Saya benci orang picik. Saya benar-benar benci orang picik. Sebegitu bencinya saya dengan orang picik sampai-sampai saya tidak bisa beraktivitas dengan baik saking emosinya saya. Padahal tinggal hari ini saya bisa menulis sebelum saya harus mempersiapkan liburan hari raya Thanksgiving, tapi saya malah sibuk ngomel-ngomel tentang orang-orang picik.
Wahai orang picik, tahukah anda kalau cadangan minyak dunia semakin menipis? Di Amerika sini orang-orang punya wind/solar farm untuk memanen energi dari angin dan sinar matahari, mobil-mobil dijalan pun ada yang berbahan bakar gas, listrik, atau hybrid (gabungan). Disini kendaraan harus lolos uji emisi, dan kendaraan yang boros bensin dianggap jelek. Alasannya sih demi lingkungan, tapi kalau dipikir-pikir ini bagus karena di masa depan bensin bisa habis dari muka bumi ini. Anda tahu kan minyak bumi itu terbuat dari apa dan berapa lama terbuatnya? Mungkin anda berpikir, "Yah, saya kan pakainya tidak banyak." Coba bayangkan sekian milyar orang yang juga berpikir seperti anda, jadi banyak kan konsumsinya? Belum lagi untuk bahan bakar pesawat, kapal laut, dan berbagai moda transportasi lainnya agar iPhone ato kopi Starbucks anda bisa sampai ke tangan anda sekarang. Tapi bukannya prihatin, anda malah mengeluh karena disuruh membayar lebih mahal saat ini. Kepikiran tidak berapa besar biaya yang harus ditanggung anak cucu kita nanti saat minyak bumi semain menipis atau bahkan habis? Kenapa bukan dari sekarang kita mengerti untuk berhemat dan mempersiapkan hari dimana BBM tidak terbeli lagi karena memang langka/habis?
Wahai orang picik, tahukah anda bahwa asumsi harga BBM sebanding dengan penderitaan rakyat kecil itu tidak sepenuhnya benar? Waktu saya ke daerah gunung kidul April 2014 lalu saya bisa beli dua gelas air jeruk hangat dan semangkuk indomie telur dengan hanya tujuh ribu rupiah. Harusnya setidaknya harganya sama dengan harga di Jogja karena harga BBM nya sama, atau bahkan lebih mahal karena pom bensin nyaris tidak ada didaerah itu. Masih banyak daerah di Indonesia yang bahkan tidak memiliki SPBU. Masih banyak juga daerah di Indonesia yang tidak terjangkau karena minimnya jalan/infrastruktur. Harga-harga disitu mahal dan membebani rakyat kecil bukan karena faktor harga BBM saja, tapi juga karena sulitnya transportasi barang-barang. Sekedar gambaran, saya naik motor di sepanjang bagian timur Bali dari Singaraja ke Denpasar via Candidasa selama 5-7 jam, padahal jaraknya cuma 160 km. Di Googlemap sih bilangnya cuma 3 jam kurang, tapi kenyataannya Denpasar-Candidasa saja (sekitar 1/3-1/2 perjalanan) bisa 2-3 jam kalau sedang macet karena harus 'bertarung' dengan bus pariwisata. Sebagai perbandingan, si Akang saya ke kantor di Amrik sini lewat freeway 50 km ditempuh hanya dalam waktu 35-45 menit. Ini Bali lho, yang konon daerah pariwisata dunia. Perjalanan poros Makassar-Toraja juga jangan ditanya, ngeri-ngeri sedap gitu. Harga BBM memang mempengaruhi, tapi mau BBM semurah air minum kemasan juga kalau infrastrukturnya jelek tetap saja harga barang di pelosok mahal, yang artinya rakyat kecil lagi yang tertekan.
