Kadang nggak ngerti ma orang Indonesia. Pas kemarin kabut asap kenceng banget mencerca pemerintah (baca: Jokowi). Tapi pas giliran hakimnya mutus bebas teriakannya nggak sekenceng kemarin2.
Waktu kabut asapnya masih ada trending mampus dong pasang profile pic pake filter kabut asap, ato pake masker. Solidaritas ceritanya. Kekinian kekononan. Pas udah lewat ya udah lewat. Ini pengusaha divonis bebas nggak dikejar, nggak ada petisi change.org yang super trending agar hakim dan pengusahanya dijitak. Nggak ada call of action untuk bikin orang-orang yang bertanggung jawab untuk bertanggung jawab. Kan udah lewat, udah nggak kekinian lagi.
Masih bilang pemerintah yang salah? Yang harusnya menghukum hakim dan pak pengusaha? Lah kalian aja pada diam. Pas gojek dihapus langsung dong semua pada bersatu-padu. Padahal yang pake gojek cuma orang di kota besar (Jakarta dan sebangsanya). Nah ini kebakaran hutan yang bikin polusi DUNIA dan mengancam lingkungan hidup lho. Mo nafas pake apa kalo pohon penghasil oksigen nggak ada lagi? Ato kalo kita disetrap PBB karena kerjaannya ngimpor asap melulu? Tapi kabut asap nggak trending lagi. Titik. Jadi biarin aja itu pengusaha lolos. Enak bener ya jadi bangsa pelupa tapi super kekinian.
Saya menolak lupa. Saya menolak lupa kalau saat terjadi aksi teror di Paris yang pasang profile pic bendera Perancis langsung dituding tidak nasionalis. Yang dibilang seharusnya kita lebih care pada "tragedi" kabut asap di Kalimantan daripada aksi teror di Perancis. Umm, mungkin karena aksi teror di Perancis mengakibatkan korban yang tidak sedikit, termasuk umat Islam di seluruh dunia, termasuk orang Indonesia di luar negeri, yang mendapat stigma dan perlakuan buruk sementara kabut asap berulang tiap tahun karena bahkan masyarakat sekitarnya pun tidak menunjukkan greget untuk mencegahnya berulang? Tapi okelah, terserah anda.
Kemana para 'nasionalis' ini sekarang? Yang selangkangan Nikita Mirzani lebih sedap daripada Freeport? Yang heboh bilang mencintai hutan tapi buang sampah sembarangan dan taman bunga dihancurkan demi selfie? Yang menyindir nyinyir bilang menteri perhubungan dikasi jatah gojek makanya peraturan diubah, tapi diam seribu bahasa soal Zon dan Novanto ketemu si keparat Trump yang bikin hidup umat Islam dan imigran (termasuk orang Indonesia) di Amrik jadi luar biasa susah?
Pencitraan. Itulah mereka. Yang lantang berbicara kalau lagi panas-panasnya, yang lagi kekinian. Saya peduli loh. Saya nasionalis loh. Padahal kalo disuruh nunjuk Riau dimana di peta buta mungkin nggak bisa. Yang kritis mengkritisi orang atau pihak yang tidak disukai, tapi kalo yang nggak nyenggol anda alias pren anda, tutup mata deh dengan manisnya. Jonru bikin berapa kali berita salah terus dihapus semua pada mingkem, walau berita fitnah itu disebar sudah entah berapa kali, tidak perduli postingan awalnya sudah terjadi. Tapi sharing posting soal jangan bergosip atau cara mendidik anak untuk jadi anak jujur dan bertakwa jalan terus. Pencitraan banget kan. Saya beriman. Saya bertakwa. Saya nasionalis. Saya membela agama saya. Tapi kalo lagi rame aja ya, kalo nggak rame saya nggak ikutan.
