which is not entirely true. I have had many helps too along the way. But still, I was not as good looking as you are. So we're stuck together. Big deal. I care only about getting out of there ASAP, and I really don't care about your existence.

Then we talk about work. You said you wish you could get a job like mine, I told you how to apply. Me and my big mouth. There is a good, a really good chance that you could end up taking my position. You, after all, got all the necessary requirement for most Indonesian job: soft spoken, cute, a total darling. Yet I still told you how to apply, because, you know, I'm careless like that. When it worked out, I thought I gained a colleague. Which is really cool, because then I can use you as my sub when I can't go to work, and I can get more hours as your sub when you can't go to work. I maybe honest but I am not dumb. Everything has its worth. We didn't stay colleague for long though. Somewhere along the way, with the speed that match a viral disease (or it seemed like it), we ended up being closer and closer to each other. The next thing I know, we were friends.

Even then, sometimes I didn't know if I was really your friends or if you were just using me, as a diva would use her entourage. I have people shamelessly called themselves your best of best friends, and even as I teased you about it I can't help thinking, "What if it's true? What if they are really her BFF and I am nothing but a bystander?". But at that point, I like you so much that I really don't care. It was too much fun to be with you. You exasperated me every time you got sad and just hide in your little house like a good little turtle. I would knock on your house and wave a little cucumber (read: invitation to have a good time) and hope you will take the bait and let me have fun with you, because I really do enjoy your company. We laughed together, eat together, cry together. Description ceased to exist, what we are to each other is unimportant, all I know is that I had fun when I was with you.

When I have to move out, it seemed that our friendship would not last. Our conversation got shorter and shorter and, combined with your tendency to retreat to your 'house' when the world is too much for you, at times I thought that was the end. You didn't care. I started to forget. Of course, none of it was true. A good friendship is the one that will stay forever and you will never forget the how-to, just like riding a bike. Ours was equivalent with a super-solar-powered-with-extra-booster-back-to-the-future-bicycle. Pretty rad and much amazing. You were the one I called when I broke up with my boyfriend. I was the one you told when you got married. I dished out how I was going to meet this man out of nowhere from a dating site, and you enthusiastically cheered me up because you know I can, all while chowing down a big plate of Tuna Satay. Some things never changed.

And here we are. Both married, both with kid(s). And I still envy you at times. I even wanted your kid marrying someone from my side of the family, just to have your good look in the family. I know, I love you so much. The only reason why I keep doing what I have to do, braving myself and trying to be good and successful is just because I don't want to fail you. I think highly of you, and you might not know this. You stick to your gun, take the risk, defied all odds just to have your dream. Just to have what you wanted. And that is awesome. You might do it because you felt you don't have any other choice, but you still did it and sticking to it. And that is still awesome. I don't think I've ever done something that brave or that gutsy. Well, I could get crazy at times, but it is different. I don't really fear anything, so whatever crazy things that I did are not me being brave, it's just me being crazy (and reckless). And this is why I adore you so much. You got beaten in life, and you cry and you pout and you're sad, but you still got up and live your life. That's called endurance. That's called gutsy. That's called taking the life by its balls. No, for real.

Living in US taught me a lot of things. Being so far from my friends and family allowed me to see more things objectively. Most importantly, I learned that a$$holes are not race-related or geographically-bounded. The translation is: A$$holes are everywhere. The realization came to me almost like the Sixth Sense scene where the kid whispered: "I can see a$$holes..." Oops. I mean, "I can see dead people." Living in US helped me prove my theory: people are people. There are nice people, there are kind people, there are assholes and narrow minded people that would go hell-bent on trying to make you live the life that they think is correct. And knowing that they're a$$holes still doesn't help. It still hurts when you are subjected to such a$$holery, or to see someone subjected to it. Ideal world would be a place where people actually care on what other feels, regardless of their race/religion/whatever worldly attribute they choose to identify with themselves. For instance, I do not think I should adhere to "How To Properly Eat Sushi Without Insulting The Japanese" which includes the proportion on Wasabi vs soy sauce that I can use in my sushi and the angle on dipping the said sushi plus how long I should dip it for. At least not when I only ate $3 supermarket sushi that I bought on sale. My motto is: live your life the way you wanted to, but leave mine alone.

[To be fair, that motto is kinda f*cked up since I've been trying to make people good about themselves and be more sympathetic and caring to other people A.K.A changing people's life, all to achieve my own goal for peace on earth and the day where I don't have to say "What dafuq is this sh*t??!". Each to it's own I guess.]