Wahai orang picik, jangan langsung menjawab: "Jangan jauh-jauh, lihat saja kesusahan orang-orang disekitar kita yang harus naik angkot dst." Memang yang jauh dan pelosok itu bukan orang Indonesia?? Kemana anda saat bertahun-tahun mereka tidak terjangkau pembangunan dan hidup lebih susah daripada si mbok tukang sayur di pasar? Iya, orang-orang kecil seperti yang ada di serial "Jika Aku Menjadi" itu lho. Kemana anda saat jembatan di pelosok terputus dan desa-desa jadi terisolir? Daripada memikirkan bagaimana orang kecil bisa hidup di kota, bagaimana bila anda memikirkan cara agar orang kecil bisa hidup makmur dan nyaman di desa. Hidup di kota jelas biaya hidup akan lebih tinggi daripada di desa. Tapi itu, lagi-lagi, sebuah pilihan. Kalau anda punya motor/mobil, maka maaf-maaf saja, anda tidak masuk kategori orang miskin atau rakyat kecil. Tanya sama dokter-dokter PTT, bagaimana susahnya hidup masyarakat di pedalaman, lalu pikir, apa iya anda pantas mengeluh? Apa iya si mbok sayur yang berhape dan bisa ber-Line ria itu pantas mengeluh? Masih banyak lho yang lebih susah dari mereka di Indonesia ini, tapi kenapa anda cuma berkoar seolah mereka yang paling menderita?
Wahai orang picik, ngomong-ngomong soal penduduk, tahu kan kalau Indonesia itu sangat besar dan jumlah penduduknya nomer empat terbanyak di dunia? Coba dihitung-hitung dulu. Dengan penduduk sedemikian banyak dan luas negara sedemikian besar, jelas saja konsumsi BBM kita luar biasa besar. FYI, penduduk pulau Jawa itu sudah setengah jumlah seluruh penduduk Indonesia lho. Tebak kemana BBM Indonesia mengalir? Apa ini adil??? Kenapa anda berteriak dan bilang pemerintah tidak berpihak kepada rakyat miskin sementara anda di pulau Jawa (dan Bali serta kota-kota bisnis besar di Indonesia) jelas-jelas mengkonsumsi lebih dari separuh jatah BBM Indonesia? Kalau yang bisa menggunakan BBM (angkot, motor, etc) saja sudah anda cap sebagai orang susah, anda kategorikan apa sisa penduduk Indonesia yang bahkan tidak kebagian jatah BBM?
Wahai orang picik, pemerintah itu penyelenggara negara, bukan pemilik negara. Adalah tugas pemerintah untuk mengelola aset negara sebisa mungkin demi seluruh masyarakat Indonesia, tapi bukan tugas mereka untuk menjamin hidup anda aman nyaman dan berkecukupan. Itu tugas anda sendiri. Pemerintah adalah bagian dari rakyat Indonesia, bukan dua pihak yang berbeda dan tidak berkaitan satu-sama lain. Anda mau teriak-teriak "pemerintah harusnya begini, pemerintah harusnya begitu" juga tidak ngefek, kalau harga harus dinaikkan karena smber dayanya kurang ya apa mau dikata. Pemerintahan ini juga baru berlangsung satu bulan, satu bulan lho, dan anda sudah menuding bahwa pemerintahan ini tidak becus walaupun isu BBM akan naik sudah santer sejak pemilu presiden, walaupun SBY sudah diminta menaikkan BBM sebelum pemerintahan baru dimulai. Satu-satunya cara anda bisa disubsidi pemerintah adalah bila pemasukan pemerintah luar biasa besarnya, baik dari pajak maupun sumber-sumber lain. Indonesia yang kekayaan negaranya habis disedot pihak asing dan pemasukan pajaknya minim jelas tidak mampu mensubsidi warganya terus-terusan, apalagi kalau warga negaranya cuma bisa protes bikin hashtag #salamgigitjari dan bukannya membantu pemerintahnya berpikir atau sekedar meringankan beban warga yang berkekurangan. Indonesia milik anda juga bung, jangan kekanakan begitu.