Indonesia itu luas banget lho. 17,000 lebih pulau lho. Tapi seberapa sering daerah pelosok jadi trending topic? Bali yang mungkin jauh lebih dikenal daripada Indonesia di mata dunia aja jarang kesebut. Pas heboh Hypermart Bali melarang berjilbab (ceritanya), langsung semua angkat bicara. Tapi apa ada yang tahu kalo Bali lagi krisis karena rencana reklamasi? Atau tahu kalau pas Nyepi Bali secara efektif tutup pulau? Semua tahu Bali, tapi itu tidak sama dengan peduli Bali. Sama dengan daerah lain di Indonesia. Kecuali Jakarta ya, yang hampir selalu jadi trending topic.
Paling sedap (sarkasme) kalau lihat meme Soeharto yang "Enak jamanku tho?". Yup, karena 'enak' hidup di jaman ala Hunger Games. Jakarta itu Capitol, Soeharto itu Presiden Snow, dan provinsi-provinsi lain adalah distrik-distrik penyuplai Capitol alias Jakarta. Yang lain boleh kelaparan dan bekerja sampai mampus untuk menyuplai Capitol. Anak-anak distrik lain tidak mendapat kesempatan untuk makanan yang cukup, boro-boro pendidikan atau kesempatan layak untuk menghadapi anak-anak Capitol di Hunger Games yang sebenar-benarnya. Kesenjangan antar daerah yang ada sekarangpun ya berkat 30+ tahun Presiden Snow kita tercinta itu, yang fokusnya ke Capitol dan bukannya keadilan yang adil dan merata. Nggak perlu repot soal kebencian atau undang-undang ITE yang (ceritanya) menguntungkan pemerintah pula, soalnya yang berani protes tiba-tiba hilang atau mati. Enak banget kan?
Indonesia itu keren habis. Disaat Amerika masih baru pertama kali punya presiden minoritas, kita punya Ahok yang triple minoritas. Kita punya Megawati yang presiden wanita pertama. Kita punya Dorce dari kapan tahu, sementara Amerika baru punya Caitlyn Jenner aja senengnya ampun-ampun, walau dia sama sekali nggak ada faedahnya dibandingkan kerja sosial Dorce. Tapi kita membiarkan diri kita jadi mainan pihak pencari kuasa yang jualannya kebencian dan misinformasi. Kita berpikir sebagai 'saya' dan 'kamu', bukannya sebagai 'kita'. Lihat Amerika. Video kampanye presidensial Trump itu kasar dan rendahan banget: "he's the only one with enough balls (testikel) to banned muslims." Kampanye presidensial lho, untuk negara yang pegang kendali kontrol nuklir di PBB. Kampanye ketua kelas saja kasar begitu mana ada yang memilih, kecuali anda sekolah disekolah yang nggak beres. Ini Amerika, dan benar-benar ada banyak orang yang mau memilih keparat itu karena kebencian dan rasa takut yang disebarkan para pencari kuasa ini lebih kuat daripada akal sehat dan nurani mereka. Saya melihat keruntuhan sebuah bangsa yang besar didepan mata saya, dan Indonesia berada di arah yang sama.
Jadi mau kemana kita? Tetap maju dengan pencitraan kita, yang peduli cuma kalau lagi kekinian atau kalau sesuai dengan apa mau kita? Atau mau mulai berjalan bersama untuk Indonesia yang lebih baik, yang masalah di tiap daerah adalah masalah kita bersama? Jangan munafik. Jangan tebang pilih. Indonesia milik kita bersama, sudah saatnya kita perduli.
A little bit of this, a little bit of that, and all the things the cat sees along her way
AdSense Page Ads
Tuesday, January 5, 2016
Bangsa Pelupa tapi Penuh Kekinian
Saturday, November 21, 2015
Zara vs Jilbab: Sebuah Perenungan
Ini wara-wiri di timeline saya, dan ini MISINFORMASI. Kejadiannya cuma di satu toko saja dan manager+security guard yang terlibat langsung dipecat. Zara pun langsung minta maaf dan mengeluarkan statement di Facebook.
