AdSense Page Ads

Friday, October 23, 2020

Syur Makmur



Ada orang tak dikenal yang mencoba memeras saya. Bilangnya hacker dan dia masuk ke hape/data pribadi saya yang didapat dari website dewasa. Dia meminta $1400 dalam bentuk bitcoin atau foto+video syurr saya di hape akan disebar.

Ada dua issue dengan ancaman ini:
1) Saya hampir nggak punya foto dan video syurr
2) Yang adapun kalau tersebar saya ga masalah. 

Sama seperti waktu seorang mantan mengancam untuk menyebar foto intim saya, jawaban saya tetap sama: Silakan. I look good in them. Terberkahilah yang kebetulan dapat sebarannya. 

Mungkin saya bisa cuek karena reputasi saya sudah hancur hahaha. Sekian banyak orang sudah tahu nama dan cerita saya, kalau foto syur tersebar ya sudahlah nasib. Kayaknya saya sudah tidak ada baik-baiknya lagi. 

Tapi ada juga faktor bahwa saya mengerti dan menerima bahwa apapun yang saya abadikan lewat kamera dan hape akan selamanya rentan berakhir ditangan orang lain. Apapun yang saya posting akan selamanya ada copynya. Tinggal di screenshot bukan?

Ini berarti saya harus hati-hati saat mengabadikan sesuatu, dan segala yang saya posting harus siap saya pertanggungjawabkan. Masih mending menghadapi Tuhan daripada menghadapi netijen. Tuhan masih punya pengertian dan belas kasih.

Bukan hanya ke publik/sosmed, bahkan ke orang terdekat pun kita harus siap apa yang kita kirim tersebar. Cinta bisa retak dan hape bisa dijebol. Sudah lupakah kita cerita Ariel Noah dan Luna Maya? Itu handcam lho, yang harus ada barang fisiknya. Nah sekarang ini kan tinggal di forward.

Tidak semua lelaki seperti ini, tentunya. Ada mantan yang begitu kita selesai semua foto syur saya langsung dihapus. Ada yang saat kita selesai bikin seri foto seronok semua langsung di lock di folder khusus di komputernya, di enkripsi, dan dijamin nggak ada yang bakal lihat kecuali dia.

Dan ada juga yang sudah 'selesai' sekian tahun masih minta foto mesum dengan alasan semua yang diambil/dikirim saat kami masih bersama adalah miliknya. Mas, kalau mengigau jangan sembari bangun...

Saya jujur nggak perduli stigma masyarakat. Orang-orang yang cepat menuduh "Oh dasar dia memang [perempuan] nggak benar!" bagi saya adalah sampah masyarakat. Kenal nggak, nge judge iya. Siapa elu berasa paling benar sedunia?

Menurut saya lebih penting kita [wanita] belajar berpikir panjang: nyamankah kita bila foto/video ini dilihat orang lain, apalagi yang tidak kita kenal? Bila jawabannya tidak, jangan dilanjutkan.

Pasangan pun tidak berhak meminta foto/video syur dengan ancaman "Kamu tidak benar-benar cinta". Sekali lagi ya, entah berapa banyak orang yang mengingkari janji dihadapan Tuhan (i.e perkawinan). Yang benar cinta justru akan mengerti kekhawatiran kita, bukan menepisnya demi kepuasan sesaat.

Di era digital seperti ini sudah tidak mungkin kita terus berpikir, "Ini tidak akan terjadi sama gue". Tidak logis juga untuk mencoba mencegah generasi muda untuk tidak menyebar foto/video mereka, normal ataupun tidak. 

Bukannya menepis, menghujat, atau tidak mengakui resiko, kita justru harus memahaminya agar kita (dan terutama generasi muda) bisa bijak dalam bertindak. Bukan menyangkal, namun mengerti.

Dan bila terlanjur kejadian foto intim anda tersebar, nggak kenapa lho. Itu tidak menjadikan anda seorang sundal. Yang salah bukan anda mengabadikan diri anda, tapi para sampah masyarakat yang menyebar dan yang menikmati. Sampah-sampah yang perlu didaur ulang karena nggak bisa menghargai sesama manusia di era kemajuan personal seperti sekarang.

Tetap waspada ya para pembaca. Do what you want to do (lakukan apa yang ingin anda lakukan), just be smart about it (tapi tetap cerdas dalam bertindak). Tubuh anda. Hak anda. Suka-suka anda.

Friday, October 9, 2020

Tentangmu



Aku ingin bercerita tentangmu. Aku ingin bercerita pada dunia betapa kamu membuatku bahagia. Betapa bedanya kamu dari yang lainnya. Betapa kamu mengubah hidupku.

Tapi dulu aku pernah bercerita yang sama tentang seseorang yang kupikir istimewa. Sebuah kisah indah yang kandas, menyisakan amarah dan kepahitan. Dan kini aku ingin bercerita tentangmu.

"Jadi perempuan kok goblok," batinku tiap aku ingin menulis. Kok tidak kapok dibodohi lelaki. Bisanya terus berharap bahwa ini akan berbeda. Nduk, tolol juga ada batasnya. Putus asa juga jangan sejeblok ini.

Tapi berapa lama lagi aku harus menunggu? Sampai kapan baru aku boleh yakin? Bahwa kamu memang benar mencintaiku. Bahwa ini memang benar jawaban dari permohonanku padaNya. Bahwa aku pantas mendapat kebahagiaan ini.