Of course, knowing what's happening is not the same as managing your feeling. And so, little turtle, you have all the right to be grumpy, to be sad, to cry, to be mad. People can be evil, and there's no change in that. You would think you know someone, just to have that person turn into beast in front of your eyes, or in your computer/phone screen. You get the gist. When that happens, don't look into them. Look into you. You are kind, you are sweet, you are full of love. You are brave, you are strong, you are precious. You reached out to me and keep me close unconditionally, and that alone shows how special you are. Whenever the world seemed to be against you, read this letter again and have faith in yourself. Look around you and think, think hard, will you change any aspect of yourself just to accommodate what people say? And then look deeper and remember yourself as I see you: my darling little turtle, so brave and so gutsy. I would call you an armadillo, but a turtle seemed cuter. So there. 

We live, we learn. Unfortunately some people doesn't. You can't change a person's heart, nobody can, not even themselves unless they have a strong reason to (and a great self control to boost). But you, you're something else. Everybody is something else, to be exact; but we're not talking about everybody else, we're talking about you. You love, is special. Don't let anyone else talked you out of it. Don't let anyone else convinced you otherwise. Don't let anyone else made you feel shitty. And if they do, kick 'em in the balls. I love you, my little turtle. Now go and kick some balls.

Thursday, June 18, 2015

Konon Katanya.... (A.K.A Iseng Menepis Mitos Tentang Amerika)

Hari ini mari berpikir yang agak ringan saja. Konon katanya, tinggal di Amerika itu enak. Konon katanya ya hohoho. Kalau dipikir-pikir, kita hidup sering sekali mendengar "Konon katanya". Masalah benar atau tidak mah urusan belakangan. Jaman dulu kita sih percaya-percaya saja kalau kita dengar "konon katanya", sebab tidak ada cara untuk memklarifikasi. Tapi jaman sekarang yang bisa konsultasi dengan mbah Google tetap saja cepat percaya "konon katanya", tapi kalau yang ini karena malas saja. Ayo ngaku hehehehe. Berikut "konon katanya" yang sering saya dengar tentang Amerika. Jangan kaget ya kalau tahu aslinya...

Konon Katanya.... Kalau tinggal di Amerika duitnya banyak

Hmmpf, asal tahu saja harga sewa disini sama mencekiknya seperti di Indonesia. Belum lagi wajib punya asuransi kesehatan (yang muahal) dan asuransi berkendara. Lihat saja contoh diatas. FYI, 411 square feet itu kurang lebih cuma sekitar 38 meter persegi atau kurang lebih 6x6 m, seukuran kamar kos-kosan gitu deh atau paling nggak sebesar kamar hotel yang super mungil. Kejualnya $465,000 atau sekitar Rp 6.2 milyar rupiah, walau didaerah yang kurang baik. Atau mungkin justru 'cuma' kejual segitu karena di daerah kurang baik. 

Sama seperti Jakarta (dan daerah manapun) disini harga sewa/beli properti sangat tergantung daerahnya. Di apartemen kami yang sangat tidak elit dan didaerah yang terkenal 'seram', untuk apartemen yang ukurannya sedikit lebih besar dari ukuran apartemen diatas harga sewanya sekitar $775 perbulan. Jalan cuma sekitar 5-10 menitan ke kompleks apartemen lain yang lebih dekat downtown (dan ceritanya agak elit) ukuran sama dibanderol $1700 perbulan. Sakit bo'. Sebagai perbandingan, $1125 cuma cukup untuk sewa apartemen yang tidak terlalu elit (500 square feet/46.5 meter persegi) di kawasan Orange County yang terkenal muahal, dan $1500 sudah bisa menyewa rumah luas dengan 4 kamar tidur dan 2 garasi dikawasan Arizona. Tapi penghasilan di Arizona jelas lebih kecil dari penghasilan di kota besar macam LA dan daerah Orange County. Sama lah seperti di Indonesia.

Konon Katanya... Kan sanggup tinggal di LA, sanggup dong hura-hura tiap malam. 

Jelas bisa, tapi cuma sanggup ngelakuin itu maksimal 3-4 hari, terus nggak bisa makan/beli bensin sampai akhir bulan. Hidup juga mesti pake budget disini hahaha. Tapi bukan berarti nggak ada jalan keluar ya. Foto diatas diambil dari stasiun dekat apartemen saya. Lihat kan payung warna-warni yang mirip payung tukang es/rujak di Indonesia? Yup, mereka itu juga jualan makanan dipinggir jalan. Lalu kalau weekend/akhir minggu itu sepanjang trotoar isinya penuh orang jualan: jualan makanan/minuman, baju, celana jeans, barang bekas, obat-obatan/parfum, segala macam deh. Persis seperti di Tanah Abang/pasar kaget, bedanya bahasa yang dipakai bahasa Spanyol. Makanya saya senang main disini, berasa pulang ke rumah hihihi. Karena tidak berijin, barang-barang yang dijual harganya murah. Tapi kebersihan tidak dijamin ya, atau kalau beli barang juga sangat mungkin itu barang colongan. Berhubung sudah 'terlatih' di Jakarta, saya sih oke-oke saja beli makan disini. Sebagai perbandingan, $4 disini bisa dapat nasi+kacang+iga babi/ayam bakar+tortilla, yang cukup buat sharing berdua. Sadis nggak tuh.