Stop mensharing berita yang tidak berdasar atau misinformasi. Stop membuat perusahaan terlihat begitu jahat hanya karena perbuatan satu dua pegawainya (sounds familiar?). Kecuali ada bukti tertulis bahwa memang peraturan mereka diskriminatif, tolong jangan menyebarkan kebohongan.
FYI, Muslim di dunia berjumlah banyak dan merupakan kekuatan ekonomi yang harus diperhitungkan. Bodoh sekali berpikir perusahaan seperti Zara nekat menetapkan aturan diskriminatif anti Muslim padahal mereka berani punya toko di Indonesia. Kalaupun iya, hukuman sosial masyarakat akan jauh lebih dahsyat karena masyarakat Barat tidak menyetujui diskriminasi. Sebuah salon di Inggris yang pemiliknya terang-terangan menyatakan tidak mau melayani umat Islam langsung dihujani negative review dan diciduk polisi karena dianggap menebar kebencian. Itu masuk berita dan salonnya pun tutup.
Mungkin banyak dari kita sudah lupa bahwa pada awalnya pun kita orang Indonesia risih dan gerah melihat orang berjilbab. Saya ingat pada waktu saya SD beredar isu bahwa wanita berjilbab berlengan panjang itu suka menaburkan bubuk narkotik/racun ke gelas minum anak-anak. Padahal saya tinggal di daerah Bekasi yang semuanya Muslim. Saat SMA pun teman-teman sering berkelakar, menertawai teman lain yang berjilbab. Kita sindir kadar keimanan tergantung panjang jilbab. Ini yang bilang yang Muslim juga ya dan in good humour, nggak ada tuh benci2an agama lain seperti sekarang.
Dari curiga dan waswas sekarang kita cuek dan bahkan merangkul Jilbab. Semua butuh waktu. Dan sebagaimana jaman dulu, bukan Jilbabnya yang dicurigai tapi perbedaannya. Sama seperti kalau kulit anda gelap/wajah anda lokal plus terlihat kere, banyak bar/nightclub di Bali yang tidak bisa anda kunjungi. Atau dilihatin dan diikutin satpam saat masuk ke gerai baju mahal di Jakarta. Kenapa didiskriminasi begitu? Karena terlihat berbeda. Karena dicurigai akan melakukan tindakan tidak pantas. Karena pengunjung asli yang dasarnya orang-orang ignorant yang tidak mau bersentuhan dengan kelas bawah macam anda.
Kita bisa dengan tegas menolak diskriminasi, dan kita harus menolak diskriminasi apapun bentuknya. Namun kita juga harus berhenti sejenak dan berpikir, apa dasar diskriminasi itu. Dasar diskriminasi adalah ketidaktahuan dan perbedaan. Saat anda ditolak masuk karena Jilbab anda, bukan jilbab dan agama anda yang diserang, namun perbedaan anda. Saat anda ditolak masuk karena terlihat Timur Tengah, bukan agama anda yang diserang, tapi fisik anda. Agama mah nggak ada urusannya. Apa iya orang akan menolak masuk Muhammad Ali sang juara dunia tinju? Nggak mungkin, dia terlihat seperti orang barat kulit hitam lainnya kok. Nggak berbeda. Padahal dia pemeluk Islam. Fyi cuma di Indonesia yang rempong nanyain agama orang apa.
Mau tetap berkeras Islam diserang, didiskriminasi etc ya silakan. Tapi itu cuma menambah minyak ke api. Pihak 'lawan' anda pun mengatakan hal yang serupa tentang Islam. Donald Trump mengusulkan #muslimid, nanti di negara yang mayoritas Muslim akan mengusulkan #christianid dan seterusnya. Teruslah kita berperang sampai akhir jaman.
