Para pembaca yang follow akun fesbuk dan ige pribadi saya mungkin sudah tahu dua bulan ini saya babak belur. Putus lagi cintaku konon. Ini kenapa saya seolah missing in action/lenyap ditelan bumi.
"Kenapa ga nulis soal ini? Malu ya ketahuan elu aja yang ga becus melihara lelaki?
Nggak lho. Saya tetap menulis soal ini tapi dalam Bahasa Inggris. Buat saya putus cinta dan bangkit kembali secara sehat adalah pelajaran hidup yang terlalu sering dikubur dibawah "Ya udah cari yang baru saja." Namun saat ini masih terlalu menyakitkan dan terlalu riil untuk bercerita dalam Bahasa Ibu.
Tapi pasti banyak orang yang menuduh saya diam karena malu. Sudah pamer kemesraan lalu putus, kasian deh loe. Waktu putus pun terbersit kepanikan: apa kata mantan suami saya kalau tahu??
Ya kalau dia tahu pun kenapa? Bukan urusan dia juga. Bukan urusan siapa-siapa juga. Kalau orang kepo dan menghakimi tanpa tahu duduk alasannya, itu cerminan diri mereka dan bukan cerminan diri saya.
Realistis saja ya. Saya sampai saat ini masih babak belur. Masih tidur memeluk boneka beruang pemberiannya yang bisa bilang "I love you Ary" dengan suaranya. Masih terus menangis karena kangen sekali sama akang ganteng ini.
Saya juga masih harus kembali menata keuangan saya karena hidup sendiri itu mahal cuy. Masih siap-siap kembali bekerja di kantor setelah 14 bulan work from home. Masih beradaptasi dengan hidup sendiri lagi.
Terus saya masih harus mikirin apa kata orang? Duh me first lah. Saya dulu. Apa yang orang pikirkan tentang saya nggak bisa bantu saya bayar apartemen. Nggak bisa juga bikin hubungan saya kembali seperti semula.
Banyak orang yang tidak berani putus hubungan karena memikirkan apa kata khalayak ramai. Banyak juga yang saat putus lebih khawatir 'apa kata orang' dan takut menjadi bahan gosip.
Begini ya. Bill dan Melinda Gates saat cerai langsung jadi bulan-bulanan. Jadi bahan gosip, bahan meme, bahan celaan dan makian. Padahal saat masih menikah nggak ada netizen yang reseh. Terus elu pikir elu bisa gitu lolos dari ghibah masyarakat?
Manusia itu sadis. Kesengsaraan orang lain adalah anugrah karena membuat kita jadi merasa lebih mending. "Idih amit-amit jadi si XYZ. Bagus gue ga begitu". Masalah apa iya kita memang benar lebih 'benar/mending' dari XYZ itu lain cerita. Saat ini XYZ yang lebih 'kasian dah loe' dan itu yang kita pertahankan.
Nggak ada jalan keluar sih. Teman-teman terdekat saya itu juara banget. Nggak ada penghakiman dan sabar banget denger saya curhat/nangis/stress. Tapi akan selalu ada orang yang "Tuh kan dia emang ga bisa keep lelaki" .
Kalau yang begini diambil hati mah cepet tuanya. Kita nggak bisa disukai semua orang. Pasti ada saja yang tidak suka kita dan siap menikmati kabar buruk tentang kita. Atau bahkan tidak kenal tapi tetap menikmati gosip nyinyir untuk entertainment mereka.
Ngapain juga yang begini dipikirin?
Sekali lagi, putus hubungan itu traumatis sekali. Prioritaskan untuk fokus ke penyembuhan diri kita, karena itu saja sudah akan jungkir balik. Percaya deh, orang yang sudah niat untuk berpikir negatif tentang kita akan tetap berpikir negatif walau kita menang Nobel perdamaian.
Sebaliknya, teman yang benar teman akan langsung bergerak membantu kita. Bagi mereka, kesehatan mental dan perbaikan kebahagiaan kita jauh lebih penting daripada ingin tahu detail siapa berbuat apa dan kenapa sampai bubar.
Jangan mempertahankan hubungan yang tak sehat hanya karena 'malu'. Jangan juga sibuk memikirkan apa kata orang dan bukannya fokus healing diri sendiri. Omongan miring tidak akan pernah berhenti kok. Jangan digubris. Toh bukan mereka juga yang membantu kita 'sehat' kembali.
Nilai diri kita tidak bergantung dari omongan orang lain. Nilai diri kita bergantung dari bagaimana kita melihat diri kita sendiri. Jadi berbelas-kasihanlah pada diri kita sendiri. Jangan malah disiksa dengan memusingkan omongan orang.
Love yourself ya para pembaca. Cintai diri anda sendiri. Orang lain yang negatif mah kelaut aja. Bye cyn, sono bergaul dengan terumbu karang becak. Sama2 ga berfaedah kan?
No comments:
Post a Comment