Kalau mau elit pun ada caranya. Di LA sini banyak tempat yang terlihat elit, tapi masuknya gratisan. Grand Park di LA misalnya, atau seperti saya yang nongkrong di atap Mal bersama suami. Beli makan di foodcourt mall atau supermarket biar murah, lalu duduk saja disitu bercengkerama menikmati lampu kota. Enaknya orang sini tidak reseh. Kalau terlihat 'bersih' biasanya nggak diusir-usir sama satpamnya. Terlihat homeless/gembel pun selama dilihat nggak mengganggu ketentraman orang lain mereka nggak berhak mengusir sembarangan. Nggak kayak di Indonesia yang satpam di mal elit lebih sadis ngejudgenya daripada ibu mertua. Mau berdandan rapi pun nggak harus berduit. Belanja online disini diskon bisa 40%, ongkir gratis, nge-return pun kalau tidak cocok gampang. Pas lagi semi annual sale di H&M kaos cuma $3, rok cuma $7, dress dan blazer cuma $10. Saya juga bisa beli kemeja dan rok kerja di GAP dan Old Navy (anak perusahaan GAP) cuma sekitar $10an. Padahal dulu mah takut banget belanja baju kerja di Indonesia, harganya bikin sakit! Padahal orang-orang ini juga mengimpor barangnya dari Indonesia, nggak masuk akal banget kalau kita nggak bisa bikin yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Ayo UKM Indonesia, semangatttt!!!

Konon Katanya... Umat Islam itu ditekan dan dizolimi di Amerika!! 

Kemarin ada yang nanya ke saya, "Mbak, aku kan Islam. Nanti dipersusah nggak cari kerja disana?". Buat saya ini salah kaprahnya orang Indonesia pada umumnya ya. Islam itu nggak cuma yang dari Timur Tengah atau Indonesia/Melayu lho. Disini ada Islam yang dari India dan sekitarnya, yang dari Afrika, macam-macam deh. Teman suami saya yang berkulit hitam ternyata seorang Muslimah dan sibuk nanya-nanya ke saya soal tren jilbab modern di Indonesia yang dirasanya menarik (ayo UKM Indonesia bergerakkk!!). Saya sampai kaget, karena dia tinggal di Detroit yang terkenal kotanya kaum kulit hitam. Dan karena dilarang nanya-nanya soal agama dan kepercayaan disini saat mencari pegawai, nggak ada yang tahu agama anda apa kecuali anda mengenakan atribut agama. Sama teman juga nggak sopan lho nanya agama dan kepercayaannya apa. Agama anda urusan anda, titik. Tapi biar begitu kalau anda merasa didiskriminasi anda tetap bisa menuntut lho, dan bisa menang. Teman saya yang berjilbab bisa kerja di perusahaan bergengsi dengan gaji yang tinggi walau baru disini setahun. Tidak ada limitnya deh kalau anda mengerti aturan mainnya.

Yang suka mereka sensi-in disini dan sampai bentrok masuk berita itu biasanya terhadap umat Islam keturunan Timur Tengah. Maklum, disamakan dengan grupnya ISIS dkk. Walau begitu, saya melihatnya lebih ke arah konflik pendatang dan bukan karena benci terhadap Islam (atau istilah trendingnya di Indonesia: Kristenisasi). Situasinya hampir sama dengan orang Indonesia yang kayaknya sebal dan anti sekali dengan keturunan Cina. Konon Cina itu rakus lah, eksklusif nggak jelas lah, main kasar lah. Ya begitu juga pandangan orang sini ke umat Muslim [keturunan Timur Tengah]. Sialnya mereka dodol dan pernah ada kejadian penyerangan di kuil Sikh karena disangka itu masjid. Jreng jreng. Jangan salah lho, biasanya yang sampai masuk berita dan bentrok berkepanjangan itu adalah Muslim yang lama tinggal/lahir di Amrik karena mereka terbawa sifat "gue Gue GUE!!"-nya orang Amerika yang selalu ribut menuntut hak mereka. Karena ini bukan Indonesia, jelas akan ada keterbatasan-keterbatasan, misalnya saja tidak ada waktu Sholat. Ini lagi-lagi bukan karena anti-Islam ya, tapi demi produktivitas. Suami saya makan siang saja diatur kok: harus 1 jam, tidak dibayar dan tidak didepan komputer. Kalau diberikan waktu tambahan sekian menit untuk sholat pegawai yang lain bisa sirik dan merasa tidak adil dong. Patokannya seperti umat Hindu Bali yang bisa mendapat libur 3 hari saat hari raya Galungan di Bali, tapi kalau kerja di luar Bali ya gigit jari.