The world is changing, makin banyak orang yang simpatik pada orang lain, yang anti diskriminasi dan membela orang-orang yang tertindas. Mereka-mereka ini adalah orang-orang yang mampu melihat manusia lain sebagaimana adanya, terlepas dari kepercayaan atau penampilan fisik mereka. Bagaimana mungkin, menurut mereka, saya bisa menyakiti anda kalau saya dan anda sama, kalau saya bisa merasakan sakit yang anda rasakan?
You can stay in the hateful mode, fueled by hatred poured by people who just want to use you to gain power and control; or you can be the breeze that soothes this ailing world with your understanding. Choose wisely.
Monday, November 16, 2015
Video Penyerangan Wanita Berjilbab di London
Apakah anda mengklik blog saya karena baca judulnya? Bagus, berarti click bait saya berhasil. Dibawah ini saya posting foto dari click bait awal yang sukses dengan isi yang menuduh dan bikin panas, dan ujung-ujungnya jualan. FYI ini kejadian bulan September dan pelakunya ditangkap plus dihukum. Yang mau Google monggo, ada kok link beritanya di laman pertama Google. Sekarang mari kita telaah 'tuduhan-tuduhan' tersirat dan tersurat dari postingan tersebut:
1. Klaim media barat tidak memberitakan --> apa iya media harus memberitakan setiap kejadian kekerasan terhadap muslim? Kalau hitungannya cuma tindak kriminal biasa, diberitakannya ya memang secukupnya saja. Ini ekualitas/persamaan derajat yang sebenarnya, karena tindakan kekerasan lain juga tidak diberitakan besar-besaran kecuali yang heboh. Sisanya tergantung media Indonesia yang menemukan lalu menentukan apakah info ini perlu diteruskan ke Indonesia apa tidak. Bukan hanya berita buruk, berita baik pun sering kali tidak sampai.
Apakah anda tahu New York adalah kota pertama di Amerika yang menetapkan Idul Fitri sebagai hari libur bersama? Apakah anda tahu ada seorang Muslim yang meninggalkan pekerjaannya untuk berkeliling menjadi Imam di masjid-masjid 50 negara bagian Amerika? Apakah anda tahu ada salon di Inggris yang tutup dan pemiliknya dihukum karena memposting tulisan menolak Muslim setelah kejadian Paris?
Media butuh anda sebagai pembaca. Berita yang ada pun tergantung rating berita apa yang laku. Kalau anda hanya membaca berita yang ingin anda baca, kalau anda malas aktif mencari tahu tentang dunia luar dan membaca media luar, jelas saja terlihat seperti 'Media tidak memberitakan'.
Kalau masih mau berkeras bilang Media tidak memberitakan, seberapa sering anda baca berita tentang kekerasan di pelosok nusantara? Maksud saya yang benar-benar pelosok, di daerah yang anda bahkan tidak tahu bagian dari Indonesia? Atau berita apapun yang bukan dari kota besar di Indonesia. Jarang kan? Bukan karena media sensi dengan orang pelosok, tapi karena mereka butuh sesuatu yang bisa dijual, yang heboh dan mampu membuat anda pembaca membeli berita mereka. Apa iya anda yang di Sumatera pedulu siapa yang menang pemilihan gubernur di Bali dan sampai masuk koran lokal di kampung anda? Begitu analoginya.
2. Klaim pelaku tidak dihukum --> saya tinggal di Amerika baru 2 tahun dan saya melihat sendiri betapa ketatnya Amerika menjalankan hukum anti-diskriminasi. Diskriminasi terjadi, tapi bukan Muslim saja yang menjadi korban. Semua bisa didiskriminasi, bahkan anak balita cowok yang kebetulan bermain masak-masakan bisa dicap gay di internet. Kenapa? Karena banyak manusia yang hobi berprasangka buruk dan tidak simpatik pada orang lain.
Bedanya adalah, anda bisa menuntut kalau anda didiskriminasi, dan akan ada banyak orang yang mendukung dan bersimpati pada anda. Pernah ada orang yang didiskriminasi pramugari dalam pesawat dan semua penumpang menentang tindakan itu. Anak cowok yang main masak-masakan diatas pun menerima dukungan luar biasa di internet.