Wahai orang picik, apa anda tidak melihat kesamaan Jokowi dengan Anang Hermansyah dan/atau Raffi Ahmad? Sama-sama menjual mas bro. Bukan Jokowi yang 'pesan' media seperti jaman Soeharto dulu, yang awak TVRI menemani dia memancing. Justru anda yang 'memesan' media. Dengan segala emosi jiwa anda mengklik like dan share di berita-berita miring tentang Jokowi, atau share dan komen di berita-berita bagus tentang Jokowi. Tulisan Kaesang soal makan daging babi atau rokoknya bu Susi jadi headline, padahal banyak orang lain yang juga punya pengalaman seperti Kaesang dan juga merokok seperti bu Susi. Kalau anda 'eneg' dengan pemberitaan tentang Jokowi, salahkan diri anda karena anda senang mengklik dan membaca berita-berita seperti itu dan bukannya membaca berita-berita tentang daerah di Indonesia. Tidak percaya? Masuk saja ke kompas.com atau detik.com, yang berita terpopuler/terkomentarinya selalu yang bombastis dan sedap (politik, kejahatan, bola), dan jarang sekali soal kondisi daerah lain di Indonesia atau pencapaian orang-orang Indonesia. Pernah mikir ga kenapa yang sibuk ditayangkan di TV itu cerita artis JJS ke luar negeri? Kalau memang harus bikin cerita yang keluar negeri, kenapa nggak soal mahasiswa Indonesia yang menang beasiswa gitu? Atau reality show tentang kehidupan TKI (illegal) di perantauan. Biar tau susahnya perjuangan orang Indonesia di luar negeri. Tapi mahasiswa dan TKI itu kan nggak menjual, artis menjual. Berita baik tentang Jokowi ada karena masih ada yang mau 'membeli'nya, baik yang mendukung maupun yang menentang, begitu pula dengan berita buruk. Kalau mau stop ya anda yang stop membaca berita tidak penting seperti itu.
Wahai orang picik, apa anda tidak sadar anda terlihat sangat picik? Yang sampai sekolah anaknya Jokowi saja anda jadikan alasan untuk menghujat. Begini ini nih kelakuan orang Indonesia yang saya paling sebel, sikap "Elo nggak boleh lebih keren daripada gue". Cerita-cerita rakyat Indonesia banyak yang isinya "Hemat Pangkal Kaya", ini Jokowi yang jelas-jelas menggunakan kebajikan tradisional Indonesia kenapa anda hina-dina? Padahal anaknya disekolahin jauh sebelum dia maju pilpres, dan pakai uang dia sendiri pula. Anda kemarin yang ngelike dan share cerita tukang becak yang anaknya sarjana Cum Laude dan dapat beasiswa S2 ke London, anda juga pada komen "Sangat inspiratif!"; kenapa tukang mebel dan gubernur kecil di Indonesia anaknya bisa disekolahkan keluar negeri anda malah menuduh dia tidak nasionalis? Belum lagi yang ngelike cerita bahwa orang sukses (Steve Jobs, Mark Zuckerberg) selalu berpakaian sederhana, atau yang nge-share cerita hoax Stanford University didirikan oleh Bapak-Ibu Stanford yang ditolak donasinya oleh Harvard karena mereka berpakaian lusuh/terlihat miskin. Entah kenapa buat anda cerita seperti itu 'inspiratif', tapi saat Jokowi yang melakukan anda menyebutnya 'pembohongan'. Begitu pula saat anda berkoar Jokowi tidak pantas jadi presiden karena tidak bisa bahasa Inggris, lalu saat dia pidato (padahal tanpa text) anda berkoar bahasa Inggrisnya kurang bagus dan terlalu medok, dan sekarang saat anaknya sekolah diluar negeri anda tuding tidak nasionalis (padahal anda yang meminta dia bisa bahasa Inggris juga tidak nasionalis bukan?). Anda terlihat seperti si Sirik di majalah Bobo, jelek dan menyebalkan.