Konon Katanya... Biar gimana, namanya hidup di luar negeri pasti lebih enak dan lebih terjamin dari hidup di Indonesia. 

Ini salah satu "Konon Katanya" yang paling saya sukai, dan tiap kali ada yang main ke LA pasti kami ajak ke Skidrow. Ekspresi mereka saat melihat kenyataan yang sebenarnya itu priceless banget deh. Kayaknya saya kejam banget ya, tapi gimana lagi, ini contoh nyata bahwa negara maju pun tetap punya daerah gembel nan kumuh. Saya selalu gerah tiap kali mendengar/ membaca komentar yang bilang, "Nggak kayak di Indonesia, mereka semua kan terpelajar dan tahu untuk tidak membuang sampah sembarangan!" Nggak juga kali, yang terpelajar pun disini masih hobi coba-coba melanggar aturan demi kepentingan mereka sendiri. 

Kalau di Indonesia pakainya gerobak untuk bawa barang mereka kemana-mana, disini mereka pakai kereta dorong supermarket. Kalau di Indonesia mereka memulung, disini juga tapi cuma buat tambahan saja, karena mereka biasanya dapat bantuan makanan dari yayasan kemanusiaan (baca: keagamaan). Mereka mengemis juga, tapi nggak pakai anak kecil seperti di Indonesia karena hukum perlindungan anak disini sangat ketat. Mengemis juga cuma nanya, "Do you have a change?" atau terjemahannya "Punya uang kecil nggak?". Biasanya kalau kita bilang nggak pun mereka cuma akan bilang, "Ok. God Bless You." Yang ngamen pun ada kok, bahkan ada satu jalan di Santa Monica isinya tukang ngamen semua. Seru deh, soalnya yang kebanyakan yang ngamen disini benar-benar usaha, jadi memang terhibur melihatnya. Seperti biasa, banyak juga dari mereka yang memang kasar dan angka kriminalitas disini pun tinggi jadi memang harus selalu waspada. Sama toh dengan di Indonesia?

Konon Katanya... Orang sana kan pintar-pintar nggak kayak di Indonesia yang kampung dan katro! 

Ini juga salah persepsi ya. Orang mah dimana-mana sama. Ada kok yang kampungan dan katro disini, banyak juga yang bikin gemas saking dodolnya. Tapi satu hal yang pasti, disini fasilitasnya memang jauh lebih menunjang. Perpustakaan ada dimana-mana, dan tiap perpustakaan memang diarahkan untuk berusaha mengakomodir orang-orang disekitarnya semaksimal mungkin. Sampai saat ini saya belum pernah ketemu perpustakaan yang fasilitasnya amat-sangat tidak memadai. Perpustakaan disini pakai AC, wifi gratis, ada acara baca buku bersama untuk yang kecil atau buat prakarya dan latihan bahasa untuk remaja, sampai bantuan latihan komputer/mencari kerja pun ada. Pokoknya memberdayakan warga sekitarnya sebisa mungkin deh.

Tapi masalah ada bendanya dan dipakai atau nggak kan beda cerita huhuhu. Walau perpustakaan banyak dan lengkap isinya, tidak semua orang lantas berbondong-bondong ke perpustakaan. Sama seperti di Indonesia, banyak yang lebih senang cukup nonton Reality show (baca: sinetron) dan fesbuk/medsosan. Apalagi disini (menurut saya) tuntutan terhadap anak yang harus juara dan sebagainya tidak seberat di Indonesia. Jadilah mereka tetap suka-suka saja. Sebaliknya, saya yang tinggal disini jadi kalap. Bagaimana tidak, semua buku diatas plus 2 buku lagi saya dapat cuma $5. 14 buku cuma $5 lho, dan ini termasuk edisi hardcover dua ensiklopedi dan 3 buku cerita. Sementara di Indonesia satu komik bisa sampai $2an, dan jangan tanya harga novel. Disini novel bekas yang dibeli di perpustakaan cuma 50 sen/Rp 6 ribuan, di Bali yang novel Inggris tinggal mungut sisa turis aja harganya minimal Rp 35ribu. Kalau ada yang sangat saya siriki dan sangat saya inginkan terwujud di Indonesia ya kemudahan mendapat buku ini, karena orang yang membaca adalah orang yang berpikir.