Satu setengah tahun dan sekian banyak senyuman. Pelukan dan pemanjaan yang seolah tak terbatas. Kata-kata cinta yang tiada henti. Di saat kita dipenuhi amarah dan rasa frustasi pun kita masih berjuang untuk bersama. Namun aku masih tak berani bercerita tentangmu.

Karena aku hanyalah wanita yang kotor. Aku adalah wanita bodoh yang menyerahkan cintanya pada orang yang tak pantas menerimanya. Dan cinta inilah yang kutawarkan kembali padamu. Bila aku bisa memutarbalik waktu akan kutunggu dirimu. Kamu berhak mendapat yang sempurna tak ternoda.

Tapi aku tahu apa yang akan kamu katakan. Kamu akan menjelaskan bahwa cinta yang kuberikan selalu berharga. Bahwa bukan salahku yang menerima sebelumnya tak mampu menghargainya. Bahwa aku harta karunmu.

Aku tak bisa memutarbalik waktu, ataupun mengubah apa yang terjadi. Aku adalah aku sekarang karena semua yang kualami, begitupula dirimu. Waktu Tuhan selalu yang terbaik menurutNya, dan selalu yang terbaik menurut kita.

Aku ingin terus mencintaimu. Memelukmu erat dan melihat senyumanmu. Aku harus percaya aku berharga bagimu. Aku harus percaya aku berhak dicintai dan berhak bahagia. Aku ingin terus dicintai olehmu.

Dunia seolah berlari menuju akhir. Perang pandemik dan kerusuhan. Sekian banyak amarah buta dan kepedihan bergejolak di dunia. Disaat semua serasa tak pasti genggaman tanganmu adalah jangkar bagi kewarasanku, pelukanmu adalah bunker tempat aku berlindung.

Aku tahu ini tidak adil, dan aku malu karenanya. Disaat semua bagai mimpi buruk aku beruntung bisa memiliki seseorang sepertimu. Aku merasa tidak pantas. Apa yang aku punya dan telah aku berikan padamu dan pada dunia sehingga aku pantas mendapatkan perlindungan ini, kebahagiaan ini?

Tapi bukan aku yang berhak menilai, namun dirimu.  Dan kamu telah tanpa henti mengingatkan aku betapa berharganya diriku. Bukan hanya bagimu, namun bagi orang lain. Bahwa buruknya diriku yang aku percayai dan diperkuat oleh hubunganku sebelumnya tidak mengubah keindahan yang ia dan orang lain lihat.

Aku ingin mempercayainya. Aku ingin bisa bercerita tentangmu dan menebar harapan bagi orang lain. Bahwa mereka pun pantas bahagia. Bahwa mereka pun pantas dicintai. Bahwa cinta, kasih sayang, dan rasa saling menghormati belum pupus dari muka bumi ini. Bahwa ada harapan bahkan ditengah mimpi buruk ini.

Setahap demi setahap, kekasihku. Aku mencintaimu. Terimakasih engkau ada di dunia ini untuk bersamaku.

Sunday, September 27, 2020

The Mask



Taking the train from Union Station and there are people not wearing mask. People from various race. No maskless Karen in sight, though. Why would they? Public transportation is for the poor.

Some people see the mask as a sign of cowardice obedience. Some people see it as a sign of unselfish virtue to keep other people well. Both probably won't come near a disheveled homeless-looking person and either praise or yelled at them for not wearing mask.

But we love maskless Karens. We love seeing them going rabid in a business places, berating employees and other customers. We love seeing their antiques and how they trash the business.

For those who are anti-mask, they are everything we aspire to be but we can never be. We have had enough with this oppression but we cannot risk our job or our social standing in the community. So kudos to them.

For those who are pro-mask, they are everything we crusade for. They give us the self-righteous feeling and the elevated self-respect. We are better than them. We will be the warrior to fight these monsters.

In all honesty, when you confront someone for wearing or not wearing a mask all you do is making people around you uncomfortable. It is also a form of bullying.

I don't think anyone will bother walking to someone who looks mighty prestigious and yell "Wear your mask!!" (Or don't wear). The same as you wouldn't walk to someone who looks like they have no problem knocking you down physically.

You choose someone your own size, probably a bit less to ensure you could win it. Not too small that they have nothing to lose by attacking you back. Obviously not too big or else you will be humiliated. 

Which is kinda crazy. If you really are concerned about the community you would target these maskers (or non maskers) indiscriminately. Big or small, everyone has to wear the mask (or not wear the mask) for the sake of the community. 

Is it we're not stupid enough to fight the fight we can't win? Or is it because we actually did it to stroke our ego and not for the community?

Maskless Karens are global being. Each countries have them. Some are worried about their freedom, some just think they are above others. Some, like the people in Union Station, just don't want to don it or don it half-heartedly only enough to not be yelled at by the station security.

By keep emphasizing one group (i.e. maskless Karens, preferably white), we missed out on the reality of the street. For every one maskless Karen, there's probably hundreds who complied. Why can't we focus on the complying ones? Or if we really insist on focusing on the offenders, make it everyone and not just Karens.

For real. I took public transportation and every other day I will see a bus driver getting yelled at over fare or request to turn down music/not eating on the bus. You really think the service workers only have to deal with Karens?

World is not a 2 minutes video on TikTok or Instagram, curated by advanced algorithm to cater to your need (i.e. whatever you like to watch). Whether you are pro-mask or anti-mask, you will find the real world around you is vastly different. If you care to look.

Search This Blog