Sore ini saya menemani seorang pembaca curhat soal emotional abuse selama 2.5 jam di telepon. Pacar saya sampai bingung karena saya terdengar begitu berapi-api. Habis bagaimana lagi? Ini topik sensitif bagi saya.
Kita semua pasti pernah dengar frase-frase ini:
"Bagus cuma diomelin, nggak dipukulin".
"Kamu saja kali yang nggak bisa bikin suami tenang"
"Sudah terima saja. Jangan dimasukkan ke hati."
Satu hal yang saya pelajari dari sekian banyak orang yang curhat sama saya adalah: words matter. Kata-kata itu berpengaruh. Kekerasan fisik luka bisa hilang dengan berjalannya waktu, namun kekerasan mental akan membekas.
Seperti cerita pembaca saya yang terus mengulang bahwa suaminya benar, dia barang rusak yang tidak pantas dicintai. Bagai bibit jamur di hasil panen yang sehat, perkataan negatif seperti ini bila tidak segera dienyahkan akan berakar dan mengular ke bagian hasil panen lain hingga yang tersisa hanyalah onggokan hasil panen busuk yang tak layak santap.
Bukanlah sesuatu yang sehat bilamana kita terus dibuat merasa tak berharga, dibuat merasa kita tidak mampu melakukan apa-apa, atau bahkan dibuat merasa kita lebih rendah dari orang lain. Tak perduli seberapa keren kaya maha ok nya seseorang, ia tak berhak merampas nilai diri seseorang.
Saya berharap para pembaca saya mengerti akan hal ini. Mengerti akan betapa berharganya mereka. Mengerti bahwa semua manusia, termasuk mereka, setara. Mengerti bahwa usaha perampasan nilai diri mereka, apalagi oleh pasangan/keluarga/orang terdekat, bukanlah sesuatu yang sehat atau bisa dimaafkan/dicari alasan.
Mari kita mulai dari sini dahulu. Kedepannya kita bisa membahas bagaimana mengembalikan kepercayaan diri kita, dan/atau bagaimana meninggalkan area dimana kita tidak merasa aman.
Anda semua begitu berharga.
Begitu berharga.