Konon Katanya..... Makanannya keju semua, bikin gemuk dan nggak sehat plus nggak halal!! 

Kalau yang ini ada benarnya juga sih sebenarnya hahaha. Tapi untungnya karena saya tinggal di Los Angeles yang banyak imigrannya, nyari makan nggak segitu susahnya. Apalagi karena makanan Amerika Latin itu hampir sama dengan makanan Indonesia. Benar lho, nggak bohong. Itu yang pojok kiri atas menu makanan Guatemala: Ayam goreng (mirip ayam goreng kunyit/kuning di Indonesia), tumis sawi pedas (tapi karena disini nggak ada sawi maka pakenya Kale), semur/gule iga, dan tortilla. Sadisss... Di kanan atas itu buah potong ala Meksiko, disini nggak pake cabe garam tapi, cuma disiram air jeruk nipis dan bubuk cabe yang super pedas. Nyammm... Pojok kanan bawah itu menu lengkap dari Colombia: nasi, telur ceplok, pisang goreng, sosis (sejenis Urutan Bali) sayur kacang, kerupuk kulit babi (dekatnya sayur kacang), alpukat, keripik singkong (dekatnya alpukat), dan daging bakar. Ini kita makan berdua kok hohoho. Dan jelas, yang pinggir kiri bawah itu Starbucks yang tetap nggak kebeli biar di Amerika juga huahahaha. Itu belinya pas diskon Frappucino 50% dan pake gift card hadiah natal dari perusahaan suami saya pula. Kalau nggak mah nggak rela ngeluarin $5 lebih cuma buat minuman....

Untuk sehari-harinya, masak sendiri sebenarnya lebih mudah, apalagi kalau memang harus yang halal. Kalau kebetulan tinggal di kota besar/banyak imigran timur tengahnya, mencari toko yang menjual daging halal pun masih memungkinkan. Paling sial tinggal cari produk Kosher di supermarket. Produk Kosher ini sebenarnya untuk para Yahudi (jreng-jreng-jreng!!!), tapi definisi Kosher ini menurut saya sama seperti Halalnya Islam: Tidak mengandung Babi dan hewan potong harus disembelih lehernya hingga darahnya keluar. Mungkin bisa jadi kajian/pertanyaan saat diskusi setelah berbuka puasa? Tapi menu lain yang seperti tuna kalengan dan bahkan sarden seperti sarden ABC juga banyak disini. Kalau masih tidak yakin juga, yang paling aman adalah cari menu vegetarian bila harus beli makan diluar/diundang makan malam. Vegetarian disini terkenal sadis hahaha, jadi peralatan yang dipakai pun khusus untuk menyiapkan menu vegetarian ini/tidak boleh bercampur daging. Pasti halal kan kalau begitu?

Dan yang terakhir...

Hollywoodnya mana?? Mana?? Saya kan mau lihat bintang pelem!!!


Ini Hollywood. Udah lho, emang cuma seginian aja hahaha. TCL (ex Grauman's) Chinese Theatre itu tempat mereka menyelenggarakan Academy Award. Tapi jangan berharap banyak ya, pas acara Academy Award stasiun kereta persis didepan sini (plus jalannya) ditutup, jadi nggak bisa main selonong untuk melihat bintang film. Seperti yang anda lihat, hari biasa itu isinya turis semua kanan kiri hohoho. Bintang film aslinya mah nggak nongkrong disini, mereka biasanya tinggal di daerah eksklusif yang penjagaannya ketat. Studio film juga nggak disini tempatnya. Kalau orang bilang mau main ke Hollywood, ya ini dia tempat mainnya di sepanjang Hollywood Boulevard. Ada walk of famenya dengan nama bintang film/artis terkenal, ada Wax Museum dan musium lainnya, dan percaya atau nggak, ini tempat paling afdol untuk belanja oleh-oleh untuk orang rumah karena harganya terjangkau. Jangan lupa beli patung Oscar imitasi untuk si nyinyir teman kantor, cari yang tulisannya Drama Queen. Pasti berkesan deh.

Semoga tulisan ini bisa mencerahkan hari anda :) . Kalau ada lagi yang ingin anda ketahui/tanyakan kebenarannya silakan komen lho ya. Salam dari Los Angeles!!

Search This Blog