Wahai orang picik, saya tidak menganggap Jokowi nabi, dan saya rasa buanyak dari para "Jokowi fanboy' atau 'panastak' atau 'Jokowers' (sebutan kesayangan anda bagi para pendukung Jokowi) juga tidak menganggap Jokowi nabi yang selalu benar. Untuk saat ini, jelas saja kami bereaksi terhadap tudingan jelek anda terhadap Jokowi. Kerja saja belum sampai dua bulan tapi anda sudah hina kanan kiri, sementara pe-er yang harus dikerjakan/dibetulkan dari pemerintahan sebelumnya (yang hampir tujuh dekade) luar biasa banyaknya. Coba kalau anda kerja baru sebulan dan tiap hari ada yang komen ke anda: "kerjamu nggak beres!" padahal proyek anda perlu paling tidak tiga bulan untuk ada hasilnya. Atau begini deh (bila anda bukan bermental pekerja), bayangkan anda masak soto daging yang baru lima menit anda taruh di panci terus sudah ada yang nyicip dan bilang "uh, ga enak!". Masuk akal nggak? Kalau anda bilang, "kesalahan harus dihentikan sedini mungkin", maka apa solusi anda? Waktu jaman saya kuliah dulu, saya tahu yang saya kerjakan itu salah (matematika /fisika/kimia/biologi) kalau saya tahu cara/jawaban yang benar, atau setidaknya cara/rumus/pegangan yang harusnya dipakai. Kalau anda cuma protes tanpa kasi solusi, berarti anda tidak tahu apakah itu salah atau benar.
Saya pernah menulis bahwa saya tidak memilih Jokowi, saya memilih harapan. Kalau anda bisa berhenti picik sebentar saja, coba pikir kenapa orang-orang sekarang mendukung kenaikan BBM. Komentar di media elektronik itu lebih dominan yang mendukung kenaikan BBM daripada yang tidak lho. Apa iya Jokowi segitu hebatnya pencitraannya sampai orang-orang tertipu dan terbius olehnya? Ataukah karena pendukung Jokowi percaya akan Indonesia yang lebih baik dan Jokowi bisa membantu mewujudkan itu? Untuk pertama kalinya saya percaya Indonesia bisa jadi lebih baik, saya percaya bahwa Indonesia bisa maju. Untuk pertama kalinya saya bisa bilang dengan lantang, saya bangga menjadi orang Indonesia. Kalau anda mau Indonesia maju tapi tidak setuju dengan kebijakan Jokowi dan pemerintahannya, silakan lho anda berupaya dengan cara sendiri. Kasi masukan, ide, usulan agar Indonesia bisa jadi maju. Tapi tolong, tolong jangan habiskan emosi dan kesabaran saya dan orang-orang lain yang ingin Indonesia maju dengan terus mengumandangkan kepicikan dan kebencian anda yang tidak beralasan di media sosial. If you can't say something nice, don't say anything at all. Salam Indonesia!
PS: Soal pencitraan, apa anda pikir tiap kali anda sharing sesuatu di media sosial dan interet itu bukan bentuk pencitraan? Atau saat anda nongkrong/jalan bareng teman-teman anda? Semua makeup yang anda pakai, semua baju yang anda pilih, apa itu bukan bentuk pencitraan? Bagaimana anda berpenampilan dan membawa diri adalah bagaimana anda ingin diterima di grup/lingkungan sekitar anda, yang sebenarnya bentuk pencitraan juga. Teman anda yang terus sukses karirnya bisa jadi pencitraannya di kantor lebih tokcer daripada anda, atau yang bisa bolak-balik ganti pasangan yang makin lama makin ganteng/aduhai. Anda juga bersalah untuk pencitraan toh? Anyway, kategori pencitraan yang menipu buat saya adalah model serial TV Duck Dynasty di Amrik sini, yang kesannya mereka orang kampung yang keras dan macho banget, yang nggak berpendidikan dan tidak terawat tapi orang kaya raya karena bisnis peluit mereka. Kenyataannya, mereka baru berpenampilan seperti itu setelah mereka masuk TV untuk mendukung peran mereka, sebelumnya mah mereka penampilannya orang kaya Amrik banget: punya duit dan terawat dan terpelajar. Kalau Jokowi sebelumnya penampilannya keren mampus dan suka ngabis-ngabisin duit nggak jelas (baca: sok kaya) terus saat dia jadi gubernur/presiden langsung sok ndeso ya bener anda menuduh dia pencitraan palsu. Tapi kalau memang dari dulu gayanya begitu ya anda saja yang sensi dan sirik nggak jelas. Begitu aja kok repot 'Ndro.