Ya, tidak semua diskriminasi terselesaikan, dan akan lebih sulit menuntut perlakuan yang adil bila anda minoritas. Tapi ini lebih dikarenakan anda minoritas dan bukan karena anti-Islam. Kalau saya yang Hindu membuka warung Babi Guling di daerah yang penuh umat Islam apa saya tidak diusir? Dan bukankah pengusiran saya tindakan diskriminatif? Tingkat pendidikan dan keragaman penduduk juga merupakan faktor. Daerah dengan banyak imigran/keragaman akan lebih bersimpati pada kaum minoritas daripada daerah yang homogen. Jadi jangan cuma melihat Islam vs anti-Islam, lihat juga karakter daerah dan karakter manusianya.
3. Klaim Islam tertindas dan orang benci Islam --> saya tahu ada banyak orang di Amerika yang benci dan menganggap Islam itu buruk. Sayangnya, tidak ada obat yang bisa menyembuhkan kebodohan seperti ini kecuali keinginan dari dasar hati untuk mau mengerti tentang sesuatu yang berbeda dengan kita, untuk mau keluar dari comfort zone kita. Pertanyaannya, sudahkah kita melakukan itu?
Isi timeline saya belakangan ini tentang sesatnya Syiah. Trending topic banget, padahal sebelumnya nggak pernah kesebut. Sampai bus Primajasa yang pasang stiker SHIA pun dituduh pro-Syiah, padahal itu singkatan Soekarno-Hatta International Airport, trayek doi. Perlakuan ini sama dengan perlakuan orang Amerika sini terhadap Islam. Syiah merasa itu hak mereka beragama, tapi Islam mayoritas menganggap mereka sesat. Baca deh berita-berita tentang Syiah sesat dan lihat komen-komen nya. Ganti Syiah dengan Islam dan ganti nama orang-orang yang komen dengan nama berbau barat, itulah gambaran persis apa yang terjadi dengan Islam di negara Barat.
Begitu pula dengan orang sini yang tersinggung karena melihat pegawai toko berjilbab, apa kita tidak emosi jiwa dan menuntut larangan pegawai toko Muslim memakai atribut Natal (topi santa merah) walaupun sebenarnya 'atribut natal' itu buatan kapitalisme untuk jualan dan bahkan tidak ada kaitannya dengan Alkitab atau Kristen yang sebenarnya? Orang sini yang menolak berdekatan dengan terduga Muslim, apakah kita tidak membuat keeksklusifan yang sama tiap menjelang Natal dengan posting dan sharing himbauan 'Jangan mengucapkan Selamat Natal!!'?
4. Klaim Dunia tidak peduli Islam --> Apa iya anda peduli? Islam bukan hanya di Timur Tengah lho. Islam juga ada di Afrika dan benua lainnya. Apa iya anda pernah sharing berita kekerasan terhadap umst Islam di Afrika, para korban Boko Haram? Seberapa sering anda baca tentang kehidupan orang Islam di Papua atau pelosok Indonesia lainnya? Bila anda sendiri tidak mampu perduli, bagaimana bisa anda menuntut orang lain untuk perduli?
Dan disaat dunia perduli (Ahmed yang ditangkap karena dituduh membawa bom ke sekolah mendapat dukungan luar biasa besar), apakah anda menyebarkan kabar baik ini? Atau masihkah anda setia dengan artikel click bait anda yang meneriakkan "Islam terjajah!!!" dan penuh dengan gambar dan video grafis dari perang Timur Tengah, atau video-video 'religi' yang harus anda "ketik Amin" agar masuk Surga? [Padahal jelas-jelas itu page jualan barang dan/atau pagenya dijual setelah dapat follower dan like yang banyak]
You are what you read. Anda adalah apa yang anda baca, dan kemudian apa yang mau anda percayai. Tolong cerdas sedikit.